(12)

4 0 0
                                    

Happy Reading!
.
.
.
.
.

Setelah memastikan Hera meminum vitamin yang diberikan dokter. Mereka kembali terdiam.

"Kamu harus kembali ke tempat Mark." Ucap Jason yang sedang menatap Hera tajam.

"Aku tidak mau." Balas Hera cepat. Matanya menatap Jason penuh perlawanan.

"Kamu pasti akan mengulangi hal yang sama." Desis Jason dengan mata kian menajam.

"Aku tetap tidak mau."

"Kalo gitu kita nikah."

Mata Hera membelalak. "Kamu gila!" Sentaknya memelototi Jason seakan-akan laki-laki itu adalah makhluk tak di kenal yang tiba-tiba datang di bumi.

Jason tersenyum miring kearahnya. "Yes, i am. Aku tidak menjamin kamu tidak mengulang hal yang sama."

"T-tapi bukan nikah juga. Kamu kira nikah itu segampang yang kamu kira."

"Karena itu kembalilah tinggal bersama keluarga Mark."

"Aku tidak mau."

"Kalau begitu kerumahku."

"Aku makin tidak mau."

Jason menghela nafas kasar. Matanya menatap Hera dengan rasa kekesalan yang sudah di ujung tanduk. "Lalu apa yang kamu inginkan?"

"Tinggal disini."

"Dengan resiko kamu bisa mengulangi hal yang sama?" Desis Jason.

"A-aku tidak akan mengulanginya."

"Tapi wajahmu mengatakan hal sebaliknya."

Hera terdiam. Dia memang merasa kesepian tetapi dia tidak ingin tinggal bersama keluarga Mark. Itu hanya menimbulkan kesepiannya bertambah. Dia sering mendamba keluarga yang utuh. Dan keluarga Mark adalah salah satu keluarga impiannya. Seseorang  menyambutnya saat pulang. Dan memiliki lawan bicara saat di meja makan. Hera benar-benar menginginkannya. Dan Hera benci ketika dia tidak pernah bisa mengingat apa dulu dia pernah merasakannya atau tidak. Atau dia memang tidak pernah memilikinya.

Jason mengelus pipinya. "Kembalilah tidur." Hera menoleh mendapati sorot lembut Jason.

"Kamu nggak pulang?"

"Aku akan tinggal."

"Tapi tante Vivian akan mencarimu."

"Aku bisa mengatasinya. Lain ceritanya jika kamu."

Hera mendengus menepis tangan Jason. "Aku tidak akan bunuh diri." Decak Hera kesal. Dia memang tidak berniat mengakhiri hidupnya.

Jason tertawa melihat wajah kesal Hera. Ini yang dia inginkan wajah kesal gadis itu. Bukan wajah pucat dan lemahnya.

"Tidurlah. Aku akan menemanimu."

Hera tersenyum, mendapatkan sebuah ide. "Sini." Ucapnya menepuk sebelah tempat tidurnya. Ingin menggoda Jason. Tetapi laki-laki itu malah menurut keinginan Hera.

"Jangan menantangku." Bisik Jason yang kini berada disebelahnya. Tangan laki-laki itu merangkul tubuhnya menarik tubuh Hera dengan mudah kedadanya. "Tidurlah." Bisik Jason mencium puncak kepala Hera.

Jantung Hera berpacu seolah ingin keluar dari tempat. Tangannya tersandar di dada bidang Jason. Dia bisa merasakan jantung Jason yang seirama dengan jantungnya. Laki-laki itu benar. Detakannya masih sama. Hera terkekeh.

"Apa yang kamu tertawakan?"Bisik Jason mengeratkan rangkulannya.

"Detakan jantungmu."

Jason mendengus. "Aku sudah katakan. Dia selalu senang berdekatan dengan mu."

"Tapi kamu selalu galak padaku."

"Kamu memang pantas mendapatkannya." Hera berdecak mencubit lengan Jason penuh kekesalan. Tapi bukannya merasa sakit malah Hera merasa kaget. Otot lengan laki-laki itu begitu keras. Hera tahu Jason sering berolahraga tapi ototnya terasa seperti batu.

"Kenapa ototmu bisa seperti ini?"

"Karena di latih. Tidak seperti kamu. Pemalas."

"Ck, aku tidak pemalas."

"Lalu apa?"

"Mageran." Kekeh Hera menekankan matanya. Menghirup aroma parfum Jason yang menenangkan.

"Sekarang tidurlah." Tegas Jason. Tetapi sama seperti Jason yang suka membuat Hera kesal. Gadis itu juga suka melakukannya. Dia tidak akan mudah menuruti ucapan laki-laki itu.

"Aku tidak mengantuk."

"Maka buat matamu mengantuk."

"Tidak bisa."

Jason melepaskan rangkulannya. Menatap gadis itu kesal. "Jangan menentangku Athena." Desisnya penuh peringatan. Tetapi bukannya takut Hera malah memelototinya, menantangnya.

Jason menimpa tubuh Hera menyurukkan kepalanya di leher gadis-nya. Menghirup aroma gadis itu dengan rakus. "Kenapa kamu menyebalkan sekali." Bisik laki-laki itu.

Hera tertawa karena Jason mengecup lehernya. Jason ikut tertawa mendengar tawa merdu milik kekasihnya. Bukannya berhenti Jason kembali melakukannya. Hingga Hera mengaku kalah karena merasa geli.

"Jangan lagi menentangku." Kata Jason menatap wajah memerah Hera yang tertawa. Gadis itu mengangguk. Memilih menyerah. "Good girl. Sekarang tidur. Atau aku akan menggelitik mu sepanjang malam ini."

Hera mengangguk. Merapatkan tubuhnya. Meletakkan kepalanya di dada Jason yang mengelus rambutnya. Hera tersenyum tipis.

Laki-laki yang menjadi kekasihnya itu memang menyebalkan. Tapi Hera sangat mencintainya. "I love you Ja." Ungkap Hera dengan suara lirih. Matanya menatap Jason dengan lekat. Saat itu Jason tidak tahu, jika itu adalah ucapan perpisahan dari gadisnya itu.

"Hmm."

------------

Jangan lupa vote 🤗

SilenceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang