Dua

20 4 0
                                    

Aku tak bisa tidur. Waktu sudah menunjukan pukul 1 pagi tetapi mataku menatap kosong kedepan tanpa berniat sedikitpun tertutup, perasaan campur aduk ini mengalahkan kantukku.

Diriku semakin erat memeluk lipatan kakiku, mulai menenggelamkan wajahku disana. Apakah ini benar-benar saatnya aku untuk berhenti? Perasaan yang tak pernah berubah selama 6 tahun ini harus kuhentikan paksa? Aku menggeleng.

Sulit, sangat sulit untuk menghentikannya. Aku sudah terlanjur jatuh terlalu dalam, tidak akan bisa semudah itu melepaskannya.

Saat masih tenggelam dalam perasaan dilema ini ponselku berdering. Kulihat layar hpku menunjukkan nama 'Neron' sebagai pemanggil.

Jika ingin tahu, Neron adalah salah satu teman dekatku juga, walau memang tak sedekat Jere tetapi ia satu-satunya teman yang bisa kuandalkan setelah Jere. Kami bertiga bersahabat sejak kuliah dan kini kami bekerja ditempat yang sama sebagai pemagang disebuah perusahaan yang lumayan besar.

Aku mengangkat panggilan itu setelah sebelumnya mengatur suaraku. Hanya tak ingin Neron khawatir. Karena biasanya saat ada masalah orang kedua yang paling khawatir adalah Neron setelah Jere tentunya.

"Halo Yesh,"

"Hm, apaan?"

"Mau kuajak ke tempat seru gak? Mungkin beban pikiranmu bakal berkurang?"

Neron memang selalu tahu bagaimana perasaanku. Aku dan Jere berteman dengannya memang karena kami butuh Neron, selain karena bisa menjadi teman curhat yang baik bagi kami berdua, juga sebagai seorang penasihat karena sikap egoku dan Jere.

Saat kami berdua ada masalah atau bertengkar karena suatu hal tertentu, Neron lah yang akan menengahinya dan memarahi kami. Setelah itu kami akan tersadar dan berbaikan.

Jadi karena Jere tidak peka kadang Neron lah yang akan menyemangatiku. Dan kini lelaki itu pasti tahu apa yang kurasakan karena Neron juga tahu bagaimana perasaanku terhadap Jere.

"Boleh. Kirimin alamatnya."

Kakiku menapaki tanah didepan sebuah bangunan yang lumayan besar. Didepannya bertuliskan sebuah nama 'Tulip Club'. Aku menganga membacanya. Bagaimana bisa Neron memintaku mendatangi sebuah klub malam yang biasa ia datangi? Dan aku tidak tahu ternyata inilah klub yang biasa ia jumpai karena biasanya aku hanya mendengar namanya dari Neron tetapi kini aku berada didepan tempat itu.

Tak kusangka tempat yang bisa meringankan bebanku adalah klub? Entahlah, aku tak pernah pergi ketempat seperti ini sebelumnya.

Dengan ragu aku memasuki klub itu. Aku berjalan lebih dalam, mencoba mencari sosok Neron disana.

Ditengah-tengah ramainya manusia, kulihat sepasang tangan melambai-lambai diudara. Itu pasti Neron. Tubuhku berjalan menghampirinya, dan benar saja aku menemukan Neron dengan kedua tangannya diatas, tak lupa senyum jahil itu terpampang jelas diwajahnya.

Aku heran mengapa bisa berteman dengan seseorang macam Jere dan Neron yang 'kurang normal' sebagai lelaki. Bayangkan saja jika kalian mempunyai 2 teman aneh, yang satu blak-blakan dan tidak peka, sedangkan yang satunya lagi sangat peka tetapi sangat jahil juga.

Mungkin hanya aku yang termasuk normal. Tetapi walau begitu aku sangat bersyukur dihidupku ini bisa kenal dengan seorang teman yang sangat baik dan setia seperti mereka.

Kakiku berjalan menghampiri Neron yang masih menampakkan senyumnya. Lelaki itu memberikanku kursi untuk duduk. Kini kami berdua tengah berada didepan sebuah meja bar yang terdapat banyak botol-botol didepannya. Aku memperhatikan botol itu satu persatu, walau bentuknya sama tetapi namanya berbeda-beda. Aku tidak terlalu mengerti apa itu.

Let You Go [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang