"Aku mendapat panggilan dari gurumu bahwa kau sakit, kau pasti berpura-pura demi menjatuhkanku!"
Sambil melotot ke arahku, paman terus berteriak dan memarahiku.
Apalagi kali ini?
Dengan malas aku mendengarkan ucapannya.
"Kau membuatku terlihat seperti orang tua yang tidak peduli pada anaknya, kau sengaja berbohong bukan?!"
Apakah bu Aina memberitahukan bahwa aku masuk uks lagi kepada paman? Tidak, bu Aina sangat memahamiku jadi tidak mungkin. Perkiraanku jatuh pada pak Wenny.
Aku lengah… Dan melewatkan kesalahan seperti itu.
Pamanku dari dulu selalu memukuli diriku, walaupun aku tidak mengetahui apa kesalahanku. Dulu saat dipukuli, aku selalu hanya bisa meringkuk diam disudut dalam kamar. Sepertinya kali ini juga begitu, namun… Kali ini aku menolak bersikap lemah seperti dulu.
"Apa kau akan mengaku sekarang?!"
Dari ekspresi dan tangannya yang gemetar kelihatan bahwa amarahnya sedang memuncak dan sepertinya akan meledak kapan saja.
Berapa lama lagi aku harus merendahkan diriku dihadapan semua anggota keluarga brengsek ini? Paman yang selalu berusaha untuk menghancurkanku, Bibi tidak menghiraukan keberadaanku, dan Calvin sudah sangat menginjak - injakkan harga diriku sehingga tidak ada lagi yang tersisa.
Aku menaikkan sudut mulutku membentuk seringai tipis, menatap matanya dengan intens menolak untuk direndahkan dan menjawab dengan singkat.
"Tidak."
Sesaat setelah itu…
*PRANGG*
Botol yang sedari tadi ditangan paman melayang dan nyaris mengenai kepalaku, untungnya aku sempat sedikit mengelak dengan memiringkan kepalaku kekiri secara refleks. Namun, serpihan botol kaca itu masih mengenai pipi dan dahi kananku membentuk goresan yang lumayan dalam terutama pada pipiku, sehingga darah segar mengalir jatuh menelusuri rahangku dan menetes ke lantai dari daguku.
"DASAR KEPARAT KURANG AJAR!"
...Bajingan gila. Dia melempar botol alkohol itu dengan tiba-tiba, jika aku tidak memiliki refleks dari ikut pelatihan taekwondo aku akan tamat tadi.
Aku melotot pada paman sambil terus mengepalkan tangan dan gigiku berusaha menahan emosi yang mulai mendidih.
"Dimana sopan santunmu HAH?! Dasar kurang ajar! Kau... DASAR ANAK SIALAN!"
Paman mendekatiku dan menarik kerah bajuku dengan kasar membuatku mendekat, sehingga wajah paman terlihat lebih jelas sangat merah dan matanya tidak fokus. Dia sangat mabuk.
Karena suaranya yang sangat berisik, Bibi dan Calvin keluar dari kamar mereka, dan memperhatikan apa yang terjadi. Bibi yang mengerutkan kening karena merasa tidurnya terganggu mulai mengomel.
"Ada apa- Oh, ternyata kau."
Setelah memandangiku dengan ekspresi acuh tak acuh ia baru memahami apa yang terjadi
Sungguh keluarga yang memuakkan... mereka bahkan tidak peduli setelah melihatku. Bahkan Calvin terlihat menaikkan sudut mulutnya dan memandangku dengan tatapan merendahkan. Dengan nada datar aku mulai berbicara.
"…Lepaskan."
Paman langsung mendorong dadaku dengan kasar melepaskan cengkeramannya. Tangannya membentuk tinju dan dengan cepat memukul pipi kiriku.
*BUAKK*
Denyutan dipipi kiriku terasa sangat menyakitkan, namun aku sama sekali tidak bersuara. Aku sengaja tidak menghindari pukulannya walaupun mudah bagiku. Tidak, lebih tepatnya aku tidak bisa. Jika aku menghindari pukulannya, hal yang lebih buruk akan menimpaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
[DISCONTINUED]The Dream
Narrativa generaleMimpi sama yang terus menghantuinya selama 2 tahun ternyata memiliki banyak kisah dibaliknya?