YOU

1.6K 144 27
                                    

"Hari ini kau wisuda?" Aku hanya diam, tidak ada sedikitpun niat untuk membuka mulut, atau sekedar mengangguk untuk menjawab pertanyaan pria paruh baya yang kini tengah sibuk dengan luka-luka yang ada pada tubuhku. Untuk apa aku menjawabnya? disaat aku sendiri tidak merasa bahagia meski ini adalah hari kelulusanku.

Entah apa yang begitu menarik dalam diriku, sehingga pria paruh baya berjas putih itu terus saja mengoceh dan mengajukan banyak pertanyaan disaat tidak sekalipun aku menjawab rasa penasarannya. Hingga akhirnya sampailah pada pertanyaan yang membuat aku semakin mengasihani diriku sendiri.

"Dimana keluargamu? Apa mereka akan datang menjemput?" Tanyanya, aku menghela nafas kemudian menunduk memandangi kakiku yang masih terasa perih. Aku sendiri tidak yakin, bisakah aku pulang seorang diri dengan kondisi yang seperti ini?

"Aku tak punya satupun" Sahutku setelah dokter itu selesai dengan luka-luka yang baru aku dapatkan beberapa jam lalu. Tanpa berbicara lebih panjang lagi aku turun dari ranjang berbau obat itu, perlahan melangkah keluar dari IGD untuk mengurus biaya perawatan.

Aku tersenyum tipis, setidaknya ada yang membuat perasaanku sedikit membaik, meski tetap tidak mengubah apapun. Saat aku hendak turun dari ranjang, tepat setelah aku mengatakan bahwa aku hanyalah sebatang kara. Dokter itu menepuk bahuku, ada senyum yang terbit di wajahnya, bukan wajah sendu ataupun tatapan iba seperti yang biasanya orang lain tunjukkan. Aku menyukai senyuman dan sentuhan itu, karena aku sungguh benci dikasihani.

Berhari-hari aku hanya berdiam diri dalam sebuah flat sederhana yang ku sewa sejak 4 tahun lalu. Sudah hampir satu minggu aku menghilang tanpa kabar, tapi tidak ada yang mencariku kecuali satu orang yang sudah bersamaku sejak aku masih SHS. Park Jimin namanya, sahabat sekaligus pemilik cafe tempat aku bekerja sebagai penyanyi amatiran.

Aku berjalan begitu perlahan meskipun saat ini aku sedang menyebrang, karena meskipun sudah membaik luka bekas kecelakaan seminggu lalu itu masih terasa perih.

Ku perhatikan lampu lalu lintas pejalan kaki yang sebentar lagi akan memerah namun masih jauh untuk aku sampai pada seberang jalan sana. Aku mencoba mempercepat langkahku, namun sepertinya pergerakan ku masih kalah cepat dengan lampu yang kini sudah menjadi merah.

Aku mengerutkan kening, tidak ada satupun kendaraan yang sudah kembali melaju, namun aku membuang jauh-jauh segala pemikiran yang kini hinggap dalam kepalaku dengan terus melangkah dan akhirnya sampai pada titik yang aku tuju.

Aku berdiam diri sejenak, terlalu lelah rasanya jika harus melanjutkan perjalanan saat itu juga. Dan saat itu aku mendengar langkah kaki di belakangku, seseorang yang mungkin sejak tadi menyebrang bersamaku.

Aku memutar tubuhku, dan mendapati seorang wanita tengah memperhatikanku, mungkin punggungku lebih tepatnya. Ia mengangguk, saat aku menanyakan apakah ia berjalan di belakangku saat aku menyebrang tadi.

Ku perhatikan ia, dari atas hingga bawah tidak ada yang salah dengan tubuhnya, dan itu membuat aku begitu marah dan meneriakinya agak kasar. Sudah ku bilang kan? aku tidak suka dikasihani.

Tidak ingin semakin kesal, aku memutuskan untuk berjalan semakin cepat menuju cafe yang jaraknya sudah dekat. Aku duduk di ruangan khusus staf dengan wajah yang ditekuk, membuat Jimin yang juga berada disana heran dan mewawancarai mengenai alasan mood ku yang buruk hari ini.

Aku mulai bersiap, hari ini Jimin menyediakan kursi karena tidak mungkin aku berdiri selama berjam-jam dengan kondisi kaki yang seperti itu. Aku menyanyikan lagu ballad seperti biasa. Semua pengunjung menatap ke arahku dengan tatapan memuja, satu-satunya hal yang bisa aku lakukan dengan benar hanyalah bernyanyi, tentu saja selain mendesain seperti pilihanku.

Kim Taehyung - Bae Suzy (Short Story)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang