Chapter 1

22 5 5
                                    

Bismillahirrohmanirrohim.

***

Sinar senja menerobos beberapa jendela mesjid. Suasana sekitar mesjid sangat sejuk. Pengumuman akan diadakan pengajian Kamis seperti biasa telah diumumkan sedari tadi. Ibu-ibu sudah berdatangan terutama mamahku dan aku.

Tapi ....

Panas dingin adalah hal biasa yang terjadi jika kamu merasa gugup. Apalagi ketika dipaksa melakukan hal yang memang bukan pasionmu. Ya, itulah yang aku rasakan kali ini. Dihadapanku ada beberapa ibu-ibu yang biasa mengadakan pengajian di mesjid. Aku diberi kesempatan untuk membuka acara dengan membaca Al-Qur'an.

Wajar saja, aku di suruh untuk membaca Al- qur'an dengan lagam yang merdu. Mentang-mentang aku alumni pesantren, belum tentu aku bisa qiroat. Dengan bismillah aku membaca ayat-ayat suci ini.

Aku yakin suaraku gak bagus sebagus Nisa sabyan, Wirda Mansyur ataupun om Muzammil. Aku pun menyelesaikannya setelah membaca beberapa ayat.

"Shadaqollahul 'adzim," ucapku akhirnya. Setelah duduk paling belakang, aku memilih untuk diam-diam bersiap untuk kabur. Aku melihat keadaan sekitar, merasa aman dan tidak ada yang peduli. Dengan cepat aku berlari keluar mesjid.

Tapi aku melupakan mamahku yang duduk di sampingku. Mamahku hanya menggelengkan kepalanya melihat anaknya kabur. Lagi pula, bagaimana mungkin mamah marah-marah di mesjid.

Sungguh membosankan berada disana, apalagi mayoritas ibu-ibu. Aku merasa terasingi karena tidak ada teman.

Keluar dari mesjid, aku mengenakan sendal terburu-buru. Aku meninggalkan pengajian di mesjid demi bertemu dengan novel yang belum tamat kubaca.

Bruk

Aku terjatuh karena terburu-buru menemui kekasih khayalanku. Aku meringis manahan perih di telapak tangan dan di lututku. Telapak tanganku tidak apa-apa. Namun, lututku sedikit lecet. Huft ... Kalau aja ini di novel, pasti ada cogan yang menolongku.

Aku bersyukur tidak ada orang yang melihat. Cukup aku dan Allah yang tahu rahasia ini. Rahasia aku yang terjatuh karena kabur dari pengajian ibu-ibu demi membaca novel. Ck, sungguh mengenaskan.

                                ***

"Assalamu'alaikum," ujarku ketika baru masuk rumah dengan berjalan tertatih.

"Wa'alaikumsalam, eh mba kenapa udah pulang?" Aku menghempaskan tubuhku di samping Hana yang sedang duduk di sofa. Aku mengabaikan pertanyaannya lalu meminta tolong Hana untuk mengambil kotak p3k.

Setelah Hana memberiku kotak p3k, aku  mengobati luka di lututku yang tidak parah hanya sedikit lecet.

"Jatuh dimana, Mba?"

"Di depan mesjid," jawabku sambil membereskan kotak p3k kembali.

"Oh." Hana mengganggukan kepalanya.

Lalu aku memutuskan untuk menonton TV, karena malas ke kamar. Kira-kira jam segini ada film bagus tidak ya?

"Ngapain mba disini?" tanya Hana yang kembali duduk disampingku.

"Terserah mba dong, mba lagi males ke kamar. Eh, tapi kamu seharusnya kerjain PR!" seruku sambil mendorong badannya yang ringkih.

Adikku memang kecil, aku dan mamah juga kecil. Jadi kalau kami kumpul bertiga terlihat seperti adik kakak.

Hana yang baru saja di dorong olehku langsung cemberut. Lari masuk ke kamarnya, eh salah ... dia lari ke kamar ayah.

"Ayah!" seru Hana sambil membuka pintu kamar ayah tanpa mengetuk lebih dahulu.

Novel LoversTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang