Part 4

17 2 0
                                    


Ujian Nasional semakin dekat membuatku jarang pergi ke Majelis untuk mengaji dan mengikuti pengajian rutin malam Jum'at. Bahkan, untuk berkumpul dengan sahabatku pun, sangatlah jarang.

Aku kian sibuk mempersiapkan Ujian. Tidak ingin memikirkan hal apapun kecuali Ujian. Hingga aku lupa kalau sekarang malam Minggu.

Saat aku baru saja selesai sholat Isya, sebuah pesan masuk di Hp membuat benda pipih itu bergetar.

[Mas di depan rumah kamu, Ran.]

Pesan singkat dari Mas Dimas membuatku kaget bukan kepalang, aku langsung membuka gorden jendela kamar untuk memastikan apakah benar adanya.

Ternyata di depan rumahku sudah berdiri lelaki gagah yang beberapa waktu lalu membuat hatiku berbunga-bunga dengan kata-kata manisnya di temani dengan dua orang temannya. Tanpa membalas pesan singkat Mas Dimas, aku segera keluar dari kamar dan menemuinya.

"Sudah lama, Mas? Kenapa enggak bilang mau datang ke rumah?" tanyaku.

"Lumayan lima menit yang lalu, Ran. Maaf ya, kalau mengganggu waktu kamu belajar. Sekarangkan malam Minggu, jadi boleh dong Mas minta waktunya sebentar untuk sekedar mengobrol. Mas kangen kamu," katanya dengan sedikit senyum di bibirnya, hingga lesung pipitnya terlihat jelas, menambah manis senyumannya.

"Silahkan masuk, Mas. Kita ngobrol di dalam saja, enggak enak kalau di luar," pintaku.

"Di sini saja, Ran. Enggak enak sama Mama kamu, lagian mas sama teman-teman Mas hanya sebentar saja. Memastikan kamu baik-baik saja. Melihat senyum kamu, Mas sudah cukup," katanya.

Lagi dan lagi kata-kata Mas Dimas membuat muka terasa menghangat. Entah mengapa setiap kata yang keluar dari mulut Mas Dimas, rasanya adem sekali didengar.

Beberapa saat kami saling diam, sibuk dengan pikiran masing-masing. Hingga satu panggilan masuk di Hp Mas Dimas membuyarkan lamunan kami.

"Hallo, Rif. Aku di rumah Kirana sama Ikhsan juga Azzam, kamu ke sini saja. Aku lagi ngobrol di teras depan rumah Kirana."

Begitu yang kudengar dari percakapan Mas Dimas di telepon.

"Ran, ada Arif juga mau ke sini. Boleh enggak? Soalnya nanti mau sekalian jalan sama kita, ambil rebana yang habis di servis" ujarnya.

"Oh, ya sudah. Enggak apa-apa, Mas. Kan ramai jadinya. Aku tinggal ke dalam sebentar ya, Mas," pamitku.

Aku masuk ke dapur membuat minuman untuk Mas Dimas dan yang lain serta membawa beberapa cemilan untuk teman ngobrol.

Tidak lama kemudian Mas Arif datang. Kami berlima ngobrol, sesekali dibarengi candaan dari Mas Arif yang mengundang tawa kami.

Saat aku berdiri hendak mengambil Hp yang tertinggal di dapur "Depp" mati lampu.

Saat aku hendak memanggil Mama untuk membawakan lampu emergency, kaki tersandung karpet yang menggulung. Membuatku jatuh tepat di pangkuan Mas Dimas.

Awh!

Aku kaget bukan kepalang, seketika teman-teman pada tertawa melihatku. Bagai adegan sinetron. Aku yang tersipu malu, membuat wajah memerah.

"Sudah, enggak apa-apa," kata Mas Dimas membantuku bangun.

"Maaf. Aku kesandung karpet," sahutku malu.

"Cie, cie, cieeeee." Teman-teman mulai meledekku. Membuatku makin salah tingkah

Aku berjalan meraba-raba menghampiri Mama, saat aku mendengar hentakan langkah kaki Mama kian mendekat membawakan lampu emergency.

Karena mati lampu tidak kunjung nyala akhirnya Mas Dimas dan teman-tamanya memutuskan untuk pulang.

Tidak lama kemudian Mas Dimas dan yang lain pulang. Entah jadi atau tidak mengambil rebana yang baru selesai diservis, karena mati lampu tidak kunjung nyala.

Saat aku senyum-senyum melihat kepergian mereka hingga mereka tidak lagi terlihat, ternyata Mama sudah duduk di sampingku. Hingga aku tidak menyadari akan kehadiran Mama.

"Eheem!"

Aku menoleh ke arah Mama.

"Anak Mama lagi jatuh cinta, ya? Ah, tidak terasa, Kirana kecil yang selalu Mama gendong ke mana-mana, sekarang sudah semakin dewasa. Pesan Mama, selalu hati-hati bergaul dengan lawan jenis. Jaga kehormatan kamu sebagai seorang wanita. Jaga mahkota kamu," tutur Mama sambil membelai lembut rambutku.

"Aah, Mama. Kirana cuma berteman saja kok, Ma. Enggak lebih." jawabku mencoba membela diri.

"Mama juga pernah muda, sayang," jawab Mama sambil mencium keningku.

Lalu Mama pergi meninggalkanku. Aku terpaku dengan ucapan Mama yang baru saja di katakan. Apa benar aku jatuh cinta?

***

Masa tenang itu tiba, dimana tiga hari lagi Ujian Nasional akan di mulai. Selama masa tenang ini, aku tidak ingin di ganggu siapa pun. Maka dari itu, aku kirimkan SMS untuk Mas Dimas. Agar dia tidak mencariku saat Hp aku matikan untuk beberapa hari ke depan.

[Assalamualaikum, Mas. Tiga hari lagi aku ujian. Mulai hari ini, Hp akan aku matikan sampai ujian selesai. Tunggu aku ya, Mas.] Pesan kukirim kepada Mas Dimas.

Tidak perlu menunggu lama sebuah pesan masuk di Hp ku, balasan dari Mas Dimas.

[Wa'alaikum salam. Semangat yah, Ran. Semoga dipermudah ujiannya dan lulus dengan nilai yang memuaskan. Mas tunggu kamu.]

Aku baca berulang-ulang balasan SMS dari Mas Dimas, ada yang meleleh di dalam sana. Namun, bukan cokelat. Iya hati aku yang dibuat meleleh olehnya.

Aku berharap waktu tidak bergerak agar rasa ini tidak akan pernah berubah. Ada sebongkah semangat yang aku rasakan saat membaca pesan dari Mas Dimas. Aku ingin ujian ini cepat berlalu, agar  bisa mengatakan padanya, jika aku pun menyanginya.

***

Seperti biasanya, rutinan istighozah malam Jum'at kali ini bertepatan sekali dengan menjelang ujian. Mama menyuruhku untuk datang istighozah. Kata Mama, sekalian berdoa sama Allah, agar diberikan kemudahan dan kelancaran serta lulus dengan nilai yang memuaskan.

Aku pun menyetujui usulan Mama. Malam ini, aku ditemani adikku yang saat ini duduk di bangku Sekolah Dasar kelas 6 untuk rawuh istighozah.

Aku dan adikku berangkat lebih awal, supaya bisa dapat tempat di depan. Namun, apalah daya. Sahabatku heboh saat melihatku datang ke Majelis.

Mereka berdalih, nanti saja kita masuk ke dalam kalau sudah mulai acaranya, karena memang sekarang masih belum mulai. Aku tidak bisa menolak ajakan mereka. Alhasil, aku mengikuti mereka untuk rumpi dulu di rumah Titin.

Saat kami sedang asik ngobrol, tiba-tiba datang laki-laki yang selalu membuat hatiku meleleh. Iya, dia Mas Dimas. Dia datang untuk mengambil karpet di rumah Titin, karena karpetnya kurang. Memang biasanya jika akan Ujian Nasional banyak yang datang untuk istighozah.

"Ran, kamu datang juga? Alhamdulilah rinduku sedikit terobati. Kirain kamu SMS begitu enggak bakalan datang buat istighozah," tanya Mas Dimas.

Belum sempat aku menjawab pertanyaan Mas Dimas, mereka sahabatku sudah heboh.

"Wait, Kirana. Wait, jadi selama kamu enggak ke luar rumah, kamu makin sering kabar-kabaran sama Mas Dimas? Iiiih, jahat kamu mah. Enggak cerita sama kita. Kan jiwa kepo kita meronta-ronta, iya kan gaes?" Tanya Nana kepada  sahabat-sahabatku.

Aku yang semakin merasa terpojok, akhirnya aku tinggalkan mereka dan Mas Dimas untuk masuk ke dalam dan mengikuti istighozah dengan Khidmat.

Jodoh Rahasia TuhanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang