Ternyata namanya Kama. Laki-laki itu sering kulihat membaca buku di taman ini. Sebelum ia menyadari kehadiranku, aku sudah sering memperhatikannya saat sedang dalam perjalanan pulang ke rumah. Laki-laki dan sebuah buku, bukankah itu sebuah kombinasi yang unik? Setidaknya itu yang kupikirkan saat pertama kali melihat Kama—mungkin sekitar tiga bulan yang lalu (aku baru pindah ke kawasan ini tiga bulan yang lalu).
"Kalau begitu, kenapa tidak tanam bunga sendiri di rumah?" tanyanya.
"Eh?"
"Iya, tanam sendiri. Kalau tidak ada yang mekar di tempat ini, mungkin di tempatmu akan tetap mekar. Kamu juga tidak perlu datang ke sini." Kalimatnya sungguh dalam?! Kenapa ada laki-laki yang seunik ini ya, Tuhan?
"Huh?"
"Kenapa?" Duh, sepertinya dia kebingungan. Padahal, aku hanya secara tidak sengaja mengungkapkan keherananku karena dia.
"Tidak. Tidak ada apa-apa. Tidak apa-apa." Semoga saja dia tidak menemukan hal yang aneh dari jawabanku. Aku malu!
"Eung, pokoknya, kalau tidak ada yang bisa memuaskan diri kita. Kita bisa membuat sendiri hal yang bisa memuaskan kita! Eh, kalimatku terlalu ribet, ya?"
Setelah mendengar perkataannya, aku sadar. Aku bisa cukup bahagia dengan menanam bahagiaku sendiri. Aku tidak perlu lagi bermain peran seolah-olah sedang menyiram tablet memoriam ibu dengan bunga. Aku tidak perlu lagi memetik bunga lalu menaburkannya sepanjang jalanku. Aku hanya perlu menanamnya, dan membiarkannya jatuh sendiri di rumahku.
"Tidak! Uhm, a-anu, terima kasih banyak!"
Lalu Kama tersenyum sembari melihat mataku. "Sama-sama!"
Aku jatuh cinta pada sosok Kama, saat itu juga.
[1/3: Tamat]
KAMU SEDANG MEMBACA
Gadis dan Bunga
Fanfic[1/3] Gadis itu akan memetik bunga kamboja sepanjang hari, lalu menaburnya sepanjang jalan. © 2020 Rag Manaras Satyaputikeswara. Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.