(7)

3 0 0
                                    

Hera tidak pernah membatasi pertemanannya. Tapi mungkin karena sifatnya yang judes dan berteman dengan tiga laki-laki tampan yang cukup berpengaruh di sekolah itu membuatnya susah mendapat teman perempuan. Tak jarang dia mendapatkan tatapan iri dan benci karena dia dianggap memiliki segalanya.

Hera memasuki kamar mandi saat tiga orang gadis tengah merundung seorang siswa lainnya. Baju gadis itu kini berubah menjadi warna biru dan tertempel kulit telur. Hera lupa memberitahu disekolah ini bullying masih sering terjadi. Perbedaan status sosial membuat beberapa siswa merasa mereka adalah dewa yang bisa melakukan apa saja yang dia inginkan dengan statusnya.

"Apa sedang ada syuting disini." Ujarnya mencuci tangannya di wastafel. Tiga gadis itu menoleh menatapnya seolah mengatakan ini bukan urusanmu. "Tidak baik jika kalian melawannya dengan jumlah tidak seimbang." Lanjutnya mengeringkan tangan.

Kini perhatian ketiga gadis itu terpusat padanya.

"Dia gadis yang menampar Rhea dan menghajar geng Diandra." Salah satu gadis berbisik pada gadis didepannya. Tampaknya dia ketua-nya.

"Jangan pikir karena bisa mengalahkan Rhea dan geng Diandra kamu bisa mengalahkan kami." Ucap gadis itu dengan senyuman sinis terpampang di wajahnya.

Hera tertawa, kemudian menatap mereka tak kalah sinis. "Jangan bertingkah seperti kalian adalah penjahat. Kalian belum tahu sifat asli penjahat sesungguhnya." Desisnya tajam.

Tatapan tajamnya membuat ketiga gadis itu tampak gentar.

"Kita pergi saja." Bisik gadis lainnya.

Hera mengangkat alis dengan seringaian yang cukup membuat ketiga gadis itu keluar dari sana.

"Kita belum selesai." Bisik si ketua saat dia akan melewati Hera. Hera mendengus tidak perduli, matanya menatap sekilas kearah gadis yang tadi dirundung kemudia memasuki salah satu bilik kamar mandi.

Hera tidak mengerti kenapa seseorang sangat suka mengganggu orang lainnya. Bukannya merasa puas dengan apa yang di milikinya tetapi dia menginginkan lebih. Ah, itu sudah menjadi sifat alamiah manusia. Mau bagaimana pun pasti selalu saja ada yang kurang baginya.

"Terimakasih telah menolongku. Tapi kamu tidak seharusnya melakukannya." Desis gadis yang tadi dirundung. Sepertinya dia menunggu Hera keluar. Tapi apa Hera tak salah mendengar. Gadis itu menatapnya tak suka.

"Orang-orang seperti kalian tidak akan mengerti. Perlakuan mu tadi akan membuat mereka semakin menjadi." Lanjut gadis itu.

Hera menatap, dengan tangan terlipat. "Listen, aku nggak nolongin kamu. Aku hanya menanyakan keberadaan mereka."

Gadis itu menatapnya tidak suka. "Orang seperti kalian memang selalu sombong dan angkuh."

Alis Hera menukik tajam. Hera tidak pernah bertemu orang yang akan merasa marah saat di bantu. "Hei, harusnya kamu mengatakan kalimat mu itu pada mereka. Bukan padaku. Jika tidak ingin di rundung. Maka kuatkan dirimu bukan malah menyalahkan orang lain. Sepertinya kamu anak beasiswa hingga takut untuk melawan. Tapi bukan berarti kamu akan di keluarkan hanya karena kamu melawan mereka. Kamu menyebalkan sekali."

Hera beranjak tapi gadis itu menyela.

"Bukannya memang begitu aturan disekolah ini! Jika kamu berani membalas mereka. Kamu akan di keluarkan dengan berbagai macam alasan!"

Hera memutar tubuh, menatap gadis malang didepannya. Di bukanya blazer di tubuhnya melangkah selangkah.

"Aku beritahu satu rahasia padamu. Diantara ketiga gadis tadi. Tidak satupun yang bisa mengeluarkan mu dari sini. Mereka bukan siapa-siapa."

SilenceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang