Indigo

7 0 0
                                    

Ia baru menyadari bahwa cahaya yang selama ini dipikirnya hanya mimpi akan muncul ketika ia mengalami luapan perasaan yang amat sangat.

Seperti sekarang, cahaya itu muncul kembali pada titik klimaksnya.

Lawan tidurnya menatapnya dengan mata berkilauan dan tertawa. "Aku tidak menyangka kalau kau memiliki kemampuan sihir."

"Aku tidak harus menunjukkannya padamu, kan?" dengusnya. "Lagi pula, ini bukan sihir. Ini hanya cahaya."

"Itu bukan cahaya biasa, manisku." Dalam dekapan sang pasangan, ia mendapati seisi tubuhnya bergejolak nikmat. "Cahaya itu adalah tanda bahwa kau bukan manusia biasa."

"Begitukah?"

"Dan melihat dari ekspresimu," seringai lawan bicaranya melebar. "Tampaknya kau masih belum bisa menguasai kemampuanmu sendiri. Betapa sayangnya."

"Apa yang perlu disayangkan?" Ia mendengus lagi. "Aku tidak butuh sihir untuk menunjukkan kehebatanku."

Kalimat itu dijawab oleh tawa yang menggelegar. "Oh, karena inilah aku amat tertarik padamu," katanya. "Tentu saja bukan itu maksudku."

"Jelaskan."

"Maksudku adalah," tangan yang sedari tadi menyusuri lekuk tubuh sang pasangan kini mengambang di udara dan menghadirkan cahaya merah di atas telapak tangannya. "Tidakkah kau berpikir bahwa cahaya itu bisa menguak sisi gelap yang selama ini tidak bisa kamu lihat?"

Pertanyaan itu membuatnya tergugu. "Sisi gelap?"

Kembali, lawan bicaranya tergelak. "Kau seharusnya mengingat kata-kataku waktu itu dengan baik; bahwa tidak semua tempat bisa diraih oleh satu cahaya saja."

"Berhentilah membuatku merasa tidak nyaman."

"Sayangku, yang kulakukan hanyalah memberimu kunci dari suatu realitas. Kalau kau menepisnya, maka kau akan kehilangan kesempatan untuk menyelamatkan apa yang berharga bagimu."

Kembali, ia tertegun. Perlahan-lahan tangannya mengikuti tangan pasangannya, dan cahaya muncul dari tangannya dan berpendar lemah sebelum ia menghilang kembali.

"...beda."

Alis pasangannya meninggi. "Apa?"

"Cahaya yang muncul," ujarnya dengan terpana. "Waktu cahaya itu pertama kali muncul, warnanya biru pekat. Bukan ungu seperti ini."

"Tidakkah itu menarik," tangan yang semula bergantung di udara kini saling bertaut, sebelum jemari mereka kembali menyusuri tubuh satu sama lain secara bersamaan. "Bahwa kemungkinan besar kau memiliki kekuatan yang tak pernah terpikirkan sebelumnya."

Ia memilih untuk mengangguk saja, tetapi hati kecilnya tahu bahwa adahal lain yang menyebabkan warna cahayanya berubah.

[COMMISSION] SciamachyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang