Ibu yang Della maksud itu adalah ibunya sendiri, tidak mungkin ibu Dannu. Dalam hati, Dannu mengira-ngira apa yang menjadi tujuan dari wanita sosialita itu untuk bertemu dengannya. Bukannya seharusnya dia bertemu dengan adik kembarnya? Kenapa harus Dannu coba? "Baiklah, beritahu aku waktu dan tempatnya."
"Malam ini jam 7 di Cafe Britania," ujar Della cekatan.
"Oh! Bagaimana jika aku bilang aku tidak bisa?" Dannu tidak terpikir jika waktu dan tempat ia akan dipertemukan dengan ibunya Della sudah ditentukan. Para orang borjuis ini sangat yakin jika orang hampir borjuis-menyerempet proletar- seperti Dannu selalu punya waktu kosong. Well, actually that's the fact. Ia tidak punya bisnis yang harus dipikir dan pacar yang harus dijaga.
"Aku tahu kau tidak akan menolak, Kak. Aku akan menghubungi ibuku setelah ini. Hm . . ." Della terlihat bimbang dengan apa yang ingin dia katakan.
"Apa?"
"Semangat, Kak!"
Setelah memberikan semangat, Della langsung keluar begitu saja. Ada apa? Kenapa ia diberi semangat? Perasaannya menjadi tidak enak. Pasti ada apa-apanya ini, Dannu yakin!
.
.
.
》》》
.
.
.
15 menit sebelum pukul 7 di Cafe Britania.
Dannu telah tiba di tempat yang telah Della beritahu dengan mengendarai Ducatti kuning hadiah dari sang calon adik ipar di hari ulangtahunnya yang ke 24 dulu. Si Po itu bahkan rela menjual mobil sport-nya hanya untuk membelikannya hadiah. Meski uang dari hasil menjual mobil itu tidak sepenuhnya untuk membelikannya motor, tapi calon adik iparnya itu bahkan cukup bodoh untuk menghambur-hamburkan uangnya dan menyewa beberapa detektif gadungan. Untung saja Della segera menangani kasus itu dan menangkap semua pihak yang memanfaatkan kebodohan adiknya.
Well, Dannu tidak boleh menyalahkan siapapun, biar bagaimanapun, Po tidak akan menjual mobilnya jika bukan karena ingin mencari adiknya, Kanna. Kalau sampai suatu hari mereka tidak bersama, Dannu akan mengamuk dan menghancurkan pesta pernikahan masing-masing. Yang benar saja, cinta mereka itu didapat dengan bersusah payah. Melihatnya terbengkalai begitu saja bukanlah jalan tentram bagi Dannu.
"Selamat malam, Ibu," sapa Dannu pada ibunya Della dan Po yang ternyata sudah tiba di Cafe Britania lebih dulu.
"Oh, my son, Dannu!" Ibunya Della segera bangkit dan memberikan Dannu sebuah pelukan hangat. Jangan kaget, terkadang ibunya Della masih bisa salah membedakan Dannu dan Danni. Kepalang tanggung, ia tiba-tiba saja juga menjadi putranya. Jika ibunya Della bercerita ke orang lain, dia akan selalu mengatakan kalau dirinya kini punya 4 putra. Yang pertama jelas putra kandungnya, Po. Yang kedua, ketiga, dan keempat, adalah Dannu, Danni, dan Kanna. Terdengar aneh, tapi tidak apa-apa. Toh, dia merasa bangga sendiri jika memiliki 5 anak. "Cepat duduk."
"Makasih, Bu." Dannu segera duduk dan melepas jaketnya.
"Ibu sudah memesankan menu kesukaanmu. Lebih baik kita makan dulu sebelum Ibu mengatakan niat Ibu."
Jadilah, Dannu dan Ibu makan dengan khidmat. Terkadang ia memujinya yang selalu terlihat cantik kapan dan dimanapun. Dannu bahkan beberapa kali bercanda dengannya. Hanya dirinya yang bisa membuat Ibu serileks ini. Po si anak kandung itu tidak pernah membuat ibunya terbahak seperti ini. Masuk akal sih, kan perhatian Po kini cuma tertuju pada Kanna. Di saat makan malam bersama pun, di mata Po hanya akan ada Kanna. 'Dasar si budak cinta!,' elu Dannu dalam hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tales of Woe
Short Storywoe (n.) /wō/ literary : great sorrow or distress. • • • Caution : Buku ini berisikan kompilasi beberapa cerpen yang setiap cerpennya ditulis lebih dari 10.000 kata. Adapun tema dari buku ini sesuai dengan tags yang telah penulis bubuhkan. Diharapk...