PROLOG

76 14 7
                                    

Happy Reading!
.
.
.

Jalanan itu sepi tak ada satupun orang yang lewat. Banyak orang mengira jalan itu adalah jalan keramat, siapapun orang yang melewati jalan itu pada malam Minggu pasti esoknya akan dikabarkan telah menjemput ajalnya dengan keadaan yang begitu menggemaskan. Tapi siapa yang mengira jika dibalik misteri itu ada seorang laki-laki tampan yang tengah bersenang-senang melakukan rutinitas mingguannya. Tawa penuh kebahagiaan selalu terdengar bersamaan dengan jeritan penuh kesakitan.

"Arghh.. ss-sakit. K-ku mohon--"

"Diamlah! Nikmati dan teruslah berteriak," ujarnya, bibirnya melengkung membentuk senyuman, ini sangat menyenangkan. Tak ada yang lebih baik daripada membunuh, pikirnya. "I like your voice when you scream, Dear."

"A-ak-ku--"

"Sssttt.. sepertinya kau sudah tidak sabar untuk mengunjungi neraka." Tangan kekar berlumur darah itu membelai lembut pipi wanita yang sedang terbaring lemah dengan nafas terengah-engah. "Oke, mari kita mulai."

"Le-pash."

"Benarkah kau ingin lepas dariku? Mungkinkah kau belum mengenalku? Lebih baik aku memperkenalkan diriku terlebih dahulu." Laki-laki itu terus menggores bagian wajah wanita malang itu dengan pisau miliknya. Pisau andalannya yang selalu dia gunakan untuk membunuh. "So, this is me Prince of Psychopat."

"Gue mau sombong sama lo. Jadi dengerin ya," papar Prince seraya memainkan hidung korbannya dengan cara menutup lubang pernapasan.

"Dengerin nih! Gue Prince Putra Alexander, prince of Psychopat, prince of Drakness, and prince in your heart."

"Gimana udah baper belum? Kalau udah gue mau mempertemukan lo sama ajal lo, biar nggak kepikiran gue terus."

Tak ada respon yang diberikan wanita itu, maka dengan senang hati, Prince mulai menggores dalam korbannya, wajah, tangan, perut, dan kaki tak ada yang bersih tanpa goresan. Semua sudah diukir oleh Prince. Gila memang, namun ini hobby.

Otak Prince memang sudah tidak waras sejak bayi. Jika seorang anak sekolah dasar ditanyai tentang hobby, mungkinkah mereka akan memjawab 'membunuh'? Oh tentu tidak bukan. Itu hanyalah pikiran gila Prince.

"Hobby kalian apa sih?"

Dari berbagai nama hobby yang dilontarkan, hanya satu yang membuat semua orang terdiam. Kompak satu kelas menatap ke arah Prince resah. Sedangkan yang ditatap hanya diam dengan tatapan polos menyorot satu kelas.

"Kenapa?" tanya Prince.

"Kamu beneran suka membunuh, Prince?" Prince mengangguk cepat kala mendapat pertanyaan seperti itu oleh temannya. Sungguh ini otaknya yang terlalu polos hingga tak mengerti keadaan sekitar atau memang sengaja mengacuhkannya?

Tak sedikit anak perempuan yang saling berpelukan takut, bahkan anak perempuan yang duduk di depan Prince kini sudah berpindah tempat ke pojok kelas.

"Prince," sentak Bu Diah. "Kamu jangan mengada-ada jika kamu ingin di puji. Jadilah diri kamu sendiri."

"Tapi hobbyku emang membunuh, Bu." Prince tak terima jika dia dibilang mengada-ada, umurnya yang masih kecil tak membuatnya diam saat dihina. Lawan aja, kalau perlu bunuh, Ayah yang bilang gitu, ujar batinnya. "Bunuh nyamuk itu dosa, ya?"

Biarkanlah Prince bahagia dengan caranya.

"Liat nih!" papar Prince seraya mengarahkan cermin kecil tepat di wajah wanita itu. Niatnya hanya untuk memperlihatkan hasil karyanya pada korbannya sebagai kado terindah dari Prince. "Sayang kalau tubuh lo buat giliran terus, mending disumbangin aja, gimana?"

Pisau bermata digerakkan perlahan Prince menggores perut wanita malang itu. "Eh ralat, maksud gue sumbangin organ tubuh lo."

"Arghh.. ku mo-hon. Ssstt i-ni sangat ss-sakit," ucap wanita itu terbata, napasnya terengah membuatnya sulit untuk berbicara.

Prince acuh, seakan-akan itu semua hanya angin lalu yang tak terlihat. Pisau kembali menggores kaki wanita malang yang sudah pasrah akan takdirnya. Darah keluar dengan deras mengotori bajunya. Tidak ada yang lebih baik dari darah. Bagi Prince itu semua sangatlah menyenangkan.

Darah dan jeritan.

Itu hal yang paling disukai Prince.

"Lepass-kan ak-u, arghh.. Hiks." Wanita itu terus memohon untuk dilepaskan, namun Prince tetap melanjutkan kegiatannya. Bagi seorang psychopat, dia tidak akan melepaskan mangsanya sebelum orang itu meninggal. Bagaimanapun mangsa adalah mangsa tak akan berubah menjadi teman hidup.

Prince menusuk perut wanita itu dengan sekali tusukan, dengan tingkah bagai anak TK, laki-laki itu justru mengocok isi perut korbannya dengan pisau. Inilah kebahagiaan Prince. Tanpa rasa iba, Prince mencoba mengambil ginjal wanita itu, membuat darah muncrat dengan deras menyembur ke arahnya.

"Ini baru yang disebut dengan mandi darah. Baunya sangat harum," seloroh Prince tertawa pelan. "Thank you, Darling, I'm so happy."

Setelah wanita tersebut benar benar tidak bernyawa, Prince menelpon tangan kanannya untuk membereskan semua itu tanpa meninggalkan jejak.

Sementara di sisi lain, seorang gadis manis berkuncir kuda tengah berjalan menyusuri kesepian kota. Jalanan ini begitu sepi, pencahayaan pun begitu minim, hanya ada sinar bulan yang menerangi.

Dia Diana Putri Az-Zahra, gadis manis berlesung pipi dengan segala tingkah ramahnya. Diana merantau ke kota untuk beasiswa yang telah dia dapatkan. Seharusnya dia sudah tidur, bermimpi untuk bertemu seorang pangeran. Tapi apa yang sebenarnya sedang terjadi? Gadis itu justru tersesat, jalanan yang sepi membuatnya tak bisa bertanya orang lain.

Diana terus berjalan, berharap menemukan seseorang untuk ditanyai. Hingga langkah itu membawanya pada sebuah teriakan penuh kesakitan. Dia mendekati asal suara. Sungguh Diana tak menyangka jika awal hari di kotanya justru akan melihat hal keji seperti itu. Seorang laki-laki dengan derai tawanya tengah membunuh seorang wanita. Oh Tuhan apa ini? pikirnya.

Gadis itu terkejut melihat itu. Dia ingin menolong, tetapi dia tidak berani. Ingin berteriak tapi dia yakin akan percuma karena jalan ini sangat sepi.

Krak..

Diana merutuki kebodohannya yang tidak sengaja menginjak dahan pohon. Sejenak Diana melirik psychopat itu yang sudah berjalan mendekatinya. Takut, itu yang Diana rasakan.

Diana berlari, dia tak mau hidupnya berakhir di tangan seorang psychopat. Sungguh dia tak mau.

"Berhenti!"

Deg.

Diana tak berhenti, gadis itu justru mempercepat larinya. Namun rasanya sia-sia, dia tertangkap.

Prince menatap tajam Diana, bibirnya melengkung membentuk smirk.

"Hai, babe! What's your name?" tanya Prince membelai lembut pipi Diana yang sudah bahas karena tangis. Diana merasa jijik ketika pipinya bergesekan dengan tangan kekar Prince yang berlumur darah. Apalagi saat melihat baju laki-laki itu. Oh My God.

"Jawablah! Kenapa kau diam?Apa kau bisu?" cetus Prince. Tak ada nada kasar yang dalam kalimatnya, hanya ada nada lembut namun terkesan sangat mengerikan.

Psychopat itu pandai mengatur emosi. Psychopat akan marah hanya ketika sesuatu yang sangat berharga dalam hidupnya tergangu. Selain itu pola pikir psychopat juga sangat sederhana.

Merasa jika gadis itu tak mau angkat suara, Prince akhirnya kembali bersuara. Nadanya tenang dan penuh kelembutan tapi bagi Diana itu adalah keramat baginya.

"Melihatku bermain, maka sama saja kau korbanku." Lanjut Prince

***

A collab story' by anandaprr17 and me.

Beri satu kata untuk prolog!

TBC.

Prince of PsychopatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang