10

197 36 5
                                    

Serena mendengus pelan, sedikit lelah merasakan kepadatan yang seolah tak pernah lepas dari ibu kota. Wanita kelahiran Semarang ini melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangannya yang masih menunjukkan pukul 7 pagi lewat sedikit, beruntung ia berangkat sedikit lebih pagi. Nyatanya tebakannya benar, lalu lintas di depan matanya sudah padat merayap.

Lebih beruntung lagi, ia mendapatkan pengemudi ojek online yang cukup gesit sehingga motor matic yang mereka tumpangi tidak hanya berhenti sembari menunggu kendaraan-kendaraan di depannya melaju. Dengan yakin pria paruh baya pengemudi ojek online ini menyusup melewati mobil-mobil yang berjajar di jalanan.

"Ya ampun, neng. Dulu waktu saya kecil, Jakarta nggak pernah semacet ini. Sekarang pagi-pagi aja udah penuh jalanan," ujar pengemudi ojek online yang sedikit kurang jelas di telinga Serena akibat masker yang terpasang di wajah si bapak tersebut.

"Iya, pak."

Setelah itu Serena hanya mampu tersenyum dan menanggapi celotehan panjang si bapak dengan seadanya, sementara si bapak melanjutkan sesi curhat dadakan padahal Serena sudah ogah-ogahan. Bukan tanpa alasan, sudah hampir 5 hari ini Serena lembur mengerjakan proyek yang berkaitan dengan Samudera Regency. Bahkan semalam ia lembur dan pulang larut pukul 11 malam. Beruntung tidak hanya dirinya yang melaksanakan aktivitas melelahkan itu, Adriana dan Yudha turut serta menemani dirinya dengan melakukan pekerjaan mereka masing-masing.

"Maaf ya, neng. Kata istri bapak, bapak emang orangnya agak cerewet. Jadi maaf banget nih kalau saya mengganggu kenyamanan eneng." si bapak pengemudi ojek online kembali buka suara setelah sampai pada tujuan dan Serena menyerahkan helm berwarna hijau kepada si bapak.

"Ya ampun pak, nggak kok. Maaf ya, pak, saya yang nggak sopan gara-gara nyuekin bapak. Habis saya agak capek, pak." Balas Serena dengan tawa canggung yang mengakhiri kalimatnya. Ia malah merasa bersalah akibat permintaan maaf si bapak yang tidak salah apa-apa.

"Iya, neng. Semangat kerjanya, neng. Anak saya juga seumuran eneng, lagi semangat-semangatnya nyari duit." Ujar si bapak.

"Kalau gitu saya duluan ya, pak. Makasih." Serena segera berlalu sebelum kembali berbalik akibat si bapak kembali memanggilnya.

"Ini neng, kelupaan."

Serena menepuk jidatnya, merutuki kebodohannya yang hampir saja meninggalkan benda penting tersebut. Seraya menerima paper bag yang disodorkan si bapak kepadanya, ia mengucapkan terima kasih kepada si bapak pengemudi ojek online yang kemudian meninggalkan halaman gedung.

Hampir aja lupa.

Serena segera memasuki area gedung dan menuju ke dalam benda berbentuk persegi panjang –lift- yang terletak di sisi kiri dari pintu masuk gedung, kemudian lift bergerak setelah terdapat beberapa karyawan yang juga memenuhi lift tersebut. Serena lantas keluar dari lift setelah lift berhenti di lantai 5.

"Pagi, Ren. Ngalamun aja lo." Sapa Mas Abrar yang ternyata juga baru saja keluar dari lift yang sama dengannya.

"Eh, mas. Pagi." Balas Serena dengan senyum kecut, terkejut akibat kedatangan Mas Abrar sekaligus ia yang terpergok tengah melamun.

"Semalam balik jam berapa lo?" tanya Mas Abrar seraya menyejajarkan langkah dengan Serena yang hendak menuju ke ruangan divisi 1.

"Jam 11, mas. Bareng Adri sama Yudha juga untungnya." Ujar Serena yang dibalas dengan beberapa anggukan dari Mas Abrar. "Nanti aku mau konsul. Ada waktu kan, mas?"

[HUNRENE] : Mr. Suit and TieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang