akhir pekan (3)

971 89 24
                                    

Huwwaahh... Mager
Kok rasanya mager ngapa-ngapain
Padahal banyak kegiatan.
Oke, buat saat ini aku lebih mentingin kasur ama bantal aj dulu.
.
.
.
.
.

"Sialan! Aku kalah lagi." seru Luo Bighen kesal. "Dewi fortuna sedang tidak baik padamu." sahut Jiang Cheng yang mulai mengocok kartu remi lagi. "Bukan dewi fortuna yang tak berpihak pada Bang Bing, tapi memang Bang Bing saja yang cupu main kartu poker."
Wajah Luo Bighen semakin menghitam kesal mendengar ucapan adiknya dan tawa dari dua orang lainnya. "Hahahaha...Jadi kalau beginikan enak bertaruh dengan si Bing menggunakan permainan kartu poker, karena bisa dipastikan kalau dia akan slalu kalah." sahut Hua Cheng yang di setujui oleh kedua adiknya.

"Kalian memang iblis sialan! Awas saja kalau aku menang, akan ku pastikan kalian menarik ucapan kalian barusan." kesal Luo Bighen sambil menggambil kartu yang baru selesai dibagi oleh Jiang Cheng.

"Kau tahu bing-bing, tadi pagi aku bertemu Lan Xichen." ujar Hua Cheng sambil mengeluarkan kartu angka tiga waru sebagai permulaan permainan mereka berempat. "Hm.. Lalu? Ah, yak! Apa-apaan kau, Shimei! " kesal Luo Bighen ketika kartu yang ia keluarkan kalah begitu saja oleh Jiang Cheng.

"Berhenti memanggilku seperti itu, ini hanya keberuntungan diputaran pertamaku." sahut Jiang Cheng malas berdebat.

"Dia mencari Yin Shin, pelanggan tetap cafe ku, aku takut ada hal buruk terjadi pada lelaki tua itu." jelas Hua Cheng menggembalikan topik yang ia bicarakan dengan adik pertamanya itu. Luo Bighen mengerutkan alisnya dan bertanya.
"Apa kau sudah membuat keamanan cctv cafe? "

Hua Cheng mengangguk sambil mengeluarkan kartu poker yang ia tahan sejak tadi membuat tiga orang di sana berteriak kesal. "Aku menyerahkan hal ini pada wei wuxian."

"Yah, tenang saja aku sudah buat pengaman yang cukup baik untuk file cctv cafe kesayanganmu, Bang." jawab Wei Wuxian sambil memikirkan bagaimana ia bisa menang dipermainan kali ini. "Ngomong-ngomong apa hubungannya Mr. Lan dengan cctv cafemu? " sahut Jiang Cheng yang sudah menahan rasa ingin tahunya itu dan menjadi perwakilan untuk rasa ingin tahu Wei Wuxian juga.

Luo Bighen dan Hua Cheng saling bertukar pandangan. Ah, mereka lupa kalau masih ada anak kecil yang tak tahu apa-apa di sini. "Stop, jangan dijawab yang jelas pasti masih dengan alsan dendam keluarga kita 10 tahun lalu." ujar Wei Wuxian yang sudah menahan suara Hua Cheng yang baru saja membuka mulut. Ia yakin kedua abangnya ini tak akan memjelaskannya dengan jelas dan hanya akan mengulang cerita kejadian 10 tahun lalu yang menimpa kkeluarga mereka dan keluarga Jiang.

Jiang Cheng menghela nafas pelan ketika mendengar ucapan Wei Wuxian. Ia tak bodoh, ia juga tahu perasaan Wei Wuxian tentang hal ini. Dua orang yang umurnya lebih tua darinya ini hanya akan menutupi kenyataan sekarang dengan masa lalu dan itu hal yang menyebalkan baginya.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Di sebuah jalanan sepi dekat dengan sebuah jurang yang cukup dalam terlihat sebuah mobil putih dengan gardasi biru tengah berhenti di dekat pembatas jalan.

"Xiaozhang, sudah selesai." lapor Lan Wangji pada Lan Xicheng yang tengah menunggu dirinya sambil memainkan telpon. "Apa kau sudah menghilangkan semuanya?"

"Hm, aman, Xiaozhang."  Lan Xichen mengangguk dengan senyuman dewanya.  "Ayo, kembali."
Lan Wangji mengangguk pelan dan mengikuti kakaknya untuk masuk ke dalam mobil.
Dua giok Lan itu meninggalkan tempat tersebut diiringi dengan suara ledak yang berada di dasar jurang.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 24, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

BrotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang