01. Laki-laki itu

149 17 2
                                    

Mataku terus terpaku pada jam yang melingkar sempurna dipergelangan tanganku, mengikuti detikan jam yang terasa sangat lambat. Andai aku bisa mengendalikan waktu, pasti menunggu tidak akan sesulit ini.

Aku terus menghitungnya di dalam hati, "Lima puluh delapan, lima puluh sembilan, enam puluh."

Kriinnggg

Dengan cepat aku membereskan buku juga alat tulisku yang ada di atas meja, menggantinya dengan buku sketsa juga pensil yang biasanya kugunakan untuk menggambar.

"Kenapa sih buru-buru banget?" tanya seseorang yang kurasa tengah memperhatikanku sejak tadi. Dia rekan sebangku sekaligus teman dekatku disini, Kim Saeron.

Tanpa memedulikan pertanyaan Saeron, aku berlari secepat kilat dari ruang kelas. Aku tidak boleh terlambat! Ini sangat penting untukku, salah satu alasan mengapa aku begitu bersemangat untuk datang ke sekolah setiap harinya.

"Ya, Lee Hana! Mau kemana sih?" suara Saeron terdengar begitu nyaring, untung saja aku tidak berada didekatnya. Aku pun hanya membalasnya dengan lambaian tangan, bahkan tanpa melihat kearahnya dan terus saja melanjutkan langkahku.

Aku akan segera melakukan ritual seperti biasanya. Ah, bukan ritual yang 'seperti itu'. Aku hanya akan duduk di tepi lapangan dan melihatnya bermain basket. Iya, dia Park Sunghoon, laki-laki yang sangat aku kagumi belakangan ini. Aku tak berani untuk sekedar menyapanya, jadi aku hanya akan menatap ia dari jauh. Tak apa, itu sudah cukup membuatku bahagia.

"Sunghoon, lempar bolanya!" teriak seseorang yang ku yakini itu temannya Sunghoon. Aku tahu namanya, dia Jake. Tapi kami tidak dekat, hanya sebatas tahu nama masing-masing mungkin. Atau hanya aku saja yang tahu namanya? Eum, bisa saja sih.

Laki-laki itu pun melempar bola sesuai perintah Jake, tapi sepertinya lemparannya agak meleset kali ini. Aku mengikuti arah bolanya, kini telah mendarat di dekat perempuan yang duduk di sebuah kursi roda, tersenyum lebar kemudian membungkuk untuk mengambil bola itu.

Ketika pandanganku beralih lagi ke lapangan, Sunghoon terlihat berlari-lari kecil ke sisi lapangan. Tangan kanannya meraih bola dari perempuan tadi, sementara tangan kirinya terulur untuk mengusak pelan rambut si gadis.

"Ngapain disini?" dengan senyuman yang belum juga pudar, ia berjongkok agar lebih leluasa menatap gadis yang duduk di kursi roda itu, "Jangan deket-deket sama lapangan ya, nanti kamu kena bola."

"Apaan sih, cuma mau liat kamu main," balasnya.

Aku hanya menghela napas, perempuan itu selalu saja sok manis. Berlagak lemah agar banyak orang yang memperhatikannya? Aku muak, muak melihatnya. Dan kini ia bersama Sunghoon? Aku tidak tau jika mereka dekat. Dan kini aku tahu, aku semakin membencinya.

Detik itu juga aku bangkit, berniat untuk kembali ke kelas. Untuk pertama kalinya aku tidak suka berada di tempat ini. Entahlah, suasananya begitu panas tiba-tiba. Apa matahari telah menggandakan dirinya? Ah, kurasa iya.

"Loh kok balik?" Saeron sudah berdiri dihadapanku bersama pacarnya, Heeseung. Aku hanya menatapnya malas, mereka ini selalu saja menempel seperti perangko.

"Baru aja mau disusulin. Bener kan kamu disini," ucap Heeseung. Aku dan Heeseung memang sangat akrab. Tentu sudah bisa ditebak kan. Saeron selalu menempel padaku, dan Heeseung memang sangat lengket dengan kekasihnya itu.

Astaga, bucin!

"Males," aku melirik sebentar ke arah Sunghoon dan perempuan itu, "ada kucing yang sok manja sama majikannya," balasku asal.

Mereka berdua mengikuti arah yang kumaksud. Saeron mengerutkan dahinya, "Itu Lee Naeun kan?"

"Aaaa udah deh, jangan disebut-sebut namanya," aku menutup telinga dengan kedua tanganku, "mau ke kelas aja."

With you • Park SunghoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang