***
Ravin memandang gadis yang terlelap di sebelahnya, merasa tidak habis pikir sendiri. Kenapa ia mau menyetujui begitu saja permintaan Aruna untuk dihalalkan.Sering melihat gadis itu berkeliaran di rumahnya. Membuat Ravin tidak bisa menahan diri, pakaian tertutup Aruna baginya terlihat lebih menggoda ketimbang wanita seksi yang tampak murahan di luar sana. Hah, benar-benar godaan setan.
Ravin ingat, dua kali ingin menyentuh sebelumnya, tapi perempuan itu selalu bisa lolos. Jujur ia salut dengan cara Aruna mempertahankan kehormatan.
Permintaan gadis itu untuk dihalalkan sebelum disentuh. Memberi Ravin ide. Pertama, ia bisa menyentuh tanpa penolakan. Kedua, memiliki istri akan membuat ibunya berhenti memaksa menikahi gadis pilihannya --Amara. Dan ketiga, dengan pernikahan siri akan lebih mudah mencampakkanya setelah bosan bermain.
Aruna menggeliat pelan. Selimut yang menutupi tubuhnya sedikit turun, dan Ravin menariknya naik.
Meski bukan secara resmi, Aruna sudah menyandang gelar Nyonya Ravin Rayendra. Ravin menatap seksama wajah lugu istrinya yang terlelap. Menyelipkan rambutnya ke belakang telinga lalu mengusap pipinya dengan punggung jemari.
Menurut Ravin wajah Aruna memang tidak secantik gadis kota, tapi seperti yang William bilang, perempuan itu manis. Apalagi kalau tersenyum. Ada ketulusan yang selalu diselipkan.
"Sial! Apa dirinya sudah tertarik?" umpat Ravin dalam hati.
"Dengar! Jika suatu saat aku bosan. Jangan marah dan sedih saat aku mencampakkanmu. Tapi ... kalau sampai aku jatuh cinta padamu. Jangan harap kau bisa pergi dariku sejengkal pun."
Hah, Ravin merasa bodoh karena berbicara dengan orang tidur.
***
"Hei, Vin!"
William tanpa permisi masuk ke ruangan. Mengganggu Ravin yang tengah sibuk memeriksa laporan keuangan bulanan beberapa cabang restoran. Lelaki bule itu langsung duduk di kursi depan meja kerja.
"Ada apa kau kemari?" sergah Ravin.
"Ayolah! Apa aku harus punya alasan menemuimu? Mentang-mentang sudah punya istri, aku diabaikan." William mengasihani dirinya sendiri.
Ravin berdiri menuju kulkas di sudut ruangan, mengambil dua kaleng soda. Satu diletakkan di depan William, satu untuknya.
"Makanya menikah sana!" suruh Ravin. "Biar kau punya kesibukan sendiri, jangan gonta-ganti pacar."
"Aku belum menemukan wanita yang tepat, oh, ya, bagaimana kabar adik ipar?" William membuka kaleng soda.
"Dia baik, dan sepertinya ... dia sangat serius dengan pernikahan ini," jawab Ravin sambil terus memeriksa berkas laporan keuangannya.
William mengerutkan dahi. "Jadi kau tidak serius? Aku pikir, kau sudah menemukan belahan jiwa. Bukankah kau menikahi Aruna karena melihat kemiripan mereka?"
Ravin menghentikan pekerjaan, termenung setelah mendengar perkataan William. Tidak bisa ia pungkiri kalau Aruna memang mirip dengan wanita di masa lalunya.
"Kau sibuk apa sekarang?" tanya Ravin mengalihkan pembicaraan.
"Banyak," jawab William singkat.
"Hah! Paling sibuk dengan banyak wanitamu. Kau pasti punya mainan baru." Ravin menebak.
William, entah sudah berapa wanita yang ia tiduri. Setiap bulan bahkan minggu berganti pasangan.
"Ada, artis pendatang baru. Dia seperti adik ipar. Manis," ujar William sambil membayangkan wajah kekasih barunya.
Ravin mengangguk-angguk.
"Jadi, kapan kau akan memperkenalkannya pada keluargamu?" tanya William. Meminum sodanya.
"Aku tidak berniat untuk itu, lagi pula ini hanya pernikahan di bawah tangan."
"Kenapa tidak kau resmikan saja? Agar kau mudah membuangnya?" William bertanya lagi. Dan tidak dijawab Ravin.
"Tapi ... aku yakin, kau akan meresmikannya sendiri nanti setelah kau jatuh cinta padanya. Sekarang aku senang, akhirnya kau kembali normal," lanjut William.
Dasar pemain, Jika dalam seminggu saja tidak berhasrat pada wanita, William akan langsung memeriksakan diri ke dokter, karena merasa tidak normal. Dan Ravin, dianggap tidak normal karena sudah lama tidak menyentuh wanita.
"Aku normal, William." Ravin melemparkan tatapam tajam pada William. Dan lelaki berambut pirang itu hanya tertawa.
"Heh, lima tahun tidak punya pacar itu tidak normal. Aku bahkan berpikir kau sudah menjadi gay. Dan ingin menjauh karena aku takut menjadi mangsamu." Ledek William.
"Pergi sana!" Usir Ravin.
"Baiklah aku pergi. Kapan-kapan aku akan datang ke rumahmu membawa hadiah pernikahan untuk adik iparku." William beranjak dari kursi.
Ravin ingin menyelesaikan pekerjaan dengan cepat agar bisa segera pulang ke rumah, menemui gadis manisnya. Hah! Sepertinya dia sudah ketularan William, sampai menyebut gadis manis.
Pintu kembali terbuka. William muncul.
"Jadi, kapan kau akan kembali?" tanya William serius.
"Tidak. Tidak akan. Pergilah!" usir Ravin kesal.
William menghela nafas prihatin kemudian pergi.
***
Seperti menjadi kebiasaam baru setiap kali pulang ke rumah. Aruna akan menyambut dengan senyuman, langsung meraih dan mencium punggung tangan Ravin lalu meminta kecupan di keningnya.
"Tuan, makan malam sudah siap. Ayo kita makan."
Aruna menarik Ravin ke meja makan. Perempuan itu belum makan karena menunggu sang suami pulang, padahal sudah lewat jam delapan malam.
Perempuan berambut panjang itu menyendok nasi dan lauk ke piring suaminya, kemudian baru untuk dirinya.
Ravin memandang Aruna yang serius menjalani lakonnya sebagai seorang istri.
"Tuan, bagaimana pekerjaanmu hari ini? Apakah baik? Apa Tuan lelah?"
Pertanyaan selalu Aruna lontarkan dengan senyuman, meski Ravin tidak menjawabnya.
Selesai makan malam. Ravin membersihkan diri. Keluar dari ruang ganti, melihat Aruna tengah bersujud, melakukan ritual ibadah sebelum tidur.
Ravin naik ke tempat tidur, duduk bersandar di kepala ranjang.
"Aruna kemari!" perintah Ravin, saat melihat Aruna salam.
"Tuan, aku lanjut mengaji sebentar, ya?"
Ravin menatap tajam, membuat nyali Aruna menciut.
"Kesini!" perintah Ravin meninggi.
Aruna terpaksa melepaskan mukena menggantungnya di tempat khusus. Lalu naik ke tempat tidur.
Ravin menarik tangan Aruna hingga terjatuh di atas dada bidangnya.
***
Mohon beri ulasan. Agar author lebih baik lagi dalam menulis.
Ingat! Voment.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ranjang Majikan
RomanceSyifa Aruna, gadis desa yang melarikan diri dari pernikahan paksa. Dalam pelarian dia ditolong oleh seorang lelaki. Karena tak punya tujuan Aruna mengikuti saja lelaki tersebut hingga ke kota besar, dan bekerja padanya. Demi melindungi kehormatan di...