chapter 9

857 133 18
                                    

Aku cinta kamu.

oOo

"ANJIR HANDPHONE GUE MANAAAAA?"

"MATI GUE MATI."

"SALSHA HANDPHONE GUE MANA WOI?!" teriak (Namakamu) karena dirinya teringat hanya Salsha yang tidak mabuk. "SALSHA WAKE UP! PLEASE INI GUE LAGI DIANTARA HIDUP SAMA MATI TAU NGGAK SIH?"

"Di tas gue! Bawel banget."

(Namakamu) langsung buru-buru mengambil tas milik Salsha dan meraih ponselnya di dalam sana yang sedang dalam keadaan mati. (Namakamu) mengambil charger dan memasangkannya diponsel tersebut tapi di sana batrai ponselnya masih penuh itu bertanda ponsel tersebut hanya dalam mode tidak aktif.

"YaAllah deg-degan." (Namakamu) menggigiti kukunya seraya menatap ponsel yang entah kenapa menjadi sangat lama ketika menunggunya aktif. Jantungnya berdebar. "Gue takut digorok Iqbaal." lirihnya.

"Tenang aja sih. Aman pokoknya sama gue," ujar Salsha parau. Ia jadi tidak bisa tidur lagi karena teriakan (Namakamu) yang cukup memekakkan telinganya.

"Banyak banget chat sama telepon dari Iqbaal."

Salsha menguncir rambutnya asal. "Itu paling semalem. Jam 2 dia telpon gue, pas baru mau balik. Terus gue bilang aja lo tidur. Orang di sini udah jam 2 pagi. Aman udah tenang aja. Besok kita pulang, mending packing terus seneng-seneng."

oOo

"Iqbaal. Sekali doang itu beneran deh. Nggak pernah kayak gitu kok akunya." (Namakamu) menatap Iqbaal dengan muka yang sangat melas.

Ya, sejak kepulangannya dari UK, (Namakamu) langsung ditarik oleh Iqbaal ke rumah perempuan itu dan diceramahi habis-habisan hingga (Namakamu) bahkan tidak ingat apa yang dikatakan Iqbaal. Terlalu banyak.

"Aku beneran pengen ngelamar kamu. Nggak mau nunggu lagi sampe lulus ataupun setelah aku gantiin ayah." Iqbaal marah tentu saja. Laki-laki ini mengetahui apa yang dilakukan oleh (Namakamu) pada malam itu.

Itu sebabnya Iqbaal jarang menelpon (Namakamu) setelah malam itu.

"Nggak bisa dikasih kepercayaan kamu itu. Nggak bakal aku kasih izin buat pergi-pergi lagi."

"Sekali aja kok itu, Baal. Nggak lagi-lagi, janji." (Namakamu) menatap Iqbaal memelas. Ia lelah sedari tadi langsung dihujami dengan beberapa ocehan dari mulut Iqbaal.

"Sekali apaan? Waktu SMA, pernah kan kamu? Kemana waktu itu? Dicariin malah cabut. Tiba-tiba deket aja sama Nadhif." Iqbaal tidak berhenti memarahi (Namakamu).

Laki-laki itu mengetahui dari temannya yang memang kebetulan menatap di Inggris. Dan di sana temannya menghubungi Iqbaal karena melihat (Namakamu). Dan tentu saja itu membuat Iqbaal marah dan tidak menghubungi (Namakamu).

"Siapa sih yang ngasih tau Iqbaal? Cepu banget bangsul," lirih (Namakamu) namun Iqbaal masih dapat mendengarnya.

"Baguslah ada yang ngasih tau aku. Kalo engga bakal diulang mulu nih kamu begini." Iqbaal menatap (Namakamu) tajam. "Pokoknya kamu nggak boleh pergi-pergi lagi."

"Nggak bisa gitu dong, Baal! Aku kan jarang quality time sama mereka. Setahun sekali loh ketemu mereka."

"I dont give a fuck, babe. Kalo quality time kamu sama mereka kayak begitu mendingan nggak usah sama sekali, kan?" Iqbaal merebahkan dirinya di ranjang gadis itu. Lalu laki-laki itu mengeluarkan ponselnya dari kantong celana.

"Yaudah bodo amat. Nggak perlu izin juga sama kamu. Emang kamu siapa?" tantang (Namakamu).

"Tahun ini bakal jadi suami kamu," jawab Iqbaal santai. "Biar kamu dosa kalo mau liburan tahun depan dan aku ngelarang tapi kamu ngotot."

Petrichor (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang