Chapter 5

39.1K 2.1K 10
                                    

Hanna’s POV

Argh!! Om-om nyebelin!! Apa memang selalu begini? Apa memang laki-laki selalu lebih unggul dibanding perempuan? Tapi kan sekarang udah zamannya emansipasi wanita, masa aku kalah sih sama om-om sialan itu? Ugh, tapi percuma juga deh. Setiap kata-kata menyakitkan yang keluar dari mulutku untuk mengintimidasi om-om itu, pasti ia selalu bisa membalas dengan kata-kata yang jauh lebih menyakitkan. Duh! Emang ya, sakitnya tuh disini!!

Aku lalu menepuk-nepuk dadaku yang terasa nyeri akibat perkataannya barusan. Karena sebal, aku mengambil jalan pintas dengan melukai fisknya, walaupun aku sudah tau pasti hasilnya bahwa aku akan kalah TELAK karena fisiknya yang jauh lebih kuat, besar, berotot, dan menggairahkan itu. Oke-oke, abaikan bagian kata ‘menggairahkan’. Tapi memang benar sangat menggairahkan sih. Aih, kenapa otakku jadi mesum begini? Bunda…maaf ya hehe.

Oke, saatnya memulai aksiku. Aku lalu memukul-mukul dadanya dengan keras, mengarahkan seluruh kekuatanku yang tersisa sebisa mungkin. Tetapi sepertinya om ini tidak merasakan sakit apapun? Terbukti dari ekspresinya yang datar.

Masa bodo deh, aku tetap gencar melakukan aksiku ketika tiba-tiba tangannya yang kuat mencengkran pergelangan tanganku.

“Stop” katanya tanpa melepas cengkramannya. Reflek, aku membelalakkan mataku karena kaget. Cengkraman tangannya begitu kuat, sampai-sampai aku tidak bisa meloloskan diriku walau sudah berontak abis-abisan.

Gelombang itu datang lagi, gelombang panas yang berdesir keseluruh tubuhku. Triple shit! Duh om, coba aja sikapnya kayak malaikat. Aku pasti sudah melompat masuk ke dalam pelukanmu. Permukaan kulitnya yang sedikit berkeringat menyentuh permukaan kulitku, aku merasakannya lagi, merasakan tubuhnya yang memang begitu sempurna. Sempurna sampai bisa membuat tubuhku menjadi kaku seperti balok es gini.

“Jangan berisik, ini sudah malam, bahkan sudah dini hari. Kau bisa membangunkan seluruh penghuni gerbong ini karena perlakuan KDRTmu itu” katanya dengan suara yang berubah menjadi begitu lembut.

Aku terdiam beberapa saat. Aku benar-benar tidak tahu apa yang terjadi dalam tubuhku sekarang ini. Hanya dengan mendengar alunan suara baritonenya yang sialan lembutnya itu saja sudah bisa membuat tubuhku berada dibawah pengaruhnya. Hah bagus sekali Hanna, kau benar-benar terlihat konyol sekarang.

Aku berusaha melawan reaksi tubuhku ini dengan mengalihkan pandanganku dari wajahnya, tapi sialnya aku tidak bisa. Mataku terus saja menelusuri tiap lekuk wajahnya yang terpahat sempurnya. Ya Tuhan, ciptaanMu memang benar-benar indah, indah sekali. Apa ketika Kau menciptakannya, Kau sedang tersenyum? Ucapku dalam hati.

Aku lalu melihat kearah matanya. Sorot mata itu, menyiratkan sesuatu, sendu sekali. Mungkin pria ini sedang lelah? Bola matanya yang berwarna hitam legam benar-benar terlihat berat. Pasti pria ini sudah sangat mengantuk. Jelas saja, ini kan jam setengah 3 pagi?

“Kenapa diam begitu?”

Pertanyaan pria itu sukses membuyarkan lamunan gilaku yang berkelebatan liar di dalam pikiranku. Akupun tersadar seutuhnya, tersadar dari sihir yang diberikan oleh aura pria asing di hadapanku ini. Dan oh, bagus sekali Hanna. Kau bahkan sekarang sudah sering menyebut dirinya dengan ‘pria’, bukan ‘om’. Aku lalu melepaskan cengkraman tangannya dari tanganku.

“Ngg…enggak. Gapapa” jawabku gugup. Aku lalu menarik nafas secara perlahan dan menjauhkan diriku dari dirinya. Berusaha untuk menetralisir hal-hal gila yang sudah terjadi dalam diriku. Inget Hanna, inget! Dia itu iblis, dan bukan malaikat. Kendalikan dirimu atau kau akan terjatuh kedalam pesonanya yang memabukkan!

“Bagus, aku mau tidur. DAN jangan pernah mengangguku lagi. Mengerti?” katanya dengan penuh penekanan. Ya,ya aku mengerti. Tidak usah ditekankan seperti itu juga keles. Akupun mengangguk pelan dan membiarkan dirinya beristirahat.

Beberapa menit kemudian, aku sudah bisa menormalkan diriku. Aku lalu menatap kearah luar jendela, memandang entah apapun itu yang masih bisa terlihat. Aku lalu melirik sekilas kearah pria itu, samar-samar terlihat ia sudah tertidur pulas. Wajahnya yang diam begitu terlihat jauh lebih sempurna dan damai. Daripada wajahnya ketika ia berusaha menggodaku dan melemparkan ekspresi yang mengintimidasi, Ugh! Menjengkelkan.

Bagus, rencana malam ini untuk tidur sepertinya gagal. Akhirnya aku memutuskan untuk mengambil novel misteriku dari dalam tas. Sepertinya membaca buku merupakan pilihan yang terbaik untuk saat ini.

-----

Hallo! maaf part yang ini dikit hehe. Kasian sama Hanna nya, dia pasti udah capek banget deh hehe /alasan.

Ohiyaa, jangan lupa vommentnya yaa, biar makin sering nulis dan makin semangat:D

Happy reading all:D

A Stranger in TrainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang