(11) Kepanikan

7 0 0
                                    

Jason meletakkan makanan yang baru saja dibawakannya. Beralih membuka pintu kamar si gadis menyebalkan dan matanya langsung membelalak saat melihat Hera tergeletak di lantai dengan barang-barang berserak.

Jason meraihnya kedalam pangkuan. Menepuk pipi gadis itu dengan tangan gemetaran. "Athena." Panggilnya. Berbagai pemikiran berkecamuk dalam otaknya. Dadanya terasa di remas melihat wajah memerah gadis itu. Bahkan bekas air mata masih terasa di pipinya.

Oh Tuhan. Jangan.

Jason membawanya ke tempat tidur. Mengeluarkan ponselnya dari dalam saku.

"Ke apartemen Athena sekarang! Jangan banyak tanya, cepat!" Bentaknya. Tangannya meraih tangan kekasihnya itu.

Jason sangat suka melihat gadis itu menangis. Tali bukan saat gadis itu sendiri. Dia suka ketika gadis itu melakukannya di depannya. Bukan di belakangnya seperti ini. Diam-diam.

"Sayang bangun. Ini tidak lucu." Bisiknya membawa tangan itu didadanya. "Please. Kamu bisa meminta apa saja padaku. Hadiah ulang tahunmu? Huh? Apa pun. Asalkan kamu bangun." Racaunya menciumi tangan gadis itu.

Suara bel membuatnya dengan cepat beranjak dan membukakan pintu. Laki-laki yang masih kepala tiga menatapnya.

"Ada apa?" Tanya Pria itu membenarkan kacamatanya. Jason tidak menyahut. Memilih membawa Pria itu ke kamar Hera.

Pria itu langsung mengekuarkan stetoskop-nya. Memeriksa denyut nadi dan pernafasan gadis itu.

"Sepertinya dia menahan nafas terlalu lama. Hingga membuat hilang kesadaran. Selebihnya dia baik-baik saja."

Jason menghela nafas lega, berbeds dengan Pria itu yang menatap suasana kamar yang berantakan.

"Apa yang terjadi?" Tanya Pria itu mengeluarkan sesuatu dari tas kerjanya. "Untung saja aku dalam perjalanan pulang. Kamu membuatku panik. Ini vitamin kamu hisa berikan saat dia tersadar nanti." Lanjut Pria itu seolah tahu Jason tidak akan menjawab pertanyaannya.

Jason menerima botol vitamin itu. Menatap gadis-nya sebentar kemudian mengikuti dokter itu keluar.

"Aku baru pertama kali melihat wajahmu yang ini." Ucap Pria itu sebelum benar-benar pergi. "Aku pergi."

Jason mengusap wajahnya. Ditutupnya pintu, mengambil segelas air putih dan meminumnya sekali tegak.

Membawakan teko berisi air putih ke kamar gadis itu.

Matanya menatap gadis diatas tempat tidur. Tangannya meraih tangan Hera menggenggamnya dengan dua tangannya.

"Kamu hampir membunuhku." Bisiknya penuh rasa bersalah. Matanya berkilat akan kemarahan akan diri sendiri. Keningnya tersandar pada tangannya yang menggenggam tangan Hera.

Satu jam lebih Jason menatap Hera yang belum sadarkan diri.

"Jay." Suara serak Hera membuat Jason tersentak dari lamunannya. Menatap Hera yang berusaha duduk dan bersandar di kepala ranjang.

Jason menatapnya seolah-olah tidak percaya dengan apa yang di lihatnya. Tapi lebih dominan ekspresi marah di wajahnya. 

"Kamu balik lagi? Aku kena-

Suara Hera tertahan, Jason tiba-tiba menarik tengkuknya. Menempelkan bibir tepat di bibirnya. Hera kaget. Tapi itu belum cukup ketika laki-laki itu mengerakkan bibirnya. Mencium-nya dengan kasar. Hidungnya bergesekan dengan hidung mancung Jason. Jason melumat bibirnya begitu dalam seolah jika dia tidak melakukan itu dia akan kehilangan gadis itu. Dia mengecap bahkan menggigit bibir Hera. Hera meringis merasa sakit Jason menggigit bibirnya kuat.

Begitu mulutnya terbuka Jason menyusupkan lidahnya, mencari lidah pasangannya. Hera tidak melakukan apa-apa sesaat. Tapi Jason semakin menarik tengkuknya, menarik Hera semakin merapat pada tubuhnya. Jason berpindah tempat menaiki ranjang masih memangut bibir Hera.

Hera melingkarkan lengannya di leher laki-laki itu. Membalas ciuman Jason yang terasa seperti ungkapan putus asa. Jason masih menciuminya beralih ke pipinya. Mengecup disana beberapa kali dan kembali mencium bibirnya.

Jason melepaskan pagutannya. Menempelkan dahinya di dahi Hera dengan mata terpejam. Nafasnya memburu sama seperti nafas milik Hera. Tangan Hera turun, beralih pada dada Jason. Mengelusnya disana perlahan. Tangan Jason meraihnya. Menggenggamnya erat. Laki-laki itu terdiam cukup lama dan Hera tidak berani untuk memulai pembicaraan.

"Kamu mencoba membunuh ku." Desis Jason tangan kanannya masih menahan tengkuk Hera dengan dshi menempel dan tangan lainnya menggenggam tangan Hera tepat di dadanya. "Aku sangat menbencimu saat ini."

"Why?" Hera memberanikan diri bertanya.

"Kamu ingin pergi dariku."

"A-aku tidak." Jason melepas tangannya. Menatap Hera dengan marah.

"Kamu menahan nafasmu."

"Bukan begitu."

"Segitu tidak inginnya kamu disisiku?"

"No. Bukan seperti itu."

"Lalu kenapa?!"

Hera tersentak kaget. Menatap Jason tidak percaya. Sekalipun laki-laki itu menyebalkan. Tapi Jason belum pernah membentaknya.

"Ka..mu membentakku? Jika kamu kembali hanya untuk memarahiku. Lebih baik kau membiarkan ku tadi!"

Jason memijit pangkal hidungnya.

"Kamu selalu seperti itu. Selalu membuatku bingung. Terkadang kamu tidak peduli. Kamu lebih sering memarahiku dibandingkan bersikap manis padaku."

"Kamu tahu itu bukan sifatku."

"Kalau begitu ubah sifatmu."

"Kamu ingin aku seperti apa? Seperti ini?" Tanya Jason mengecup bibir Hera sebentar. "Itu yang kamu inginkan?"

"Itu namanya sifat mesum." Gerutu Hera memanyunkan bibirnya. Mau tak mau Jason terkekeh. Merasa lega gadis itu baik-baik saja.

"Aku memang seperti ini. Suka membuatmu kesal. Tapi walau seperti itu. Aku tetap mencintaimu. Tidak berkurang."

Hera menatap Jason tak percaya. Laki-laki itu membuatnya tersipu. "tuh kan kamu bisa bersikap manis." Ucapnya

"Aku tidak suka terlihat manis dimatamu."

"Why?"

"Aku lebih suka melihat ekspresi kesalmu."

"Dasar pacar durhaka."

"I love you Athena."

SilenceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang