OVER BROTHER'3

88.7K 5.2K 148
                                    

Derap langkah sepatu yang berseteru dengan lantai itu membuat Icha yang sedang mengancingkan seragamnya itu gelagapan. Ia meraih kaos kakinya dan mengenakannya tepat seorang pria dengan kemeja biru gelap rapi berdasi bersandar pada kusin pintu memperhatikannya.

Sorot mata yang tajam itu tertuju pada seorang gadis cantik yang duduk dilantai mengenakan sepatu. Zero memasukan tangannya kedalam saku celana dengan pandangannya tidak lepas dari Icha yang tergesa-gesa disana.

Bahkan hingga satu kancing seragamnya bagian ketiga terlewatkan untuk dikancing memperlihatkan pakaian dalamnya.

Icha meraih tas jinjingnya dan melangkah mendekati Zero dengan tangannya yang gemetar melihat tatapan Zero yang menyeramkan.

"Maaf kak, Icha kesiangan," Icha menunduk menatap sepatunya sendiri.

Zero menarik tangan Icha hingga gadis itu menabrak dadanya. Zero menunduk untuk melihat jelas wajah cantik adiknya yang Zero akui menyihir pandangannya.

"Mhh--," Icha menunduk ketika merasakan tangan besar Zero menyentuh dadanya. Icha refleks hendak mendorong Zero namun tangan laki-laki itu mengancingkan seragamnya membuat Icha urung.

"Hari ini Kakak ngga bisa ngantar kamu ke sekolah." ucap Zero membuat pupil mata Icha melebar.

"Beneran Kak?!" seru Icha terlihat sekali binar matanya yang terlihat sangat senang.

Zero mengangguk. "Hari ini Kakak ada meeting jam delapan."

"Iya engga apa-apa," ujar Icha mengangguk mengerti posisi Zero yang pasti sangat sibuk.

"Ingat peraturannya sayang, jangan dekat dengan laki-laki manapun!" tegas Zero.

Icha mengalihkan pandangannya. Ada yang aneh dari sikap Zero tetapi Icha tidak berani melawannya, Zero selalu memberikannya peraturan yang tidak masuk akal dan terus menghukumnya jika ia melanggar peraturan yang telah Zero buat sepihak. Icha takut melawan Zero, selain usia mereka terpaut jauh juga karena Zero sangat menakutkan jika marah.

"Pulangnya biar Kakak yang jemput." lanjut Zero dan diangguki Icha sebagai tanggapan.

"Kakak ngga bakal mengampuni kamu kalau kamu melanggar perintah kakak, Cha." ujar Zero terdengar serius membuat Icha meringis.

Kapan sih orangtuanya pulang hingga dirinya lebih aman dari kungkungan Zero? Icha lelah serumah dengan Zero, apalagi laki-laki itu sering melakukan hal yang tidak wajar untuk saudara.

"Iya Kak, Icha ngerti." ujar Icha mengangguk lagi.

Zero tersenyum menarik perhatian Icha. "Coba ulangi apa yang Kakak bilang dari awal,"

"Icha inget kok," ujar Icha menatap Zero jujur. "Ngga boleh deket-deket sama laki-laki lain, kalau ngelanggar nanti kena hukuman dari Kakak, nanti Kakak yang jemput Icha pulang."

"Give me morning kiss, Baby." Zero menarik pinggang Icha dan tanpa persetujuan Zero mencium bibir ranum Icha yang sangat candu bagi Zero.

Zero mengeratkan pelukannya dan memperdalam ciumannya hingga cengkeraman di lengannya begitu erat. Icha memukuli dada Zero meminta dilepaskan karena paru-parunya terasa sangat sesak.

Icha ingin sekali lari dari zona ini, sangat tidak nyaman, Zero kakaknya bukan suaminya.

"akh hahh--," Icha meraup nafas sebanyak-banyaknya, ia menatap Zero yang menghapus sisa-sisa saliva mereka di bibirnya, jari jempol Zero yang besar mengusap bibirnya begitu pelan.

Jika seperti ini terus, Icha takut pada Zero. Ia ingin melawan tetapi terasa sangat sulit dan takut, Icha terlalu penakut melawan Zero.

Zero mengedarkan pandangannya melihat seluruh isi kamar Icha. Tidak ada yang berubah, di dekat balkon terdapat satu sofa yang hanya terisi boneka-boneka kesayangan Icha sejak kecil hingga sekarang.

Dari sekian banyak boneka Icha, delapan puluh persennya Zero lah sebagai donaturnya.

"Hubungi Kakak kalau kamu sudah sampai, Cha,"

"Kakak yang pergi duluan, ya?" tanya Icha mendongak tinggi untuk menatap Zero.

"Iya, waktu Kakak mepet," Zero melirik jam tangannya kemudian mencium bibir Icha sekali lagi. "Sarapan kamu ada dibawah udah Kakak siapin, harus dihabisin."

"Lupain rencana diet kamu, Cha, atau Kakak aduin ke om Radit." ancam Zero sebelum berbalik pergi meninggalkan Icha seorang diri didalam kamar.

Tangan Icha terkepal erat, ia ingin berteriak meneriaki nama Zero sekuat tenaganya saking geramnya pada laki-laki itu. Bahkan, kedua orangtuanya lebih percaya kepada Zero daripada dirinya sebagai seorang anak.

Icha menunduk menatap lantai, bibirnya saja sudah sering dikuasi Zero. Perlakuan Zero sudah kelewatan, bukan hanya ciuman, Zero juga melarangnya berdekatan dengan laki-laki lain, setiap ada laki-laki yang mencoba mendekatinya maka harus ada sesi seleksi dari Zero, dan dari sekian banyak yang pernah mencoba tidak ada satupun yang lulus.

Tidak sekedar itu, Icha juga dibatasi untuk kemana-mana, Icha harus mendapatkan ijin dari Zero terlebih dahulu sebelum pergi kemanapun.

Padahal status Zero yakni sebagai kakak sepupunya tetapi kenapa sikap Zero lebih dari seorang saudara laki-laki.

***

Siang ini tepat di jam istirahat pertama didalam kelas, Icha tersenyum beberapa kali kepada teman-temannya yang mencoba mengajaknya ke cafe yang baru dibuka minggu lalu yang terkenal sedang hits di sosial media.

Sebenarnya Icha ingin ikut sendari awal ketika teman-temannya cerita tentang cafe baru itu tetapi cerita mereka kurang cepat dari pesan Zero tadi pagi yang mengatakan bahwa pria itu akan menjemputnya pulang sekolah.

"Yah Cha! Masa gak ikut? Kurang lengkap dong?" keluh Kyra, berharap Icha memberi toleransi atas keluhannya.

"Kenapa sih, Cha? Perasaan kalau diajak kemana-mana gak bisa mulu!" gerutu Killa.

Icha tersenyum lembut kepada Kyra dan Killa yang paling banyak mengeluh ketimbang yang lainnya. "Kakak Icha mau jemput,"

"Itu Kakak lo yang biasanya jemput? Gue kirain pacar, Cha." ucap Rihanna sedikit terkejut mendengarnya. "Soalnya kalian deket banget,"

"Ngga mungkin juga dong Han, pacar Icha udah spek mas-mas kerja!" balas Yura sedikit bingung dengan kesimpulan Rihanna selama ini.

Rihanna menoleh. "Tapi gue engga bohong, Ra. Kalau dilihat-lihat lo emang sering kemana-mana sama kakak lo, ya Cha?"

"Iya, Icha kemana-mana sama kak Zero." jawab Icha jujur, karena tanpa seijin Zero, Icha tidak akan pernah bisa kemana-mana.

"Tuhkan, mana ngga gue mikir kalau mereka pacaran mereka aja nempel terus." ujar Rihanna membela diri. "Apalagi mereka cocok!"

Sudah tidak heran untuk Icha asumsi itu, dari SMP hingga kelas 12 SMA tetap asumsi yang sama.

"Dia Kakak Icha," ujar Icha berharap tidak ada perdebatan yang lain lagi. Membayangkan wajah Zero saja membuat Icha merinding.

"Jadi kapan nih kita bisa makan bareng?" tanya Kyra menuntut, mereka tidak akan pernah makan bersama jika tidak lengkap.

Icha menatap Kyra tanpa berkata apapun karena bingung ingin menjawab apa, ia takut pada Zero dan teman-temannya tidak tau tentang kegilaan Zero dibalik wajah tampannya yang sering menjadi topik utama dikelas mereka.

"Ya gak papa sih kalau gak bisa, kita juga gak maksa," kata Kyra akhirnya putus asa, ia juga tau bagaimana rasanya bertemu dengan Zero kakak Icha, ketika itu Kyra mencoba meminta izin untuk keluar bersama Icha, tetapi bukannya mendapat jawaban Kyra malah mendapatkan tatapan tajam yang seakan menyuruhnya untuk pulang. Melihat tatapannya saja membuat Kyra merinding hingga sekarang jika mengingatnya.

Icha meringis, "Maaf ya,"

"Gak apa-apa, Cha." ujar Rihanna.

Kemudian, pembahasan berganti menjadi perawatan kulit hingga Icha meraih ponselnya melihat pesan dari Zero.

Icha menarik nafas dalam-dalam, gadis cantik itu menggigit bibir bawahnya sejenak sebelum membalas pesan kakaknya.

Kak Zero❤️ : jangan dekat laki-laki manapun sayang

***

A/n : 😇🙏

OVER BROTHERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang