22 : should

3.6K 464 66
                                    

"udah lama ya gak ke pantai." kata kak lino, tangannya melingkar sempurna di bahu gue, mendekap tubuh gue, sesekali dia mencium puncak kepala gue gemas, tanpa menyadari gue yang daritadi kalut sama pikiran gue sendiri.

eric sama gue sama sekali belum saling bicara, kita diem-dieman, yena dan sunwoo selalu bertanya ada apa diantara kita, tapi kita lebih memilih diam. ini masalah pribadi antara gue dan eric, yang lainnya gak perlu tau.

sebenernya ada beberapa waktu gue pengen ngomong sama eric, tapi dia kelihatan belum mau ngomong sama gue dan selalu menghindar, gue juga susah buat menemukan momen yang cuma berdua sama eric karena dia selalu gabung sama yang lain.

"dek?" panggil kak lino.

"iya kak?"

"kamu lagi mikirin apa?" tanya kak lino, gue menggeleng sambil mengelus tangannya. "gak kok hehe. itu lagi liat awan cantik banget."

gue melepas pelukan kak lino dan berbalik badan, "yang ini gak kalah cantik." gue menangkup pipi kak lino. "aku cantik?" tanyanya.

"iya, aku aja kalah cantik." kak lino cuma tertawa, tangannya memegang punggung tangan gue. gue mengecup bibir kak lino.

"kok bisa?"

"bisa apa?"

"kakak indah banget."

"lebay!" dia baru pertama kali mendengar ucapan gue yang se-cheesy ini.

kak lino mengenggam tangan gue dan membawanya diatas pahanya, kita saling senyum dan saling menatap ditemani dinginnya angin laut menjelang malam.

"kak, pernah gak sih, kakak tiba-tiba mikir, kok kita bisa sedeket ini?" tanya gue.

"iya juga, tapi kamu dulu tuh cuek banget. dulu kakak gak pernah expect punya adek cewek, eh ketemu kamu, gak lama mereka cerai, bingung harus bersyukur atau sedih, tapi ya gimana."

"inget gak, first kiss kita?"

"inget lah, di rumah waktu gak ada orang."

"di kamer kakak yang dulu." lanjut gue. kita berdua cerita-cerita masa lalu, mulai mengingat-ngingat kapan pertama kali kita kenal, mulai saling suka sampai akhirnya papa sama mama cerai. semuanya kita lewatin bareng-bareng sampe akhirnya gue sama dia memutuskan untuk backstreet.

kak lino itu kayak rumah, gue selalu pulang ke dia. seseorang yang bikin gue nyaman jadi diri gue sendiri, yang selalu gue ceritain hal sekecil apapun itu, yang selalu menyemangati gue. temen, kakak, pacar, dia bisa jadi siapa aja.

daridulu gue selalu kesepian, mamah selalu sibuk kerja, ganti pacar, cerai, jujur bikin gue takut, bikin trauma.

hadirnya kak lino tuh membantu gue untuk keluar dari rasa takut dan kesepian gue.

"kak, makasih ya."

"untuk?"

"ya untuk semuanya."

"kamu kenapa kok kayak mau apa aja." ucap kak lino sambil mengelus rambut gue. "mau bilang makasih aja sama kakak, aku selalu malu buat bilang."

"iyaaaaadeh."

gue sedikit merengek karena menahan tangis gue, kak lino menatap gue lembut,

"kamu kenapa sih daritadi? mau bilang sesuatu? kenapa? ada apa? ada yang gangguin kamu di sekolah? mau cerita?" tanyanya bertubi-tubi karena melihat ekspresi gue.

"kakak gimana? kakak baik-baik aja kan akhir-akhir ini?"

"iyaa, kakak baik-baik aja. sekarang kakak tanya kamu. kamu kenapa?"

"beneran kan?"

"iya beneran."

karena kak lino paham daritadi gue mengalihkan pembicaraan ketika dia tanya gue kenapa, sekarang dia mendekap gue erat, memberikan kehangatan buat gue.

"kalo kamu udah siap cerita, kakak juga siap dengerin, oke?" ucapnya, gue mengangguk perlahan.

"kak?"

"hm?"

gue melepas pelukan kak lino, kak ino menatap gue lama, kemudian dia mencium bibir gue.

gue memejamkan mata membiarkan kak lino melumat bibir gue. tangannya yang tadi mengenggam tangan gue sekarang beralih menuju rahang gue.

ciumannya terasa lama, lumatannya lembut, lembut banget gak seperti biasanya. dia seperti mencoba untuk menyalurkan semua rasa sayangnya buat gue, bibirnya menyapu bibir gue, dihisapnya bibir gue atas bawah bergantian, manis.

kak lino berusaha buat gue untuk membalas ciumannya, tapi gue membeku. akhirnya dia berhenti dan terkejut ketika air mata mengalir dipipi gue.

"kamu kenapa?" dia langsung memeluk gue erat dan tangis gue pecah. dia berusaha nenangin gue, sedangkan gue udah hancur banget sama perasaan bingung, sedih, bersalah, dan marah sama diri gue sendiri.

i don't deserve him.

gue melepas pelukannya dan berusaha mengatur tangis gue.

"kak.... aku jahat."

"...."

"aku selingkuh."

kak lino masih diem, sama sekali gak ngerespon ucapan gue. dia cuma menatap gue, mendengarkan gue.

"i don't deserve you, kak. aku jahat, jahat banget. selama ini aku selalu sesak, kak. hati aku sakit, karena aku jahat banget sama kakak, aku gak pantes buat kakak."

gue mengucapkan kalimat gue dengan nafas yang kasar, kak lino malah menggenggam tangan gue berusaha nenangin gue, walaupun gue tau dia pasti kaget.

"kamu beneran?" tanyanya pelan.

"......"

"jawab."

"maaf. aku jahat, aku selingkuh, aku pergi sama orang lain, aku bohong, aku----"

"udah." tangannya mengenggam tangan gue erat, gue menatap dia, tapi kemudian tangannya melepas genggaman gue.

dia meraih jaket denimnya yang ia taruh di atas pasir, kemudian dia bangun. "ayo pulang."

dia sudah melangkahkan kakinya sebentar tapi gue masih membeku duduk di atas pasir pantai.

dia berbalik dan menunduk, cuma bisa menatap kakinya.

"bangun. kita pulang." ucapnya tegas.

"kak."

"kakak anter kamu pulang."

"a...ku bisa pulang sendiri."

"cepet masuk mobil."

dia meninggalkan gue melangkah kakinya perlahan sambil memeras jaket denim itu keras.








worst.

24/7 • lee know [fin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang