"ABEN"
Teriakan itu membuat pria dengan seragam sekolahnya menghela nafas lelah.
"Sabar"gumamnya dengan tangan masih memasukkan semua buku yang ingin dia bawa kedalam tas.
Brakk
Pintu kamar terbuka dengan kasar, menampilkan gadis manis dengan seragam yang sama.
"Aben, Kezia gak mau berangkat sama Topan. Kan Kezia udah bilang kemarin"rengeknya dengan tangan yang sibuk menarik-narik ujung seragam Alben.
Memakai tasnya, Alben beralih menatap Kezia. "Hari ini aja ya please? Aben gak bisa bareng kamu, besok janji kita berangkat bareng"
Kezia berusaha menahan lengan Alben saat pria itu tergesa-gesa keluar kamar.
"Aben, Kezia gak mau bareng dia"
Alben mencoba melepas tangan Kezia dari lengannya, "Aben janji besok kita berangkat bareng, oke? Sekarang Aben gak bisa, maaf ya"
Setelah terlepas, Alben dengan buru-buru kelaur dari kamarnya walau masih terdengar rengekan Kezia yang memintanya untuk berangkat bersama.
___•••___
Kezia menatap takut gadis didepannya.
"Udah berapa kali gue bilang buat gak usah kecentilan sama Topan? Emang gak tau malu ya lo"
Didorongnya tubuh Kezia dan ditariknya rambut yang sudah tak lagi rapih itu.
"Harus gue apain biar lo ngerti?"
"Maaf, Fa. Gue janji gak akan deket-deket sama Topan apalagi sampe berangkat bareng lagi"
Riffa dengan kesal menarik kencang rambut Kezia membuat wajah itu mendongak menatapnya.
"Berapa kali lagi gue harus denger kata itu? Lo tau kan kalau Topan itu milik gue"
Kezia mengangguk dengan air mat yang terus mengalir.
"Gue gak akan lepasin lo kalo sekali lagi gue liat lo masih ngedeketin Topan"
Di hempasnya rambut itu dan ditinggalnya begitu saja Kezia di lantai toilet.
Dengan menahan sakit di kepalanya, Kezia mencoba bangkit dan membereskan penampilannya yang berantakan.
"Mau sampe kapan kamu hindarin aku, Saf?"
Suara dari luar membuat aktifitas Kezia berhenti sejenak, menatap pintu melalui cermin dengan penasaran.
"Aku minta maaf kalau kemarin gak ngabarin kamu, tapi aku beneran gak ada apa-apa sama Gita"
Suara itu terdengar lagi, membuat Kezia yakin bahwa itu Alben.
"Iya aku percaya"sahut perempuan yang Kezia yakini adalah Safira.
"Safira lagi"gumamnya pelan dengan air mata yang kembali menetes. Buru-buru ia mengusap air mata itu dan merapikan kembali penampilannya.
"Aku mohon jangan begini, Saf. Kamu bilang percaya tapi sikap kamu nunjukin hal lainnya"
Tidak ada sahutan dari Safira namun pintu toilet terbuka saat Kezia ingin membukanya. Menampilkan wajah terkejut dua orang tersebut.
Kezia buru-buru menundukkan wajahnya, menutupi kemerahan di pipinya dengan rambut.
"Misi"ujarnya dengan pelan dan berlalu dari hadapan kedua orang itu.
Sepanjang jalan menuju kelas, Kezia menahan air matanya yang ingin mengalir deras.
KAMU SEDANG MEMBACA
HIRAETH
Teen FictionJudul awal : PRAMANDA Revisi : HIRAETH Topan harus berusaha mengungkapkan segala sesuatu yang terjadi pada gadisnya hingga membuatnya mengambil keputusan menjadi Aktor dengan fikiran bahwa sang kekasih akan mendatanginya jika mengetahui ke...