21 • dua puluh satu

477 77 1
                                    

Beomgyu diam memandang gadis yang tengah terdiam gugup di sampingnya. Setelah Hyojin ketahuan sedang mengamatinya ketika ia melepas piranti penutup kepalanya tadi, kini keadaan berbalik. Ngomong-ngomong melihat Hyojin gugup karena dirinya adalah kepuasan tersendiri bagi laki-laki itu.

"Ja-jawab pertanyaanku tadi!" ucap Hyojin gelagapan.

Mendengarnya Beomgyu merasa menang. Laki-laki itu mengangkat kaki kirinya ke sisi kursi yang lain hingga posisinya sekarang benar-benar menghadap Hyojin. Menaruh siku tangan kanannya di atas meja dan menyenderkan kepalanya ke telapak tangan. "Apa yang kau tanyakan tadi?"

Hyojin tidak menjawab.

"Aku hanya asal menebak kau ada di sini dan itu benar. Aku kesini untuk menemuimu, apa lagi yang akan kulakukan di rooftop sekolah tiga jam sebelum berangkat ke Jepang selain melakukan itu," Beomgyu menjeda kalimatnya sejenak, mengingat-ingat. "Apa lagi yang kau tanyakan tadi?"

"Sudahlah lupakan," Hyojin beranjak dari duduknya. Selain sudah tidak bisa bertahan dengan tatapan Beomgyu yang semakin membuatnya tidak karuan, Hyojin juga sebenarnya sudah lupa pertanyaan apa saja yang ia lontarkan sesaat setelah dirinya menyadari kehadiran Beomgyu. Ayolah, menjadi penonton kursi terdepan untuk pertunjukan visual side profile Beomgyu ditambah bonus jidat yang jarang sekali diperlihatkan membuat bayangan itu memenuhi otaknya. Terbilang lebay, tapi itu yang Hyojin rasakan. Terkadang melihat sesuatu yang kelewat mengagumkan dapat mengisi seluruh bagian otakmu sepenuhnya.

Cuaca hari ini tidak cukup terik. Matahari terlihat sedikit malu-malu untuk memunculkan dirinya. Memilih menyembunyikan separuh bagian tubuhnya dibalik awan. Jalanan Seoul juga tidak berubah sejak terakhir kali Hyojin berdiri di pinggiran rooftop seperti sekarang ini, masih sama ramainya.

Ikut beranjak dan memposisikan dirinya di samping Hyojin, Beomgyu memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana. Keduanya sama-sama terdiam beberapa saat. Membiarkan suara angin sebagai satu-satunya bunyi yang menyapa telinga mereka.

"Maaf," suara itu muncul dari mulut Beomgyu secara tiba-tiba.

"Hm?" Hyojin mengernyitkan dahinya. "Kurasa kau tidak melakukan kesalahan."

Beomgyu menghela nafas panjang sebelum menghadap Hyojin. Meletakkan tangannya di kedua bahu sang gadis agar berhadapan langsung dengan tubuhnya.

Semenjak pemandangan di hadapannya berubah dari gedung-gedung menjulang menjadi wajah teramat tampan, Hyojin menyadari sesuatu. Tingkah Beomgyu sangat manis, jauh dari yang biasa ia lihat saat Beomgyu berada di depan kamera. Beomgyu benar-benar menghilangkan kesan seorang laki-laki imut bermata bulat yang binarnya seperti anak kecil berusia 5 tahun. Ngomong-ngomong semenjak 'resmi', Hyojin sering menyempatkan diri untuk menonton konten-konten TXT. Dari situ ia memberikan image imut dan bertingkah bodoh untuk Beomgyu –ia mengecualikan soal penampilan Beomgyu di atas panggung.

"Maaf tidak bisa seperti yang lain."

"Maksudmu?"

"Aku ingin selalu menemuimu, ingin belajar bersama seperti yang dilakukan murid-murid lainnya saat aku menuju kesini tadi, ingin menghabiskan waktu bersamamu. Tapi aku sangat sibuk. Aku tidak tega melihatmu duduk sendirian di rooftop seperti tadi. Aku-"

"Hentikan, kau berkata seperti itu seolah kau menyesali profesimu sekarang." Hyojin menjeda kalimatnya, memberanikan diri menatap Beomgyu lebih dalam. Berusaha membuktikan bahwa kalimat yang akan ia lontarkan selanjutnya merupakan sesuatu yang berasal dari dalam hatinya.

"Jujur, ini sulit. Sejak awal aku ingin melihatmu sebagai laki-laki biasa seperti yang kau katakan waktu itu. Tapi aku belum bisa melakukannya sampai sekarang. Sekeras apapun aku berusaha, kau yang di hadapanku sekarang dan kau yang akan berada di bandara setelah ini tetaplah orang yang sama. Sulit bagiku untuk beradaptasi karena aku juga tidak menyangka akan jadi seperti ini."

EFFECT • choi beomgyu ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang