(1)

29 6 2
                                    

      Pagi pagi sekali,santri santri sudah disibukkan dengan berbagai kegiatan. Mengaji Al Qur'an  setelah subuh dilanjut dengan bersih bersih asrama masing2. Bagi santri yang sekolah formal mereka sudah mengantri mandi sejak sebelum sebelum tadi.
        Khodijah sudah bersiap untuk berangkat.Ia bersandar didepan pintu sambil membaca buku untuk menunggu kedua temannya yang masih rempong berdandan.
  "Yuk berangkat...".ajak putri.Teman seangkatan Khodijah.
  "Marwah mana??".tanya Khodijah sambil memasukkan buku kedalam tas.
  "I am coming satu".teriak Marwah dengan senyum lebarnya.Ia segera memakai sepatu.
  "Dah yuk berangkat"
  "Mbk budal riyen Assalamualaikum"
  "Wa'alaikumsalam"
         Mereka berjalan bersama menuju gedung madrasah aliyah,diiringi dengan saling mengejek.Mengobrol ngalor ngidul.Mengobrolkan apa saja yang tak penting,bahkan kucing liar yang mereka temukan dikelas kemarin melahirkan dialmari mbk Khusnul.Bisa dibayangkan betapa murkanya dia.
        Untuk sampai di gedung Aliyah mereka harus melewati lapangan yang berada disampingnya asrama Ar Rohman. Lapangan ini adalah saksi bisu hukuman santri dilaksanakan.Lapangan yang bisa dilihat dari segala penjuru.Lapangan utama untuk pesantren Putri Mambaul Ulum.
         Saat mereka sedang asyik mengobrol tiba tiba ada seorang laki laki yang tanpa sengaja menabrak khodijah.Khodijah sendiri hampir jatuh,untung laki laki itu segera menangkapnya.
  "Astagfirullah...!!".ucap laki laki itu dan Khodijah bersamaan.
  "Maaf" .ucap laki laki itu singkat
  "Gus....".dua orang berlari dari arah selatan menuju arah Khodijah.Mereka adalah kang Dahlan supir pribadi ndalem dan ustadz Rizal ,beliau masih termasuk jajaran keluarga ndalem.Adik dari ibu nyai khomariyah.Biasanya para santri memanggilnya ibuk.
  "Maaf,saya tidak sengaja".ucap laki laki itu lagi.Wajahnya pucat pasi.Dia berlari pergi diikuti kang Dahlan.
  "Nama kamu siapa??" .tanya ustadz Rizal.
  "Khodijah"
  "Tinggal dimana?"
  " Asrama As Syifa,ustadz".jawab Khodijah pelan.
  "Maaf ya,tadi dia tidak sengaja".pintanya.Khodijah mengangguk.Padahal perasaanya tak karuan,perang batin dalam hatinya.Dia kembali berjalan bersama kedua temannya dalam diam.

                           ****

          Ruangan yang berlampu terang tapi bersuasana mencekam.Gus Iqbal dikelilingi oleh orang orang besar.Abah, paman, kakak2nya.Gus Iqbal hanya mampu menunduk, mengikuti jalan sidang dadakan yang mendebarkan atau bisa menjadi sidang yang menghancurkan masa depannya.
  "Saya benar benar melihat dengan kepala mata saya sendiri mas,Dahlan juga melihatnya".ucap ustadz Rizal.
  "Apa benar begitu Dahlan??".tanya kyai Hasan dengan penuh wibawanya.Biasanya santri santri memanggilnya Abah.
  "Njih abah". Abah menoleh kearah Iqbal. Abah itu tipe orang yang tak banyak bicara pada putra putranya. Beliau akan memanggil dan meminta untuk merenungkan kesalahan yang telah dilakukan.Sederhana tapi sangat berpengaruh pada putra putrinya.Karna mereka tau kalau abahnya sudah memanggil,berarti kesalahan yang mereka perbuat adalah fatal.Apalagi Abah tidak pandang bulu siapapun itu.Salah tetap salah harus dihukum sesuai peraturan.
          Umi datang membawakan minuman. Beliau menatap sang anak dengan nanar dan perasaan iba. Naluri keibuannya tak rela bila anaknya diperlakukan seperti seorang yang melakukan kejahatan dan harus dipenjara. Umi berhenti ingin mengikuti jalan sidang ini,tapi sang Abah dengan bahasa isyarat menyuruh umi keluar. Dengan berat hati umi terpaksa keluar.
  "Apa benar yang dikatakan paman dan kang Dahlan??".Iqbal menelan ludahnya ,gugup,takut.
  "Njih abah".
  "Kamu masih ingatkan dengan perjanjian itu?"
Iqbal diam tak menjawab. Ingatannya kembali keperistiwa saat dirinya berusia 10thn. Ketika dirinya mengikuti perjanjian yang kakak2nya buat bersama saudara saudara yang lain. Perjanjian yang akan menjadi bumerang bagi masa depannya. Mereka berjanji tidak akan menyentuh, memegang, mengenal seorang perempuan yang bukan mahramnya sebelum halal. Untuk menjaga pandangan dari zina. Karena perempuan adalah sumber dosa yang paling besar. Jika mereka melanggar maka saat itu juga mereka harus menikah dengan gadis itu. Suka ataupun tidak suka harus dilaksanakan.
  "Iqbal...".
  "Njih abah. Iqbal masih mengingatnya".
  "Kamu tau akibatnya?"
  "Njih abah...". Iqbal menatap kakaknya, meminta pembelaan darinya.
  "Ehmmm....Abah".haris angkat bicara.
"Apakah tidak ada pengecualian untuk Iqbal?"
  "Maksut Gus haris apa?".
  "Iqbal masih belia usianya, baru 17thn. Sekolahnya juga belum lulus, apalagi sebentar lagi akan ujian, pasti akan sangat mengganggu konsentrasi Iqbal!".
  "Maaf itu tidak bisa Gus. Perjanjian tetap perjanjian, harus ditepati. Apalagi perjanjian itu disaksikan oleh almarhum Abah Munir. Apa kita perlu memanggil saudara saudara yang lain untuk memutuskan perkara ini??". Ustadz Rizal tidak mau bertoleransi, ia tetap kukuh dengan keputusan awal.
  "Paman, coba paman bayangkan bagaimana kalau ini diposisi paman? Apa yang akan paman lakukan?".
   Suara Gus haris meninggi
  "Aku akan melakukannya. Pantang bagiku untuk melanggar janji yang telah dibuat dan disepakati bersama".
  "Usia 17 thn itu masih remaja, masih dalam proses berkembang". Bantah Gus haris. Suasana semakin menegang dan memanas. Adu mulut antara Gus haris dan ustadz Rizal semakin bergejolak.
  "Memang masih belia, tapi itu tidak masalah, orang zaman dulu ulama2 mereka sudah biasa menikah diusia muda,10 thn ,15thn".
Urat urat dileher ustadz Rizal semakin terlihat jelas, beliau menahan amarahnya.
  "Itu zaman dulu paman, sekarang beda".
         Jika adu mulut ini terus dibiarkan ,mungkin tidak akan ada selesainya. Harus ada pemisah untuk melerai keduanya. Karena sudah tampak jelas kemarahan terpancar dari wajah keduanya. Kemarahan yang sudah diliputi nafsu akan membunuh iman.
  "Sudah...sudah cukup". Abah menengahi. Beliau mendekati Iqbal yang masih setia menunduk.
  "Kamu Taukan apa yang harus dilakukan?". Tanya abahnya, Iqbal mengangguk.
  "Bagus. Abah tau kamu anak yang kuat".
Abah tersenyum, mencium kepala Iqbal penuh kasih sayang. Abah dan kakak2nya pergi keluar. Tersisa Iqbal, Gus Firda, dan Gus haris.
  "Kamu yakin dengan pilihanmu?".tanya Gus Firda.
  "Entahlah....". Jawab Iqbal lirih, ia meremas rambutnya, bingung.
  "Sabar ya pasti ada hikmahnya dibalik semua ini". Hibur Gus Firda. Iqbal mengangguk, berusaha tersenyum.
  "Ayo kembali ke kelas?".
  " Kamu duluan aja, nanti aku menyusul". Gus Firda mengerti. Dia segera berdiri dan meninggalkan Iqbal. Setelah kepergian Gus Firda ,Iqbal mendesah panjang lantas berdiri berjalan keluar. Baru beberapa langkah Gus haris memanggilnya.
  "Iqbal....".
Iqbal menoleh. Gus haris langsung memeluk adik kesayangannya ini. Tangis mereka pecah.
  " Kenapa semua ini harus terjadi padaku kak?" .rintih Iqbal.
  " Maafkan kakak, kakak tidak bisa berbuat apa apa untuk ini".

              Rabu,30 September 2020
                     Lembeyan,Magetan.

KHADIJAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang