Part 3
Mentari pagi mulai memancarkan sinarnya membelah kegelapan di pagi hari. Aku sudah berkemas dan bersiap untuk pergi ke rumah nenek. Mingkin hanya untuk sementara, mungkin juga untuk selamanya.
Sebenarnya aku merasa berat harus berpisah dengan bapak dan juga ibuk, tetapi aku harus menerima konsekuensi dari semua kesalahan yang aku perbuat.
"Assalamualaikum," sapa pak Dermawan seraya membuka pintu pagar rumahku.
"Waalaikumussalam," sahut bapak segera menyalami pak Dermawan dan membimbingnya masuk ke dalam rumah.
"Silahkan duduk, pak."
"Iya, terimakasih."
Pak Dermawan datang ke rumah bersama Rasya anak keduanya.
"Begini, pak,maksud kedatangan saya kemari, saya mau menyampaikan bahwa saya akan bertanggung jawab atas kehamilan nak Kanaya. Saya akan menikahkan nak Kanaya dengan Rasya. Biar bagaimanapun, anak yang ada dalam rahimnya nak Kanaya itu cucu saya juga." Pak Dermawan menyampaikan maksud kedatangan nya.
"Alhamdulillah, saya sangat senang sekali mendengarnya. Saya juga berjanji, setelah Naya menikah dengan Rasya , saya akan tetap menanggung kebutuhan Naya setiap harinya, saya nggak akan membebankan Naya ke nak Rasya." Tutur bapak.
Bapakpun akhirnya menikahkan aku dan Rasya secara sederhana. Hanya tetangga dan kerabat terdekat yang di undang oleh bapak dan ibu. Sedang dari keluarga Rasya, hanya pak Dermawan, bu Ningsih dan Rasya yang datang. Keluarga Rasya juga tidak membawa seserahan sama sekali. Hanya membawa mas kawis sebesar seratus ribu sesuai permintaan bu Ningsih.
Aku tidak merasa keberatan walaupun Rasya tidak membawakanku apa-apa. Karena bagiku, Rasya bagaikan malaikat tak bersayap yang menolongku saat aku terjatuh dan terpuruk. Aku sangat bersyukur karena dia mau menggantikan posisi Rasyid sebagai ayah dari calon anakku.
Setelah aku menikah, bapak memberikanku sebuah rumah minimalis di kota sebelah. Agak jauh dari rumah bapak, maupun rumah Rasya. Setiap bulan juga bapak mentransferku sejumlah uang untuk memenuhi kebutuhanku, sesuai janji bapak.
"Sya, aku kepengen makan bakso, beliin dong." Pintaku kepada Rasya.
"Kamu itu ya, Nay. Nggak tahu apa orang pulang kerja, capek!" sahut Rasya kesal.
"Kan naik motor, Sya."
"Sudah jalan aja sendiri, aku capek!" Rasya lalu masuk ke dalam kamar dan menutup pintu rapat-rapat.
Aku mengambil jaket dan kunci motor milik Rasya. Segera ku lajukan motor menuju tukang bakso terdekat.
Di persimpangan jalan, di taman pinggiran kota, aku duduk sambil menikmati semangkuk bakso yang aku pesan. Setelah itu aku duduk di bangku taman sambil menikmati angin sore yang meniup lembut rambutku.
Ku pandangi semua orang yang ada di tempat itu. Semua terlihat bahagia. Meraka semua benar-benar beruntung karena memiliki pasangan yang saling mencintai.
Tanpa terasa buliran air bening menetes meninggalkan jejak di pipiku. Hatiku seperti tertusuk belati membayangkan betapa tidak beruntungnya hidupku. Betapa aku terlihat hina di mata semua orang. Bahkan kakakku sendiri selalu memandangku sebelah mata.
"Kamu mah enak, ngidamnya nggak neko-neko, nggak pake morning sicknes- morning sicknesan kayak Alma waktu hamil." kata ibu saat kami sedang berkumpul.
"Ya bedalah buk, orang hamil setelah menikah dan sebelum menikah. Kalau orang hamil serelah menikah itu di kasih nikmat ngidam, nikmat sakit, soalnya kan kalau orang hamil setelah nikah itu ngidamnya, sakitnya di ganti dengan pahala sama Allah. Beda sama orang yang hamil di luar nikah, semua rasa sakit dan nikmatnya di cabut sama Allah sebab dia tidak akan mendapat pahala." Sahut mbak Alma sangat menusuk hatiku.
Bukankah semua orang hamil sama-sama mendapatkan pahala? bukankah orang hamil saat melahirkan dan dia meninggal semua dosanya di ampuni?. Kenapa mbak Alma tega sekali berkata seperti itu kepadaku.
"Neng, neng, sudah Maghrib. Orang hamil pamali maghrib maghrib berada di kuar rumah." Kata seorang ibu membuyarkan lamunanku.
Ku tengok jam di gawaiku, sudah pukul 18:23 menit. Rasya pasti marah karena aku pergi terlalu lama.
"Dari mana saja, kamu?!" tanya Rasya menatapku tajam, bak harimau sedang menatap mangsanya.
"Cari bakso!" jawabku datar.
"Cari bakso apa cari laki-laki di pinggir jalan?"
Jleb!! pertanyaan Rasya membuat hatiku seperti tertusuk pisau berkarat. Sakit sekali, perih tak terkira.
"Nangis, mewek, bisanya cuma nyusahin orang saja!" Rasya mengambil kunci motor yang ada di tanganku dengan kasar.
"Sudah sono mandi, aku sudah masak air panas di dapur. Nanti keburu dingin!!" titahnya ketus.
Aku masuk kedalam kamar mandi dan mengguyur badanku.
"Kenapa nggak pake air hangat, nanti masuk angin!" teriak Rasya dari balik pintu kamar mandi.
Aku membuka pintu dan membiarkan Rasya masuk menuangkan air ke dalam bak.
"Jangan lama-lama!" titahnya lagi.
Aku mengangguk pelan. ku nyalakan keran kamar mandi supaya Rasya tidak mendenagr suara tangisanku. Sebab, dia pasti akan marah jika mendengar aku terus-terusan menangis.
"Mudah-mudahan, kita nggak panjang umur ya dek." ucapku seraya mengusap perutku yang mulai membesar.
Aku masuk ka dalam bak mandi dan membenamkan tubuhku. 'Ku pejamkan matku, ku tahan nafasku yang mulai tersengal. Aku terus memeluk lututku hingga semua terasa gelap. Aku berharap akan mendapatkan kedamaian setelah ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Berzina sebelum menikah
RomansaKisah seorang gadis yang rela menyerahkan mahkota paling berharganya, kepada sang calon suami seminggu sebelum pernikahan mereka di langsungkan. Namun takdir tidak menjodohkan mereka. Kanaya hamil sebulan setelah kematian Rasyid. Bagaimana cara Kana...