Chapter 3

30 12 0
                                    

Boooommm

🔆🔆🔆

Hari semakin larut. Usai mengajak Tia makan, Tante Mira dan suaminya pamit untuk pulang. Tia harus menginap di rumah sakit menemani Sang Ayah yang masih koma.

Saat masuk ke dalam ruangan ICU, ia langsung mengganti pakaiannya dengan dress tidur mini berbahan satin biru muda.

Setelah berganti pakaian, tiba-tiba ada satu hal yang menarik perhatiannya yakni beberapa bungkus cokelat di sudut ruangan, makanan kesukaan makhluk penunggu ruangan ini.

Tia sama sekali tak peduli akan hal itu. Yang jelas mood-nya sedang turun drastis beberapa hari ini dan ia harus makan cokelat.

Tia mengambil sebungkus cokelat lalu melahapnya sampai habis. Anehnya cokelat yang ia makan tak ada rasanya alias hambar.

Tok tok tok

Tia cepat-cepat menghabiskan cokelat  yang tersisa. Ia langsung membuang bungkusnya ke tong sampah. Setelah memastikan semua cokelat sudah ia telan, ia melangkah untuk membukakan pintu.

"Iya," ujar Tia seraya membuka pintu.

Tak ada siapa pun di luar. Tia mengernyitkan dahi. Padahal sangat jelas ia mendengar suara ketukan pintu. Ia menepuk-nepuk pipinya dan memastikan kalau ia sedang tak bermimpi.

Tia langsung menutup pintu dan menguncinya lagi.

Jarum jam sudah menunjuk angka  sebelas, waktunya tidur. Tia langsung menuju sofa yang letaknya agak di pinggir. Sofa itu cukup panjang dan cukup empuk untuk dijadikan tempat tidur.

Tia merebahkan tubuhnya di sofa. Lampu ruangan masih tetap menyala dan Tia bisa pastikan kalau tidurnya tak akan nyenyak malam ini.

Matanya yang baru saja akan terpejam beberapa kali terganggu oleh langkah sepatu perawat yang lewat di depan ruangan. Suara ketukan sepatunya begitu nyaring di telinga.

Tok tok tok

Terdengar suara ketukan pintu lagi. Sontak Tia langsung duduk dan berjalan untuk membuka pintu.

"Iya ..., sebentar."

Tia berjalan menuju pintu dan membukanya. Tapi tak ada siapa pun di sana. Tentu saja ia cemas. Tia melirik ayahnya yang sedang koma, matanya terpejam.

Tia yang penasaran langsung menuju ke luar. Di koridor rumah sakit itu terlihat lengang, tak ada siapa pun yang lewat. Lalu ... siapa yang mengetuk pintu?

Tak mungkin Tia salah dengar karena suara itu sangat jelas.

Matanya yang terasa berat memaksa Tia untuk kembali lagi ke sofa.

Kepala yang terasa berat serta pandangan yang mulai mengabur membuatnya tertidur.

***

Hiks hiks hiks ....

Terdengar suara wanita menangis. Perlahan mata Tia yang masih kabur terbuka.

Tangisan itu semakin kencang, Tia yang semula menatap langit-langit ruangan pelan-pelan mencari sumber suara itu.

Seketika matanya terbelalak saat mendapati seorang wanita yang sudah duduk di sebuah kursi di sudut ruangan (dekat dengan sesajen yang ditaruh Rizel). Wanita itu berambut panjang dan berbaju putih. Rambutnya yang kusut menutupi semua wajahnya.

Tangan Tia terasa dingin, bulu kuduknya berdiri. Tubuhnya terasa beku.

Padahal pintu itu dikunci, bagaimana mungkin ada orang yang bisa masuk?

Ya Allah ...., batinnya.

Tia merapalkan doa dalam hati. Dengan tubuh yang beku ia terus berusaha keras untuk tidak menjerit.

Semakin ia membaca doa, tubuhnya semakin tegang.

Dan ... tiba-tiba hal yang lebih mengerikan pun terjadi, wanita itu berdiri.

Tia langsung menjerit sejadi-jadinya saat melihat kepala wanita itu berputar tiga ratus enam puluh derajat.

Rambutnya yang lurus seketika berubah gimbal, pakaiannya yang semula putih berubah menjadi merah.

Wanita itu sepertinya tahu kalau Tia sedang melihat ke arahnya.

Dia mulai berjalan menuju Tia yang masih membeku di atas sofa. Cara berjalan wanita itu bukan seperti manusia pada umumnya. Ia tidak melangkah melainkan melayang.

Perlahan Tia mulai bisa duduk saat wanita itu semakin dekat. Tak sengaja Tia melihat kuku-kukunya yang panjang, runcing dan hitam.

Wanita itu semakin dekat. Kali ini Tia tak bisa menjerit, lidahnya kelu.

Tia berusaha mengambil sesuatu untuk dilemparkan padanya.

Tapi semuanya sudah terlambat, mahluk itu sudah berada tepat di depannya. Dan alangkah terkejutnya Tia saat tiba-tiba rambut yang menutupi wajahnya tersibak.

"Aaaaaaaaaaaaaa ...."

Wajahnya penuh dengan darah kental dan ia mengeluarkan lidahnya yang teramat merah dan panjang.

Makhluk itu mencekik leher Tia. Tubuh Tia terangkat, napas Tia tercekat. Matanya semakin terbelalak saat melihat wajah wanita itu lebih dekat.

Baunya busuk, wajahnya penuh dengan luka sayatan, seketika Tia merasa Mual.

Makhluk mengerikan itu menjulurkan lidahnya. Tia melihat lidahnya semakin panjang dan melilit betis Tia.

Tia merasakan seperti ada sesuatu yang basah berlendir menempel di betis kanannya. Sesuatu itu berjalan melilit betisnya.

Sontak Tia menggeram, ia menjerit dengan suara yang tertahan karena cekikan makhluk itu. Wajah Tia menegang saat lidah makhluk itu semakin naik menuju selangkangannya.

Tia menatap wajah makhluk itu lekat-lekat, ia berusaha memohon dalam hati agar segera dilepaskan.

Plis ..., lepasin gue ...! gue minta maaf udah ngambil makanan lo. Gue janji gak bakal ngulanginya lagi, batin Tia.

Tia semakin menggeram hebat dengan wajah yang kian memerah saat lidah makhluk itu hampir sampai di daerah kewanitaannya.

"Aaaahhh."

Tia mendesah saat lidah itu telah berhasil menyentuh area kewanitaannya.

~to be continued~

Next uy!

TERKURUNG [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang