Aku masih mematung menatap seorang pria tampan yang selalu ku puja itu. Aku bahkan masih belum bergerak satu senti pun ketika ia mulai melangkahkan kaki dan kini berhenti tepat dihadapanku.
Detik selanjutnya hatiku kembali porak poranda ketika seulas senyuman manis yang selalu aku dambakan mulai terukir, memenuhi indera pengelihatanku. Rasanya bak melihat pangeran tampan di komik romansa yang berjalan dengan cahaya yang menyorotnya, angin sepoi-sepoi, juga bunga-bunga di sekitar wajahnya. Pandanganku benar-benar terkunci padanya.
"Hana.."
Astaga, apa suaranya memang selembut ini?
Satu fakta lagi terungkap, apa ungkapan yang pas? Oh, kalau kata anak jaman sekarang 'bucin', mungkin itu yang mendefinisikan seorang Lee Hana saat ini.
"Eh, di panggil tuh. Ekspresi kamu malu-maluin tau," ucap Saeron seraya menyenggol pelan lenganku.
Saat itulah aku kembali mengumpulkan kesadaranku dan membalas senyuman Sunghoon, "Oh? I-iya, eumm anu itu aku ke kelas duluan ya."
Aku berbalik 180° dan mencoba untuk secepat mungkin meninggalkan situasi yang sangat membuatku gila rasanya. Masa bodoh dengan Saeron yang terus-terusan memanggilku. Kenapa juga Sunghoon harus bersikap seperti itu setelah kejadian tadi? Apa tidak bisa ia berpura-pura tak mengenalku saja? Hhh, frustasi rasanya.
✓✓
"Hana, udah dong marahnya! Aku kan nggak tau."
"Hana!! Maaf deh ya, aku minta maaf."
Seharian ini Saeron terus merengek meminta maaf padaku soal kejadian di kantin tadi. Aku sudah memberi tahunya soal apa yang terjadi padaku dan Sunghoon pagi tadi. Tapi entah kenapa masih berat rasanya memaafkan Saeron. Aku tahu ia tak benar-benar sengaja, aku memang sangat lebay kalau sudah berurusan dengan manusia yang di sebut Park Sunghoon. Karena itulah aku memutuskan untuk mogok bicara hari ini.
"Dih ngambekan amat sih, heran."
Aku masih mengabaikan ocehan Saeron yang sedari tadi berhasil mendominasi pendengaranku. Alih-alih meladeninya aku lebih memilih merapikan buku dan juga alat tulisku. Kelas sudah berakhir sepuluh menit yang lalu, anak-anak di kelasku pun sudah berhamburan keluar. Tapi entahlah, Saeron masih juga enggan meninggalkanku sendirian.
"Udah deh, aku lagi kesel. Besok aja ngobrolnya," ucapku kemudian meraih tas dan bergegas pergi.
Walaupun samar, dapat ku dengar di belakang sana Saeron terus mengoceh tak terima karena aku meninggalkannya. Alasannya tak lain karena gadis itu sudah rela menungguku tadi. Tapi memangnya aku memintanya? Tidak juga kan?
Setelah sampai di gerbang, tiba-tiba seorang satpam menghadangku. Orang yang sama dengan beberapa hari lalu.
"Lee Hana kan? Ada titipan lagi," ucapnya sopan.
"Loh? Lagi pak? Kali ini bapak liatin nggak siapa yang nitipin ini?"
"Aduh maaf ya, bapak tadi lagi sibuk. Nggak sempat liat name tagnya. Pokoknya masih sama, mas ganteng yang waktu itu," jelasnya.
Aku menghela napas kemudian mengangguk paham, "Ya udah, makasih ya pak."
Dengan rasa penasaran yang masih menghinggapiku, aku menerima sekotak coklat juga secarik kertas yang kuyakini ada pesan didalamnya, persis sama seperti waktu itu. Hanya saja, coklat kali ini lebih besar dari yang terakhir kali.
Ya, kalau boleh diceritakan aku memang sudah dua kali ini mendapat coklat juga pesan misterius dari seseorang yang tak ku tahu siapa. Satpam yang menyampaikan padaku hanya bilang, "dari mas ganteng".
KAMU SEDANG MEMBACA
With you • Park Sunghoon
Fanfiction❛❛Aku hanya hujan di atas senja, menghalangi keindahan yang seharusnya tercipta. Dan kini hujan telah reda, aku pamit. Maaf, kamu baik.❛❛