(4)

16 4 1
                                    

                Pukul 03.00  malam Khodijah terbangun. Segera ia mengambil air wudhu dan sholat tahajud. Memohon petunjuk atas segala hal yang terjadi begitu saja saat ini dalam hidupnya. Setidaknya ia bisa menenangkan hati untuk besok dan hari hari yang akan datang. Khodijah baru menyadarinya sekarang betapa buruknya sifat manusia itu. Ketika ia bahagia, ia akan lupa atas nikmat yang Allah berikan, tapi ketika ia bersedih ia akan mendepe depe, merayu rayu kepada Allah. Seakan akan hanya Allah lah yang ia punya saat ini. Lantas ketika ia bahagia kemana ia? Lupakah ia?...
             Didapur Khodijah melihat ibunya sudah sibuk menyiapkan ini itu. Khodijah menghampirinya dan ingin membantu. Tapi, ibunya menolak.
  " Ndak usah nduk. Biar ibuk aja, lagian kamu pasti juga masih capek. Tidur aja lagi sama, nanti kalau udah subuh ibuk bangunin".
Khodijah menurut, dia kembali masuk ke kamar. Duduk didepan cermin menatap wajahnya lekat.
  " Apakah pantas aku bersanding dengan seorang Gus? Putra kyaiku sendiri? Bahkan aku ngga ada cantik cantiknya sama sekali!". Batin Khodijah.
  " Khodijah....". Ibunya muncul dari balik pintu.
  " Nanti pakai ini ya".ibunya menyerahkan satu set baju gamis. Berat hati Khodijah menerimannya.
  "Apa aku harus memakainya?". Tanya Khodijah dalam hati.
              Pukul 08.30 mobil Xenia putih datang. Ada dua mobil. Ayah, ibu, serta Khodijah segera keluar untuk menyambut tamu kehormatan.
  " Assamua' laikum...".
  " Wa'alaikumsalam...". Ayah dan ibu segera Salim dan mencium asto Abah dan ibu begitupun Khodijah.
  " Maaf, kami terlambat padahal janjinya pukul 08.00". Ucap Abah
  " Njih, mboten nopo nopo abah, ibu Monggo silakan masuk". Ibuk segera mengeluarkan hidangan ala kadarnya dibantu Khodijah.
  " Walahh....jadi ngerepotin ini". Gurau ibu nyai.
  " Mboten ibu, malah menjadi suatu kehormatan sendiri bagi keluarga kami karena keluarga ndalem berkenan datang kerumah gubuk kami". Abah dan ibu nyai tersenyum.
  " Ini ya nak Khodijah....cantik sekali". Puji ibu nyai.
  " Kelas berapa nduk?".
  " Kelas dua ibuk".
  " Maaf gara gara kami kalian jadi susah, bahkan nak Khodijah harus izin dari sekolah". Ucap Abah.
  " Mboten nopo nopo abah".

  " Perasaan bukan laki laki ini  yang menabrak dan menyentuhku waktu itu...." Batin Khodijah
  " Oh iya, bukannya ini Gus haris? Terus Gus itu mana? Apa aku akan dijodohkan dengan Gus haris? Tapi bukannya Gus haris sudah tidak sekolah?".Khodijah bertanya tanya dalam hatinya. Mereka terus berbincang bincang sampai akhirnya pada inti.
  " Bagaimana dengan nak Khodijah?". Tanya Abah, Khodijah mengangguk.
  " Maaf sebelumnya Abah jika saya lancang. Apakah kami harus menikah sekarang? Bagaimana dengan sekolah kami?". Tanya Khodijah. Abah dan ibu tersenyum.
  " Kami sudah mendiskusikan semuanya. Bahwa kalian akan tetap melanjutkan sekolah, tapi harus tetap menikah dalam waktu dekat ini". Jawab Abah.
  " Haris....mana Iqbal?". Ibu nyai baru menyadari kalau Iqbal sedari tadi tidak ada disini. Gus haris izin keluar sebentar untuk mencari Iqbal.
Seorang laki laki memakai baju Koko putih, berkopyah hitam sedang menikmati bunga bunga yang bermekaran. Gus iqbal. Gus yang satu ini memang sangat suka menikmati indahnya alam.
  " Iqbal, ayo masuk!".ajak Gus haris. Iqbal beranjak mengikuti langkah kakaknya. Iqbal mencium kedua tangan orang tua Khodijah. Lantas duduk disamping kakaknya.
  " Subhanallah...ini Gusnya? Namine sinten Gus?". Tanya ayahnya Khodijah dengan senyum terpatri lebar.
  " Iqbal Al Khawarizmi, biasa dipanggil Iqbal". Jawab Iqbal sopan tak lupa dengan senyum mengembang yang dipaksakan. Dan orang orang yang memiliki tingkat kepekaan tinggi pasti bisa mengetahui arti dibalik senyum Iqbal itu. Senyum untuk menutupi luka kadang dalam situasi juga harus dibiasakan.
   Pandangan Iqbal dan Khodijah bertemu.
Cessss....
Setetes bening cahaya muncul dihati keduanya. Rasa yang sulit diungkapkan dengan kata kata, melainkan dengan bahasa isyarat dari hati ke hati. Dengan nama cinta pada pandangan pertama. Benarkah???...
      Semudah itukah untuk menyatakan bahwa itu adalah cinta? Tidak semuanya butuh proses dengan alur dan waktu yang menghubungkannya. Untuk memantapkan hati bahwa itu benar adanya.
Keduanya mengalihkan pandangan satu sama lain.
      " Ini Khodijah. Nama lengkapnya  Khodijah Miftahul Jannah".
Ucap ibunya memperkenalkan. Iqbal mengangguk. Selama perkenalan Iqbal dan Khodijah hanya menanggapinya setengah setengah. Hanya pasrah dan mencoba iklas dengan keputusan yang telah disepakati.
      " Kalau begitu telah disepakati pernikahan dilaksanakan tanggal 27 Maret" . Ucap Abah memutuskan.
      " Abah umi....boleh saya meminta sesuatu....". Pinta Iqbal membuka suara setelah sedari tadi diam
     " Apa le...??".
     " Saya ingin pernikahan ini dilakukan secara sederhana. Tidak ada resepsi hanya ijab qobul".
     " Kalau secara sederhana bisa saja ke, tapi kalau tanpa resepsi....mana mungkin?". Tanya uminya.
     " Kami masih muda,perjalanan kami masih panjang jika kami diijinkan memiliki umur panjang. Apalagi kami masih remaja. Pernikahan ini pasti berdampak juga dilingkungan sosial dan sudah dapat dipastikan Khodijah yang akan paling menderita".
      Semuanya terdiam mendengar ucapan Iqbal. Benar. Mereka tidak berfikir sampai kesana. Tidak semua lingkungan dan orang akan menerima hal hal seperti ini. Apalagi perempuan lebih banyak menggunakan perasaan dari pada akalnya. Tidak semua perempuan akan tangguh menerima cemohan dari masyarakat.
       " Ehmmmm.....maaf,mungkin yang dikatakan gus Iqbal benar. Lebih baik tidak ada resepsi. InsyaAllah jika Allah mengijinkan suatu kelak nanti kami pasti akan melakukan resepsi pernikahan".
Pinta Khodijah. Iqbal menatapnya. Calon istrinya ini bisa memahami apa yang ia sampaikan .
      " Baiklah...semoga itu lebih baik buat kalian". Ucap ibu Khodijah akhirnya.
     Keluarga ndalem kembali ke Semarang . Semuanya sudah beres tinggal menunggu waktu. Iqbal menatap luar jendela mobil,mengamati setiap sesuatu yang terlewati.
      " Bidadari dunia yang tak pernah diharapkan'. Gumam Iqbal.
Semuanya butuh proses. Tidak ada yang instan,bahkan yang instan juga butuh proses. Mungkin harapan itu tidak datang untuk saat ini. Bisa satu, dua, tiga,empat tahun bahkan bisa lebih. Sebagai manusia kita hanya mampu ikhtiar, tawakal, ikhlas, dan berdo'a. Sabar dan selalu ingat bahwa Allah selalu bersama kita. Karena pada hakekatnya semua yang kita lakukan hanya berpusat pada satu titik, yaitu Allah.

                Magetan 13 Januari 2021
                          El Abidah

Alhamdilillah...bisa updet lagi di tahun baru ini,semoga bisa bermanfaat buat semua.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 13, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

KHADIJAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang