BAGIAN 3

159 16 0
                                    


Juni 2009

Sabtu siang itu Seokmin sedang berada di teras rumahnya, membantu Ibunya membersihkan halaman, sembari menyapu Ia menghela nafas mengingat keluarganya yang semakin hari semakin tak wajar, Jihoon yang mulai jarang keluar kamar -sekarang Jihoon keluar kamar hanya untuk makan, berangkat sekolah, dan kerumah Jeonghan, bahkan sekarang kalau Wonwoo dan Jun datang mereka akan dikamar-, Chan yang mulai jarang mengeluh, dan Ibunya menjadi lebih sering terlihat merenung

Jujur Seokmin tidak tahu apa yang harus Ia lakukan sekarang, keadaan rumahnya semakin dingin, demi tuhan bulan depan Ia baru masuk sekolah menengah. Ia tidak seberani Jihoon yang akan melawan, selama ini Seokmin memang selalu mendengar perdebatan orangtuanya, dan Iapun sadar apa yang dilakukan Ayahnya kepada Kakaknya, tetapi Ia tidak punya cukup nyali untuk berdiri dan melindungi Kakak dan Ibunya.

Sebenarnya Seokmin resah dengan keadaan Chan dan apa yang ada di dalam kepala Adiknya saat ini, Adiknya itu hanya bicara seperlunya dirumah, berbeda ketika dengan teman-temannya, belakangan ini Chan semakin jarang mengeluarkan suaranya, membuat Seokmin kepikiran, beberapa hari yang lalu Ia menemukan Adiknya itu sedang melamun menatap keluar jendela kamarnya, Seokmin masukpun Ia tidak sadar.

Seokmin tidak terlalu mempermasalahkan Jihoon karena di matanya Jihoon merupakan pribadi yang kuat dan bisa menyelesaikan masalahnya sendiri, rasa peduli sangat ada dalam benak Seokmin hanya saja image Jihoon di mata Seokmin sangat kuat, seperti orang yang tidak butuh bantuan. Sedikit Ia tahu, di kemudian hari Ia akan menyesali penilaiannya terhadap Jihoon, Ia salah besar.

Lamunannya terhenti akibat suara gaduh dari dua rumah setelah rumahnya, yang Ia tahu dua rumah setelah rumahnya itu sudah beberapa waktu kosong, di pekarangan rumah tersebut ada beberapa mobil angkut dan satu mobil pribadi. Senyum Seokmin merekah ketika mengetahui akan memiliki tetangga baru

Dengan lekas Ia selesaikan pekerjaannya menyapu halaman, menaruh sapu serta pengki di dekat dinding, kemudian Ia berjalan menuju rumah yang ramai tersebut

"Selamat siang" ucapnya dengan senyum cerianya

"Siang" balas seorang lelaki, Ia anggun, cantik bahkan, membalas senyum Seokmin

"Siang tante, aku Seokmin tetangga dua rumah dari rumah tante" balas Seokmin

"Oh? Rumah yang cat biru itu?" Tanya lelaki yang lebih tua itu

"Iya betul tante"

"Halo Seokmin, nama tante Tao, kalau boleh tau kamu udah sekolah kelas berapa? Tante punya anak kayaknya seumuran kamu" lanjut Tao sambil menatap Seokmin

"Nanti Juli Seokmin masuk SMP tante, kelas 1"

"Wah sama dong kaya Hao, kamu tunggu bentar ya tante panggilin anak tante dulu"

Setelah itu Seokmin ditinggal sendiri di pekarangan rumah tetangga barunya itu, tidak lama Tao kembali sambil merangkul seorang anak yang terlihat seumuran dengannya, wajah dan auranya merupakan jiplakan dari sang ibu. Senyum Seokmin kembali melebar melihat calon teman barunya itu

"Hao, ini Seokmin tetangga kita, kamu seumuran sama dia kenalan dulu gih. Seokmin tante tinggal dulu ya mau beberes didalem, kamu ngobrol dulu aja sm Hao" jelas Tao kepada anaknya

"Siap tante"

"Halo aku Lee Seokmin, rumahku yang biru itu" lanjut Seokmin sambil menunjuk rumahnya

"Iya udah tau, tadikan Mama udah bilang" jawab Hao sekenanya

"Kamu judes ya, nama kamu siapa? Nama panjang kamu" lanjut Seokmin

"Minghao, Wu Minghao, tapi aku udah lama tinggal di Korea, panggil aku Myungho atau Hao juga boleh" terang Myungho

KEMBALI LAGI [SEVENTEEN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang