Fake Antagonist

735 95 8
                                    

Singto bergerak tak tenang, ia melangkahkan kakinya mondar-mandir di Rumah Sakit. Lebih tepatnya, ia berada di depan sebuah ruangan operasi, Singto mendongak. Ia melihat lampu di atas ruangan masih menunjukkan warna merah, artinya operasi yang di lakukan oleh para dokter ahli di rumah sakit ini masih belum selesai juga padahal operasi sudah berlangsung selama enam jam.

Singto tidak pernah menduga sebelumnya jika kejadian seperti ini benar-benar akan terjadi. Beruntunglah, Singto berhasil menemukan Off tepat waktu dan membawanya ke Rumah sakit sebelum pria itu kehilangan nyawa. Pria berkulit Tan tersebut menghembuskan nafas panjang, ia tak bisa mengintrogasi Gun sekarang sebab pria mungil itu juga belum sadarkan diri hingga saat ini.

Singto tidak tahu apa yang terjadi kala itu, namun melihat situasi disana. Singto bisa menebak jika Gun lah yang mencoba untuk membunuh Off. Bukan hanya karena keberadaan Off dan Gun di ruangan yang sama, namun juga pisau berlumuran darah yang tergenggam erat di tangan Gun. Meskipun Singto tidak begitu yakin dengan argumen nya sendiri, ia sangat mempercayai Gun. Singto yakin, Gun tidak akan terpengaruh apapun dengan permintaan Krist waktu itu. Akan tetapi mengapa terjadi hal seperti ini?

Singto mencengkeram erat rambutnya, merasa frustasi dengan segala keadaan yang menimpa sekitarnya akhir-akhir ini. Singto yakin, Gun tidaklah bersalah. Walaupun Singto tidak bisa membuktikan kebenaran yang menimpa sahabatnya.

Disaat Singto tengah memikirkan hal-hal yang berkecemuk dalam kepalanya. Dari arah lorong samar-samar ia bisa melihat seorang pria bertubuh mungil berlarian mendekat ke arahnya. Itu adalah Gun. Kentara sekali jika pria mungil itu menghampiri nya karena ingin bertanya akan keadaan sosok yang terbaring di ranjang operasi, pria itu terlihat cemas dengan wajah pucat.

"Sing, bagaimana kondisi P'Off?"

Seperti perkiraan Singto tadi, pria mungil itu langsung melayangkan pertanyaan begitu berada di depan Singto.

Gun adalah pria yang menjaga penampilannya, namun saat ini. Pria itu tidak peduli dengan dirinya sendiri, wajah Gun pucat pasi, rambut acak-acakan, bahkan pria itu tidak mengenakan alas kaki. Dari sana, Singto semakin yakin jika Gun bukanlah orang yang bisa menyakiti Off. Pria itu terlihat kacau akibat rasa cemas yang mendera nya.

"Sing, kenapa kau diam? P'Off baik-baik saja kan?" Tanya Gun seraya menggoyang-goyangkan lengan Singto, mencoba mengalihkan atensi pria itu dari lamunan nya.

"Operasi nya belum selesai Gun."

Tepat seusai Singto bersua, lampu yang berada di atas ruangan tiba-tiba mati. Menandakan operasi nya sudah selesai, hingga selang beberapa lama kemudian. Pintu ruangan itu terbuka, menampilkan seorang dokter lengkap dengan pakaian berwarna biru layaknya pakaian khas operasi.

Belum sempat Gun dan Singto mengajukan pertanyaan, Dokter paruh baya itu langsung membuka mulutnya. "Pasien kehabisan banyak darah. Tapi beruntung, pisau yang tertancap tidak begitu dalam dan tidak mengenai organ-organ penting. Sekarang yang harus kita lakukan adalah memantau keadaan nya agar tidak menimbulkan kejang pasca operasi." Ucap sang dokter, menerangkan keadaan Off. Usai mengatakan hal tadi, dokter itu pun segera beranjak. Meninggalkan dua orang yang kini terpaku di tempatnya.

Tubuh Gun merosot dan terduduk di lantai yang dingin. Singto yang melihat hal itu pun segera menghampiri Gun. Ia memapah sang sahabat untuk duduk di kursi tunggu.

"Ini salahku, Sing. Ini salahku." Gumam Gun lirih, ia mengangkat kedua telapak tangan nya yang bergetar hebat, bahkan air mata nya sudah merembes keluar begitu saja.

Singto meraih tubuh Gun dan memeluknya, pria itu juga menepuk pundak pria mungil itu. Mencoba menenangkan nya. "Ini bukan salahmu Gun." Ucap Singto, Gun menggeleng-gelengkan kepalanya pertanda bahwa apa yang terjadi pada Off memang salah dirinya. Tangis pria mungil itu semakin menjadi. "Sshh, tenanglah. Bisakah kau ceritakan padaku apa yang terjadi saat itu?",

☑️ Love DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang