Delapan belas tahun yang lalu ....
Di pedalaman hutan yang lebat, seorang gadis berlari dengan luka di sekujur tubuhnya. Ia menangis menahan sakit. Sesekali ia menoleh ke belakang, di mana sang paman sedang mengejar seraya membawa sebuah tongkat kayu untuk memukulinya.
"Felisa! Jangan lari!" teriak sang paman yang terus mengejar.
Gadis yatim piatu itu dilanda ketakutan. Pasalnya, ia dipaksa menikah oleh seorang pria kaya karena sang paman memiliki banyak utang. Memang selama ini pamannya yang menghidupinya, tapi ia tidak pernah bahagia karena pria itu selalu saja menyiksanya.
Hanya dengan melakukan kesalahan kecil sang paman tidak akan segan-segan memukulinya hingga tubuh Felisa dipenuh luka. Tidak ada rasa iba sedikit pun di wajah pria itu. Bahkan ia sudah seperti kecanduan dalam memukuli manusia tak berdosa.
Felisa terus berlari, hingga ia terjatuh dan tak bisa bangkit lagi. Ia menyeret paksa tubuhnya, lalu bersembunyi di balik pohon besar. Tubuh yang dipenuhi darah, kini bergetar kedinginan dengan luka yang terasa perih ketika hujan mulai turun semakin deras. Pandangannya buram dan saat itu pula ia tidak sadarkan diri.
***
Di langit mendung tepatnya di atas awan, seorang malaikat berdiri seraya mengarahkan kedua tangan ke depan. Awan hitam itu bergerak, hingga hujan turun semakin deras.
Dia adalah malaikat yang tugasnya menurunkan hujan. Malaikat itu tersenyum ketika melihat bumi yang ia cintai, kini dibasahi oleh hujannya. Banyak yang gembira karena tanaman di kebun mereka yang kering telah subur karena hujan. Ada juga yang tidak suka karena pakaian yang mereka jemur tidak kering. Tentu hal itu menjadi hiburan untuk malaikat tampan itu.
"Sudah saatnya kau mengambil nyawanya. Kau bisa pergi dengan Firdan. Aku akan mengurus yang lain nanti. Eh, tapi tunggu dulu! Sebentar, biar kuambil."
Malaikat penurun hujan bernama Firdan itu sempat mendengar percakapan kedua temannya. Namun, pandangan Firdan langsung teralihkan pada seorang gadis yang terbaring lemah di tengah hutan sana. Malaikat itu terdiam. Mungkin ia melihat sesuatu tentang masa depan gadis itu yang membuatnya tertarik.
Entah apa yang mempengaruhinya hingga ia penasaran dan turun ke bumi untuk menghampiri gadis itu. Tugasnya yang tadi menurunkan hujan dan ingin menemani teman untuk mencabut nyawa seseorang, kini tertunda begitu saja.
Sayapnya ia kepakkan, lalu perlahan mendarat di bumi untuk pertama kalinya. Ia meraih tubuh gadis itu dan membawa ke pangkuannya.
Wajah putih cantik nan mulus dipenuhi luka dan darah. Pandangan Firdan tak lepas dari wajah polos itu, hingga mata bulat indah itu perlahan terbuka. Menatap pria bersayap putih di depannya tak percaya, walau terlihat samar-samar karena cahaya yang menyilaukan.
Firdan membawa gadis itu ke tempat teduh di sebuah gubuk kosong yang tak jauh dari sana. Gadis polos yang kini terbaring lemah di meja tua, menatap kagum pria bersayap yang baru saja menyelamatkan nyawanya itu. Terlihat tidak jelas karena pandangannya sedikit buram.
Firdan menatap gadis itu sekilas, lalu berbalik dan bersiap untuk pergi. Namun, gadis itu langsung menahan tangannya, menggenggam begitu erat dengan tangan gemetar seakan tak ingin ia pergi.
"J-jangan pergi .... T-tetaplah di sini, aku takut ...," lirih gadis itu lemah terbata-bata.
Firdan menatap gadis itu sejenak. Tanpa pikir panjang, ia menganggukkan kepala tanda setuju. Meskipun ia tahu, ia telah melanggar peraturan dan akan mendapat hukuman yang berat.
Mungkin ini yang dinamakan cinta pada pandangan pertama. Cinta yang datang tak terduga dan menahannya untuk tidak pergi. Bukan hanya cinta, tapi ini adalah takdir yang sudah menentukan untuk menyatukan keduanya. Walau akan tiba saatnya di mana kehancuran akan memisahkan mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rain and Blue Blood [TELAH TERBIT]
FantasyApa yang terlintas di pikiranmu saat mendengar kata darah biru? Pasti kau akan berpikir bahwa ini tentang seseorang yang merupakan keturunan bangsawan atau kerajaan yang bergolongan ekonomi atas. Namun, ini bukanlah tentang kerajaan atau bangsawan...