Kring...kring...kring...
Alarm ku sudah berbunyi itu artinya hari sudah pagi. Sudah waktunya aku membuka mata bangun dari mimpi indahku, melakukan apa yang harus aku lakukan sebagai makhluk hidup."Tuk,tuk,tuk" terdengar suara ketukan pintu dari luar kamar ku, yang aku yakini itu pasti ibu.
"Bangun nduk"
"Sudah bangun, bu" jawabku sambil meregangkan badan agar ototku kembali kuat.
"Mandi, terus shalat subuh" Ucap ibu.
"Iya bu".
Aku langsung bergegas menuju kamar mandi, melakukan ritual ku selama kurang lebih 30 menit disana.
Oh ya nama ku Zaina Nisa. Sekilas gambaran tentang keluarga ku, alhamdulillah lengkap. Aku anak kedua dari satu saudara; kakak perempuanku (nadilla) dan ibuku tinggal dicikarang, ibuku seorang ibu rumah tangga, dan ayah ku bekerja dijakarta. Baca sampai habis supaya kalian tau, syukuri hidup yang saat ini kalian jalani, syukuri apa yang saat ini kalian miliki, sebab ada beberapa orang yang justru ingin diposisi kalian. So, jangan lupa bersyukur.
Hari ini, aku menulis hal yang sebenarnya tidak ingin ku tulis. Alasannya.. selain tidak ingin diketahui oleh banyak orang, juga tak ingin orang lain jatuh kasian setelah membaca ceritaku, walau hanya lewat tulisan. Mungkin orang lain bertanya "apa yang terjadi" aku enggan menjawab. Cukup, beberapa kata ku tolehkan pada mereka orang yang hanya ingin mengorek sisi lemahku. Aku pernah menangis sejadi-jadinya, merasa hidupku paling hancur dan pasti berakhir tertidur.
Dulu.. aku punya seorang yang ku anggap super hiro dikehidupanku, selang berapa tahun semesta tidak memberi izin untuk terus kunikmati kebahagiaan. Orang yang kuanggap super hiro mendadak jadi batman yang jahat, bukan hanya tidak membantuku justru ia dalang dibalik semua ini. Kecewa tak usah ditanyakan, sakit hati juga tak perlu dipikirkan. Aku tidak menyalahkan siapapun atas apa yang tuhan kehendaki khususnya dalam kehidupanku ini, 'setiap air hujan yang jatuh, ada pelangi yang menunggu' ku harap kalian mengerti apa makna tersebut.
Kala itu.. tidak sanggup ku lihat air mata mengalir dipipi seorang ibu, ku beranikan diri menatap wajah yang membuat hatinya hancur. Niat hati ingin menumpahkan semua amarah, namun terbesit bayangmu ketika tertawa seolah gasing dikepalaku, kau tersenyum tulus dan aku percaya sebenarnya hatimu baik, keadaan saja yang mendesak. Kau peluk tubuh kecilku menyalurkan semua kasih sayang yang terpendam, amarahku hilang terganti dengan tangis. Sekuat mungkin aku bersikap seolah tidak perduli lagi.
Lalu ku larikan diriku jauh, kemanapun. Sejak saat itu kegaduhan dirumah yang pernah aku anggap sebagai surga. Kian menjadi api yang mengahuskan bumi jelaga, tempat dimana aku menemukan kebahagiaan nyata, kini sebatas angan. Semesta tetap baik, tuhan memberiku kesempatan untuk hidup, memberi beribu-ribu kekuatan agar bertahan disini.
Bahkan jiwaku sempat sakit, tertekan, tak bisa menerima apa yang terjadi. Perlu diingat Jiwaku memang sakit, raga tetap berusaha sehat. Tapi tak usah kau balik kalimat menjadi sakit jiwa, terdengar bahaya dan tentu kurang ajar! Aku tidak suka berada ditempat ramai, aku benci suara-suara gaduh! Namun lagi-lagi aku harus mengalahkan ego demi menjaga hati yang diselimuti tangis.
Aku tetap berusaha menyatukan hati dan logika agar mereka bersahabat.
Aku pernah diberi pilihan "tetap disini namun tersiksa" atau "pergi namun terluka". Ketika mendengar nenek sihir berkata demikian. Aku anggap ini pilihan paling bodoh, hahaha lucu sekali leluconmu, ku gaduhkan suara tertawa seolah aku adalah gadis yang paling riang. Padahal, tawa ku hanya untuk menenangkan diri sendiri.Ketika aku menyebut "nenek sihir" apa yang terlintas dalam logika kalian? Seseorang yang jahat atau kejam? Ya, betul, kedua-duanya memang tepat dan pantas untuk ku beri julukan padanya. Sudah! Aku mendengar ibu berteriak rasanya seperti terjatuh ketika dalam mimpi. Dengan seribu sumpah serapah aku mengangkat kaki dari tempat yang saat ini menjadi tempat seribu kenangan, dari kota yang dulu pernah menjadi saksi kebahagiaan. Disana kebahagiaan tercetak jelas.
Berani sekali kau menyakiti hati anak kecil yang sangat mudah rapuh namun berkat begitu hati rapuh kian jadi kuat dan semakin kuat. Terimakasih untuk kisah kasih tawa yang dulu pernah kau berikan untukku. Bagaimana mungkin aku bisa membencimu? Karena bahagiaku ada disana senyumku untukmu disana. Kau tetap ku anggap super hiro ku 'yang sudah menjadi batman jahat' HAHAHA tidak-tidak aku bercanda ko. Dan semoga kau masih menganggapku putri kecilmu, selamanya..
Aku yang kini dewasa ingin dipeluk sewaktu kecil dulu, aku ingin kau mengerti bagaimana hidupku setelah semuanya mengaduh.
Terimakasih telah mendewasakanku lewat berbagai hal yang menyakitkan.
Dari usia kecil aku memang sudah hidup mandiri tanpa ayah, tapi aku bangga dengan kedua orang tua ku walaupun mereka terpisah jarak tapi tetap setia dan mereka tidak bercerai, sebab perceraian adalah hal yang dibenci oleh allah swt, lalu mereka bangun pondasi dengan saling percaya. Coba kalian pikir tidak mudah bukan jauh dengan kekasih sendiri? Apa lagi sudah memiliki anak. Tapi ajaib nya orang tua ku bisa melewatinya. Seperti saat sekarang ini.
Jadi tiap kali ada yang jahat padaku, aku tidak pernah cerita ke ibu. Aku melawannya sendirian, berusaha jadi tangguh. Meski terkadag berakhir dengan menangis kalau sedang berada dikamar mandi, salah satu tempat ter-aman yang tidak akan orang lain melihatku menangis selain diriku sendiri. Aku benci kalau dipandang lemah!.
Tapi. Sudahlah, aku akan mencoba berdamai dengan semesta dan juga takdir, bukan semesta tidak mengabulkan apa yang aku mau, hanya saja ia sedang menguji seberapa kuat mental ku. Dan aku harus buktikan kepada mereka bahwa aku bisa, aku kuat. Usiaku memang terlalu kecil untuk hidup sendiri tapi aku kuat. Sekuat hulk, hehe.
•••••
Mari. Berterimakasih pada diri sendiri, peluk dan sayangi.
Ingatkah sudah berapa peristiwa menyakitkan yang kau jalani, namun ia tetap berdiri kuat hingga saat ini.Encah mardilah.
Salam kenal semua, happy reading❤️❤️
Jangan lupa tinggalkan vote🤗
KAMU SEDANG MEMBACA
Hard life'enc
Teen FictionCerita ini awal dari kisah 2 remaja SMA. Dengan usia yang terbilang masih begitu belia, namun ia sudah merasakan kerasnya hidup. Sejak saat itu, kegaduhan dirumah yang pernah ia anggap sebagai surga, kini menjelma menjadi jutaan kembang api. Disamp...