Dengan mata yang belum sempurna terbuka, ia merasa kesal karena seseorang telah berani mengganggu waktu istirahatnya, bahkan dijam selarut ini. Terpaksa Seokjin harus merelakan kehangatan malam ini. Sebab bel pintunya sejak tadi berbunyi, ia terus mengumpat sembari berjalan menuju pintu apartementnya.
Keparat, siapa yang berani mengganggu selarut ini?
Shit!!
Entah berapa banyak umpatan yang sudah keluar dari mulutnya. Ia membuka pintu kasar. "Kau..." ayolah siapa yang mau menerima tamu selarut ini, bukankan Seokjin terlalu baik meladeni semuanya. "Yak...." teriaknya yang di abaikan.
"Siapa yang menyuruhmu masuk?"
Dengan balutan kaos dan training, Jimin tetap berjalan mengabaikan semua ucapan Seokjin. Tanpa menunggu tawaran ia langsung merebahkan tubuhnya di sofa milik Seokjin.
Seokjin melihat tajam gerak-gerik Jimin, otaknya seakan pecah melihat temannya yang seperti orang tidak mempunyai tujuan sama sekali. Sial, ia harus siap menjadi pendengar setia disaat matanya ingin sekali kembali menutup. Ia dengan rasa kecewa, kembali menutup pintunya dan ikut bergabung duduk di samping Jimin.
"Apa yang terjadi? Kau gila ya... Untuk apa kau kesini, kau tau kan kalo...." ucapnya terputus.
"Ya aku tau ini sudah larut malam." Jawab Jimin. Ia meremas kepalanya, "aiishh, bagaimana hyung...?" ucapnya putus asa.
Ingin sekali Seokjin mengusir cepat-cepat Jimin, tetapi ia harus menghentikan niatannya itu. Sebab kedua mata Jimin seakan memohonnya untuk tidak mengabaikannya, ya terlihat begitu sedih. "Hei jangan membuat masalah, bagaimana bisa kau meninggalkan istrimu sendirian, apa kau tidak memikirkannya?"
Jimin menggaruk kepalanya, "Apa yang harus aku lakukan hah?" memutar tubuhnya agar bisa menatap Seokjin. "Aku meninggalkannya saat dia tertidur." ucapnya lirih sembari menundukkan kepalanya.
"Jim....." membuat Jimin mendongak lalu menatapnya dengan serius. "Jangan seperti ini, bukannya kau tadi sudah berjanji untuk menjaganya. Kau bisa menyinggung perasaaannya." nasehat Seokijin
"Hyung, kau tau posisiku bukan? Aku tidak mengenalinya sama sekali dan tiba-tiba sekarang dia sudah menjadi istriku. Apa yang harus aku lakukan?"
"Pulanglah ke rumah. Kau harus menepati janji yang sudah kau buat." ingat Seokjin. Ia menepuk bahu Jimin yang masih diam. Barangkali mencerna semua kalimat yang keluar dari bibir Seokjin.
"Bagaimana jika dia membutuhkan sesuatu saat ini, ingat Jim dia tidak bisa berjalan sepertimu. Jangan ceroboh."
"Ini tidak mudah hyung....!"
"Aku mengerti Jim, sekarang dia sudah menjadi tanggung jawabmu. Tidakkah kau perhatikan matanya saat memasuki altar penikahan? Hyena terlihat begitu takut bahkan ia berusaha menahan air matanya. Hyena juga sama tertekannya sepertimu Jim." jelas baik-baik Seokjin, berusahan membuka pikiran Jimin agar kembali jernih.
Jimin memejamkan matanya, "Bahkan aku melihat cairan matanya itu." ucapnya lirih dengan wajah yang menunduk.
"Kau harus menepati janjimu untuk selalu berada di sampingnya, jangan menambah dosa."
Mereka yang suka membuat janji dimalam hari lalu mengingkari di pagi hari adalah orang jahat, tentu Jimin tidak akan seperti itu. Beberapa faktor memang membuatnya berada di posisi yang sulit ini. Jujur saja ia sangat cemas dengan kondisi istrinya, takut saja jika ia tidak bisa mengurus istrinya diposisinya yang juga sibuk mengurus pekerjaannya. Berkali-kali ia meremas kepalanya, mencoba menghilangkan rasa pusingnya. Namun gagal, kepalanya tetap pusing dan seakan begitu penuh dengan pikiran-pikiran yang mengganggunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Truth Married
Non-Fiction[SLOW UPDATE] Park Hyena, wanita yang hanya bisa duduk di kursi roda harus membuka lembaran hidup barunya bersama lelaki yang dipilih kedua orangtuannya untuk menjaganya. Ia harus menjalani kehidupan bersama Choi Jimin, yang jauh lebih tak terduga d...