Dia adalah siswa biasa, hidupnya datar-datar saja. Tahun ini adalah tahun ke-3 dia menjadi seorang siswa tingkat akhir di salah satu SMA bergengsi di daerahnya. SMA yang dipenuhi oleh siswa berprestasi, berbakat dan juga para bintang. Dia beruntung menjadi salah satu siswa di sana berkat kecerdasannya dalam bidang matematika dan juga bakatnya dalam musik.
Perkenalkan dia ada seorang lelaki minim ekspresi bernama Alvito Hema Dipraja.
Iya benar, dia merupakan anak dari Boby Sastra Dipraja dan Aninditha Cahyadi. Ayahnya seorang pengusaha sukses dan ibunya seorang mantan model yang pernah naik daun pada masanya. Menjadi anak pengusaha yang sukses dan mantan model tak membuat hidupnya menjadi glamor, dia adalah lelaki sederhana yang tertutup, tidak suka keramaian dan menjadi pusat perhatian. Di sekolah pun ia hanya berteman dengan para sahabatnya saja.
****
Atensi Vito yang semula tertuju pada buku menjadi teralihkan ketika suara bising dari Zahran, Azizi, dan Febian – temannya berlarian menuju tempat duduk mereka.
"Kebiasaan banget jam segini baru berangkat." Ujar Gito si ketua OSIS yang sebenarnya sifatnya hampir mirip dengan Vito.
"Ini si Jahran lemot banget bawa motornya anjir," Azizi mengatur nafasnya yang tercengal akibat berlarian dari lantai satu ke lantai tiga menggunakan tangga.
"Siapa suruh nebeng gue. Orang mah udah disediain lift, eh malah lari lari pake tangga. Nyesel lo ngga bisa satu lift bareng Yessica sama gengnya," Zahran tertawa puas melihat wajah melas Azizi, kemudian mengambil botol minum Evan yang selalu tersedia di atas mejanya.
"Eh Vit, gue ketemu Satine di depan kelasnya, dia nitipin ini ke lo, " Febian mengulurkan paper bag warna hitam ke Vito yang hanya dibalas dengan dehaman saja.
Suara bel berbunyi, hingga seorang guru masuk memberikan pengumuman mengenai pembagian kelas ulang.
Di SMA Academy, kenaikan kelas 12 kelas akan diacak kembali, yang bertujuan untuk menyamaratakan siswa. Jadi, di kelas 12 tidak ada istilah kelas favorit karena semuanya sama dan ketika ada siswa yang lemah dalam satu pelajaran, siswa lain akan membantunya dengan metode tutor sebaya.
Agaknya keberuntungan ada di pihak 6 sekawan itu, mereka menjadi satu kelas kembali dan akan sekelas dengan para bintang sekolah.
Menjadi satu kelas dengan para bintang sekolah bukanlah hal mudah, kelas mereka akan menjadi sorotan kelas lain. Vito, Azizi, Zahran, Febian, Gito, dan Evan mereka bukanlah siswa populer, kecuali Gito yang merupakan ketua Osis dan Azizi yang merupakan anak basket. Mereka hanya siswa biasa yang kebetulan memiliki prestasi yang cukup membanggakan untuk diri sendiri.
Sebelumnya, mereka menjadi siswa IPA 1, kelas yang berisi siswa ambis, pendiam, dan kutu buku. Kali ini mereka harus berada di kelas IPA 5 dan mau tidak mau akan sekelasas dengan Yessica, Fiony, Nabila, Dhea, dan Helisma. Lima siswi yang mempunyai status social cukup tinggi. Berprofesi menjadi model, selebgram, dan pro player membuat mereka digandrungi banyak orang tidak terkecuali siswa – siswi SMA Academy. Sementara Amirah, Oniel, dan Jesslyn harus terpisah dari sahabatnya, karena mereka berada di kelas yang berbeda.
****
Duduk sendiri di taman belakang sembari mendengarkan lagu dan membaca buku adalah rutinitas yang Vito lakukan ketika istirahat pertama. Teman – temannya sudah memaklumi hal itu, Vito dan kesendirian adalah hal mutlak. Tidak ada yang boleh menganggu ketika Vito sedang mendengarkan lagu dan membaca buku. Karena, ketika hal tersebut terjadi akan menyulut amarah Vito yang sangat jarang ia perlihatkan. Ya, dia terlalu minim ekspresi.
Hari pertama masuk sekolah hanya diisi dengan pengumuman kelas baru dan rapat para guru, kelas akan kosong hingga jam sekolah berakhir. Di sinilah Vito, duduk di taman belakang dengan aktivias rutinnya. Teman – temannya lebih memilih pergi ke kantin. Di tengah keheningan yang sedang Vito nikmati, ia harus terganggu dengan keberadaan seorang perempuan yang selama satu tahun ini selalu mengusik kehidupannya. Dan Vito tidak menyukai itu.
Gadis itu duduk di sebelah Vito yang sama sekali tidak mempedulikan kehadirannya, ia malah mengeraskan suara musik yang ia dengar. Merasa kehadirannya tidak diperhatikan, gadis itu menarik dengan lembut salah satu earphone yang Vito kenakan.
"Kamu daritadi aku panggil kenapa diem aja sih, Vit!" Vito menatapnya tajam, namun gadis itu tetap mengusik Vito. "Coklat yang aku titipin ke Febian tadi udah kamu makan? Kemarin waktu aku liburan ke Italy enggak sengaja beli yang banyak, kan kamu suka," Dia, Satine, terus berceloteh dan senyumannya yang sangat cantik yang justru membuat Vito jengah.
"Aku sedih banget tahun ini kita enggak sekelas lagi, tapi enggak apa apa untungnya kelas kita berhadapan hehe," Keluh Satine, ia memang selalu berharap jika bisa satu kelas dengan Vito, namun hal itu ternyata tidak pernah terjadi. Merasa terus diusik, Vito beranjak dari duduknya, meninggalkan Satine yang masih asik berceloteh.
"Vito mau ke mana?" Dia menahan lengan Vito.
"Berisik, Lepas!" Vito menghempaskan tangan Satine dan berjalan meninggalkannya. Satine hanya menghela nafas melihat sikap Vito yang sejak dulu selalu sama.
****
Hallo!
Ini kali pertama saya bikin tulisan, sebelumnya hanya jadi pembaca tanpa punya bayangan bakal nulis cerita haha.
Mohon maaf jika tulisan saya masih kurang bagus, saya masih perlu banyak belajar lagi :') dan untuk siapa pun yang menemukan cerita ini, terima kasih banyak 🙏🏻
Ditunggu kritik dan saranyaa
Mohon bantuannya 🙏🏻
KAMU SEDANG MEMBACA
Ice Cream & Chocolate
General Fiction"Kamu itu seperti es krim, dingin, tapi aku suka." - Yessica Tamara "Kalau coklat itu manis, senyum kamu berkali-kali lipat lebih manis daripada coklat favoritku" - Alvito Hema Dipraja