Prolog

68 25 19
                                    


Negeri Selatan, sebuah kerajaan yang terkenal akan kesuciannya, kini telah berubah sejak adanya kutukan yang diberikan dunia kegelalapan saat perang dua abad yang lalu, kutukan itu berisi 'negeri selatan akan hancur dengan orang mereka sendiri'. Inilah alasan kenapa hukuman mati dijatuhkan kepada putri kerajaan. Itu semua karena kutukan ini. Sejak kutukan itu datang, kaisar sangat percaya dengan ramalan, yang paling menjadi andalan adalah cermin kristal. Cermin ini akan menunjukkan siapa yang akan menjadi ancaman kehancuran negeri selatan ini. Namun, siapa sangka jika putri kerajaan adalah salah satunya. Akhirnya dengan berat hati kaisar menghukum mati sang putri dengan sebutan 'pengorbanan bulan purnama'.

Di sebuah ruangan besar, yang merupakan pengadilan kerajaan. Ruangan indah dengan pilar berlapis emas dan warna gotik yang menambah kesan mewah nan mistis dari kerajaan ini.

Seorang pria paruh baya dengan mahkota di atas kepalanya sedang duduk di singgasana. Dengan ditemani beberapa orang kepercayaan di sekitarnya. Mereka semua fokus pada sebuah cermin kristal yang sedang bersinar terang. Perlahan gambaran seorang gadis bergaun merah muncul dari cermin tersebut.

Seketika sang kaisar membeku di tempat melihat wajah si buah hati yang ada pada cermin ramalan. Tertanda jika korban berikutnya adalah putri kedua kaisar. Kaisar berdiri dari kursi kebesarannya. Wajahnya terlihat menentang. Para kasim menjadi takut melihat wajah sang kaisar, kecuali seorang guru tao yang terlihat santai.

"Aku tidak akan mengorbankan putriku lagi!" tegas kaisar.

"Jika Yang mulia tidak melakukan itu negeri akan hancur," ucap guru tao itu.

"Tapi dialah putriku satu-satunya, setelah kematian Zhao Yan karena ramalan ini. Aku tidak akan membiarkan siapa pun menyentuh Zhao Yin!" tolak kaisar sekali lagi.

"Apa Yang Mulia mau berdosa terhadap leluhur? Mereka akan marah jika negeri kita hancur," ucap seorang kasim.

Sang kaisar tampak berpikir sekali lagi. Rasanya sangat berat jika harus melakukan hal ini. Apa lagi putrinya itu masih berumur enam belas tahun. Setelah cukup lama berpikir, akhirnya kaisar memutuskan untuk mengorbankan putrinya. Mungkin anak itu akan sangat membenci hal ini.

Di tempat lain, seorang gadis berambut panjang dengan gaun merah sedang berlari bahagia mengelilingi taman kerajaan bersama seorang pemuda di belakangnya, dengan angin semilir dan helai daun persik yang berjatuhan, semakin mempermanis suasana. Pemuda di belakangnya terus meneriaki nama Yin'er, tetapi gadis berambut panjang itu terus berlari.

"Yin'er! Berhenti! Kau harus belajar, jika tidak ibu akan marah padamu lagi! Kau mau dihukum untuk berlutut selama tiga jam?" Begitulah teriaknya, terus-menerus. Namun, gadis itu terus saja berlari dan tertawa lepas. Hingga seorang pengawal kerajaan menghentikan langkahnya.

"Tuan Putri, anda harus ikut ke istana dingin," ucap pengawal itu.

Yin menaikan alisnya sebagai tanda tanya. Apa kesalahannya begitu besar hingga harus dibawa ke istana dingin? Padahal ia selama ini hanya tidak mau mempelajari tentang musik. Akan tetapi, apa wajar dihukum samapai begini?

"Apa? Yin'er hanya tidak ingin belajar, apa harus dihukum seperti itu?" tanya pemuda itu tidak terima.

Yin berbalik menatap pemuda yang ada di belakangnya. Ia mengangguk mengiyakan kalimat itu. Kesalahannya tidak fatal tetapi kenapa harus begitu kejam menghukum untuk kesalahan kecil saja.

Putri Negeri Selatan [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang