6 - Orang Asing

76 7 0
                                    

Aku tengah duduk disebuah kafe dengan secangkir cokelat hangat dihadapanku. Selimut tebal tersampir dibahuku. Mataku beralih menatap pria yang baru saja keluar dari lorong toilet kafe ini dengan pakaian sudah kering.

“maaf sudah merepotkanmu” suaraku masih sangat parau, menunduk setelah berucap. Seba  terlalu malu untuk sekedar mengangkat wajahku setelah memeluknya di tengah hujan dan menjadikannya pelampiasan emosiku. Oh jangan lupakan, dia bahkan membelikanku pakaian kering hingga akhirnya aku dapat duduk dengan hangat disini.

Kulihat dari ekor mataku dia malah tersenyum. Aku mengangkat wajahku, disaat itu mata kami bersibobrok. Dalam sekejap, matanya seakan menyedot pandanganku. membuatku menjadikannya satu – satunya objek yang dapat kulihat.

Lagi dia tersenyum, sedikit menenangkan hatiku yang terlampau kacau.

“minumlah, itu akan membuatmu hangat” Pria itu menyeruput cokelat hangat dihadapannya. Aku mengangguk mengikuti apa yang ia lakukan.

“sudah lebih baik?”

“ya. Terimakasih banyak”

Dia mengangguk “sama – sama” kemudian sejenak mengalihkan pandangan keluar jendela.

Aku ikut menatap jendela yang memamerkan suasana sisa hujan. Aku menghela napas berat. Ini sungguh hari yang berat. Setelah kejadian di rumah aku mendapatkan kejutan dari Putra dan Senjani.

Setelah kejadian kecelakaan, hidupku tak ada yang berjalan dengan benar. Meski, jujur Putra sebenarnya adalah salah satu hal terbaik disaat hidupku begitu terpuruk, ya sebelum hari ini tiba dan aku mengetahui semuanya adalah palsu.

Apakah di langit sana seseorang membuatkan perjanjian untukku? Menukar kebahagiaanku dengan sebuah nyawa kehidupan saat aku dalam keadaan koma 10 tahun lalu?

“hujannya sudah berhenti. Mau ikut denganku? Akan kutunjukkan tempat yang membuatmu merasa lebih baik” suara dihadapanku menghentikan semua pikir yang tengah berkecamuk.

Aku menatapnya, pria dengan rahang tegas, halis tebal, mata seterang bintang, hidung mancung, gigi kelinci, dan senyum yang tak lepas dari wajahnya. Satu pertanyaan pun muncul mengapa pria ini begitu baik padaku? Lagi – lagi aku berpikir apa begitu menyedihkannya diriku? Seperti halnya yang Putra katakan.

“hei, kau tidak menyedihkan. kau mirip seseorang yang kukenal dulu, dia sudah sangat baik padaku. Aku juga ingin melakukan hal yang sama” jelasnya.

Mata sembabku membulat “kau bisa membaca pikiran seseorang?” tanyaku karena ucapannya yang 100% benar.

Dia tertawa “tidak. Hanya saja tertulis jelas di wajahmu”

Aku tersenyum mendengar jawabannya. Sepertinya bukan hal buruk untuk mengikuti ajakannya “baiklah. Aku ikut”

“habiskan cokelatmu. Setelah itu kita pergi”

 Setelah itu kita pergi”

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
ONLY METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang