Part 1 | Pelindung?

2.3K 163 11
                                    

"Jangan mendekat, atau jantungku akan berhenti berdetak."
_Adiba Valerie

•••••

Jangan pernah mencoba masuk dan mendobrak benteng pertahananku
Jangan pernah mencoba menyembuhkan lukaku dan memunculkan luka baru dengan sakit yang lebih dahsyat.
Bukan tak ingin bangkit.
Hanya saja, semua tak akan ada gunanya jika aku membawa diriku pada lubang dunia kelam yang lebih dalam lagi.

••••••

"Anaknya Bunda sudah makan, belum?" Suara itu mengalun indah.
Tangannya bergerak mengelus pelan bahu putrinya. Tentu saja hal itu membuat gadis yang asyik melamun itu kini tersentak kaget.

Selalu ada pergerakan lebih jika ada hal yang mengejutkannya.
"Makan, ya, Sayang?" bujuknya mendapat gelengan kepala sekali.

Dengan masih menatap kosong ke depan, gadis itu kembali menghela napasnya.
"Bunda pulang aja. Diba bisa sendiri," cetusnya lalu berlalu dari hadapan sang Bunda.

Setelah kepergian sang putri, wanita paru baya itu menangis sesenggukan. Entah mengapa, setiap ekspresi putus asa milik sang putrinya selalu membuatnya lemah.

"Maafin Diba, Bunda. Kalau gini terus mending Diba mati aja. Diba selalu bikin Bunda sedih, " lirihnya sambil terisak pelan.
Entah mengapa, setiap ingin melakukan sesuatu, selalu ada hal dalam dirinya yang mengatur setiap ucapannya dan membuat hatinya membeku.
Kadang ucapan dan tindakannya tak sesuai dengan hatinya.

Ingin merengkuh tapi malah membuat banyak orang semakin terpuruk. Tapi ketahuilah, dirinyalah yang paling terpuruk di sini.
"Bunda harus bahagia, ada atau tanpa adanya Adiba," ujarnya pelan lalu memasuki kamarnya.

•••••

"Gimana, Bun? Anak Ayah sudah makan, belum?" tanya seorang pria yang notabenenya merupakan Ayah dari gadis cantik itu.
Melihat guratan kesedihan itu membuat dirinya cukup mengerti.
Lagi dan lagi putrinya memberi respon buruk.

"Tidak apa-apa, mungkin memang belum waktunya." Setelah mengatakan itu, pria itu membawa istrinya ke dalam dekapannya.
Sambil menggumamkan kalimat menenangkan.

Di atas sana, seorang gadis menangis meraung. Merasa sangat bodoh dengan dirinya sendiri. Merasa sangat tidak berguna.
Ingin melawan ketakutannya tapi kelemahan selalu menjadi kawannya.

"Maaf." Hanya kata itulah yang selalu mampu terucap dari bibir mungilnya.

"Adiba tau kalau Bunda dan Ayah malu punya anak kayak Diba. Seberapa besar pun kasih sayang kalian, akan tetap ada kekurangan yang menjadi penghalang 'tak kasat mata. Adiba anak yang memalukan."

Tangan dan tubuhnya bergetar hebat dengan napas terengah-engah.
Selang beberapa waktu, tubuh itu jatuh begitu saja.
Terlalu lemah menghadapi semuanya membuat gadis itu jatuh pingsan.

•••••

Kini pagi menyambut. Meninggalkan malam yang kelam. Namun, tidak dengan hidup kelam seorang Adiba. Rasanya, setiap hari adalah kelam untuk seorang Adiba. Tak pernah ada satu hari pun yang membahagiakan menurut Adiba. Jika hari itu ada, maka hari yang membahagiakan itu adalah hari kematiannya sendiri.

Adiba phobia [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang