Saat malam tiba, aku mengantar Sakha ke rumahnya untuk mengambil barang yang akan dia bawa ke Australia nanti.
Ini sudah kali ke berapa aku berkunjung ke rumahnya namun selalu berhasil dibuat kagum oleh rumah bernuansa nature ini. Kayu - kayu besar menyangga rumah ini dengan kokoh. Benar - benar rumah impianku.
"Aku yakin kau membuat rumah ini dengan kerja yang sangat keras" celetuk Chandani mengekor Sakha yang berada didepannya.
"Aku selalu bermimpi mendapatkan rumah indah seperti ini. Tapi nampaknya usahaku belum cukup" tawa ringan mengakhiri kalimat Chandani.
Sakha menghentikan langkahnya "inikan sekarang rumahmu juga" balasnya santai.
"ey, kita memang menikah tapi tidak seperti itu juga"
"harus seperti itu, semua milkku adalah milikmu. Dan milikmu juga milikku" dia merapatkan tubuhnya padaku menatapku begitu dalam.
"tanpamu aku takkan pernah seperti sekarang" aku menatapnya penuh tanya. Memangnya aku sudah berbuat apa?
"hm, semuanya berkatmu"
Aku melangkah mundur. Akhir - akhir ini sebuah ketakutan selalu menghampiri setiap momen indah menghampiriku. Aku benar - benar takut akan kembali jatuh, aku takut kembali kecewa oleh harapanku yang selalu besar terhadap orang lain.
"ada apa?"
Aku menggeleng "tidak ada"
"bohong" Sakha menarikku dan mengungkungku dalam lengan kekarnya.
"sungguh"
Dia malah menarik satu sudut bibirnya, oh dia mulai lagi.
Menghujamiku dengan kecupan lembutnya.
"katakan ada apa?" dia sempat menghentikannya.
"tidak ada apa - apa Kha" bagaimana jika Sakha benar - benar tulus padaku? Ucapanku nanti hanya akan menyakitinya.
Ranumnya kembali mendarat di bibirku. Lebih lama.
"tidak ingin mengatakannya?" tanya Sakha menjeda "aku benar - benar takkan melepaskanmu" ancamnya.
Dia serius dengan ancamannya, wajahnya kembali mendekat.
"akan kukatakan" ucapku menahan rahangnya dengan kedua tanganku.
"Aku.. takut Kha" menghela napas sejenak aku melanjutkan kalimatku "aku selalu percaya jika semua orang itu baik. hanya saja, Putra sedikit mengubahku akan hal itu."
"Kau sangat - sangat baik padaku. Aku tak bermaksud untuk merusak kebaikan itu. Tapi lagi - lai sebuah pemikiran muncul, benarkah itu dari dalam dirimu? Atau ada maksud lain?"
"Aku tak dapat lagi mengelak jika aku sudah terjatuh padamu. Tapi semakin besar rasa itu, takut itu juga ikut membesar. Maaf jika ini akan menyakitimu. Tapi setiap hal baik datang padaku, hal lebih menyakitkan akan datang setelahnya"
Aku menunduk mencegah Sakha melihat air mataku yang kini mulai berjatuhan.
"Chanda" dia meraih daguku meminta untuk diriku menatapnya "kau sama sekali tak menyakitiku. Aku takkan menyalahkan dirimu, kau masih terluka didalam sana. Luka itu membuat rasa takut itu muncul. Kau hanya perlu sedikit waktu untuk benar - benar menyadari jika perasaanku tulus. Aku mencintaimu, sangat menyayangimu"
"Ingat dulu kau pernah mengatakan Tuhan takkan menciptakan kesakitan tanpa tujuan padaku?"
"aku benar bukan apa - apa tanpamu Chanda. Saat dimana aku hanyalah orang lemah yang bahkan tak bisa melindungi ibuku, kau disana menggenggam tanganku membawaku untuk bangun."
Aku ingat memori itu. bermula saat melihat Sakha dikucilkan berulang kali di kelas kami, hanya karena dia pendiam dan juga kacamata tebalnya. Aku tahu bagaimana rasanya kesepian, membuatku menghampirinya dan menjadi dekat dengannya.
suatu waktu dia tak masuk hampir satu minggu, hingga akhirnya aku mendatangi rumahnya. Dan disana aku mengetahui bahwa ibunya meninggal karena kecelakaan saat pulang bekerja. Sakha mengatakan jika dirinya sudah tak mempunyai ayah, oleh karena itu ibunya lah yang bekerja untuk menghidupi mereka.
Tuhan takkan menciptakan kesakitan tanpa tujuan. Kalimat yang aku lontarkan padanya adalah pesan yang ibu sampaikan padaku sebelum ibu benar - benar menjaga jarak dariku. Dan aku mulai mengerti maksud kalimat itu.
Tanpa kesakitan kebenaran tentangku takkan terungkap
Tanpa kesakitan, aku hanya akan terjebak pada cinta Putra yang palsu.
Tanpa kesakitan aku takkan melihat ayah benar - benar mengakuiku.
Dan tanpa kesakitan, aku takkan seperti sekarang bersama Sakha dan merasakan kasihnya yang tulus.
"kau selalu menyemangatiku, bersamaku, hingga akhir kepindahanmu. Kau hidupku sejak saat itu. Untuk itu aku selalu berusaha lebih keras agar suatu saat aku bisa menemukanmu"
"Sakha... terimakasih" ucapku tersendat kemudian menghambur kepelukannya. Rasanya sangat hangat mendengar penuturannya. Memori kesakitan itu kembali berputar dimana selalu aku yang disalahkan. Namun kesakitan itu mengubahnya menjadi hanya aku, benar - benar hanya aku yang dicintai oleh Sakha.
END
KAMU SEDANG MEMBACA
ONLY ME
Short StorySegalanya selalu dilimpahkan padaku, meski kesalahan yang tak pernah aku perbuat. Hingga akhirnya kau datang menjadikanku hanya satu - satunya bagimu. © Halcyon