Keesokan harinya, zaina menjalani hari-hari seperti biasa. Namun ada yang mengganjal dihati zaina dan mengganggu pikiran zaina sejak 2 hari kemarin.
Banyak kejadian aneh yang zaina temui dikehidupannya, mulai dari hal pertama yaitu ada seorang yang mengantar paket kedepan rumah zaina, namun ketika dibuka isi paket tersebut membuat zaina tercengang. Ia melihat selembar fotonya yang sudah dicetak lalu ditusuk dengan beberapa tusukan jarum pentul serta pisau kecil yang terlihat tajam sekali, zaina yang melihatnya meringis. Ngeri membayangkan betapa jahatnya orang tersebut.
Dan hari kedua yaitu ketika malam hari zaina tidur lalu merasa ada yang mengetuk jendela, ketika dibuka ia tidak menemukan siapapun, hanya melihat selembar kertas yang menempel dijendelanya dengan tulisan "gue benci lo". Ia yakin kalau ini adalah teror, dan zaina bingung sebenarnya siapa yang tega melakukan ini semua. Padahal zaina tidak pernah berbuat masalah apapun dengan orang lain apa lagi sampai membuat orang tersebut marah dan meneror zaina seperti ini.
Sekarang zaina sudah ada disekolah duduk dikursi yang menurutnya sangat nyaman sambil membaca novel kesukaannya itu. Namun lagi-lagi pikiran takut dan rasa bersalah selalu menghantui zaina, ketiga temannya sudah mengetahui soal ini. Mereka pun kaget dengan apa yang menimpa zaina, tidak banyak yang bisa mereka lakukan selain membantu zaina menemukan siapa dalang dibalik teror ini dan juga do'a yang selalu mereka panjatkan untuk keselamatan zaina.
Berbeda dengan ibu, zaina belum memberi tahunya soal teror ini. zaina khawatir kalau nanti ibu tau yang ada malah menambah pikiran ibu, jadi ia berniat menyembunyikan dulu, sekarang zaina dan teman-temannya juga sedang berusaha mencari siapa sebenarnya pelakunya.
Ketika sedang melamun, zaina dikagetkan dengan kedatangan ara dan fifi, mereka memasuki kelas dan melihat zaina yang sedang memegang buku namun terlihat tidak sedang dibaca.
"Dor!" Ucap fifi.
"Astagfirullah" kata zaina kaget, sembari reflex menutup buku yang sedang dipegangnya.
Ara yang melihat zaina kaget malah tertawa kecil, habisnya terlihat lucu.
"Kamu ni yah fi, masuk kelas bukannya salam malah ngagetin orang" ucap zaina ngegas.
"Ya maaf, abisnya kamu dari tadi melamun aja sih. Sampai gak tau kan kalau kita udah dikelas" kata fifi membela.
"Aku gak melamun kok, nih lagi baca buku" kata zaina sembari menyodorkan bukunya.
"Kita tau kok kamu pasti kepikiran soal teror itu kan?" Tanya ara memegang pundak zaina.
Zaina diam, ia malah terlihat sedih dan langsung murung.
"Kita bakal bantu kamu kok, gak usah sedih nanti kita jadi ikut sedih. Aku janji bakal terus ada disamping kamu sampai masalahnya selesai" kata ara yang langsung memeluk zaina.
Fifi melihat zaina meneteskan air mata, ia menghapus air mata zaina dengan ibu jarinya dan langsung ikut memeluk zaina.
Ketika mereka sedang berpelukan seperti ini, hilda datang memasuki kelas, tanpa banyak tanya dan tidak berfikir lagi, hilda langsung berlari kecil dan berhamburan memeluk ara, fifi, dan juga zaina.
"Makasih yah teman-teman udah mau bantuin zaina" ucap zaina terbata karena sambil menangis.
Setelah itu mereka melepas pelukannya dan saling memandang satu sama lain, tidak terasa air mata fifi mengalir begitu saja. Terharu dengan persahabatannya yang sangat baik ini, begitupun hilda dan ara, ia malah sudah banjir air mata, karena merasa bahagia mempunyai sahabat yang sangat baik seperti ini.
"Semoga persahabatan kita, kekal sampai jannah" ucap hilda sambil tersenyum.
Mendengar perkataan hilda, mereka kembali berpelukan. Kali ini dengan air mata yang sudah mengalir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hard life'enc
Teen FictionCerita ini awal dari kisah 2 remaja SMA. Dengan usia yang terbilang masih begitu belia, namun ia sudah merasakan kerasnya hidup. Sejak saat itu, kegaduhan dirumah yang pernah ia anggap sebagai surga, kini menjelma menjadi jutaan kembang api. Disamp...