Part 14 (Kesempatan)

27 4 4
                                    

Di ruang tamu yang begitu luas, seorang pria dengan rahang tegas mondar-mandir tidak tahu arah. Berkali-kali ia berusaha tenang, duduk di sofa, hingga menonton film yang menghibur, tapi tetap saja hatinya tidak tenang. Pikirannya tertuju pada putrinya yang menghilang entah ke mana di malam selarut ini.

Pria itu meremas rambutnya frustrasi. Sebenarnya Firdan sudah menduga kalau Lucy pasti akan melakukan hal seceroboh ini. Ada sedikit rasa penyesalan karena ia menceritakan masa lalunya pada Lucy. Hal itu membuat Lucy penasaran dengan kota Atlanka dan akhirnya pergi ke sana.

"Argh!" Firdan mengacak rambutnya. Ia ingin menjemput Lucy, tapi bagaimana? Kekuatannya belum pulih. Bagaimana ia melawan iblis di sana nantinya?

Tok ... tok ... tok!

Suara ketukan pintu membuat Firdan mengalihkan perhatiannya. Entah kenapa ia merasa tidak nyaman dengan ketukan itu. Firdan menggigit bibir bawahnya seraya berpikir sejenak. Perlahan, ia berjalan ke arah pintu dan membukanya.

Mata Firdan yang tadinya memancarkan sinar kecemasan, seketika berubah menjadi sinar kebencian begitu melihat siapa yang datang.

Pria itu yang ia kenal dengan baik. Seorang malaikat tertinggi yang memberikannya hukuman berat bertahun-tahun, mengusirnya dan sangat menginginkan kematian untuk putrinya. Dia adalah Findaus.

"Aku ingin bicara," ujar pria itu membuat Firdan tersenyum miris di salah satu sudut bibirnya.

Ingin sekali ia menutup pintu saat itu, tapi ketidaksopanan bukanlah hal biasa yang ia lakukan.

"Aku tidak ingin berlama-lama," jawab Firdan dengan wajah datar dan mempersilakan Findaus masuk. Sebenarnya ia tidak ingin, tapi terpaksa karena ia juga membutuhkan bantuan seseorang saat ini.

"Kenapa kau menemuiku?" tanya Firdan begitu mereka duduk berhadapan di ruang tamu.

"Hanya ingin menemui teman lama. Tidak boleh?" Findaus menghela napas sejenak, lalu melihat sekeliling rumah yang mewah itu. "Di mana anak itu?"

"Untuk apa kau mencarinya?"

"Aku hanya ingin mengatakan kau harus menjaganya dengan baik. Ramalan itu benar adanya. Dia adalah anak penghancur."

"Lalu?" Firdan menatap malas malaikat di depannya seolah mengerti maksud pria itu datang ke rumahnya.

"Aku sarankan lebih baik kau menjauhinya atau lebih tepat membunuh anak itu, tapi ... aku yakin kau tidak akan melakukannya karena dia adalah putrimu. Andai saja kau tidak melakukan kesalahan, ini semua tidak akan terjadi. Ya, aku akui ini adalah takdir. Setidaknya mulai sekarang lebih berhati-hatilah dalam mengambil keputusan karena bisa berakibat fatal di masa depan."

"Jika kau datang ke sini hanya untuk menasihati, maaf aku tidak bisa. Jangan basa-basi, katakan yang ingin kau katakan lalu pergi dari sini." Firdan berucap dengan wajah datar, lalu memalingkan wajahnya.

"Bukan menasihati, tapi memperingati. Kau sekarang mulai kehilangan akal sehat karena cintamu pada manusia. Cobalah berpikir lebih jauh. Cintamu tidak akan bertahan lama karena manusia dan malaikat berbeda. Manusia akan mati, tapi tidak denganmu." Ucapan Findaus membuat Firdan terdiam.

Firdan mengepalkan tangannya, berusaha menahan air mata yang sudah membendung di sana. Perkataan Findaus memang benar, tapi ia juga tidak bisa membiarkan dan meninggalkan putrinya begitu saja. Walaupun ia tahu bahwa Lucy dan cintanya pasti akan mati, setidaknya ia berusaha agar keluarganya tidak mati di tangan iblis.

Firdan menunduk sejenak, lalu kembali menatap Findaus. "Benarkah? Oh, ya, aku ingin bertanya, kenapa malaikat tertinggi sepertimu mau peduli dengan seorang buangan sepertiku? Kau sudah mengambil sayapku, mengambil sebagian kekuatanku, menghukum, bahkan mengusirku dari Istana Langit. Lalu, untuk apa lagi? Kau sudah membuangku, tapi kenapa kau masih tidak membiarkanku bebas?"

Rain and Blue Blood [TELAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang