• • •
Bagian Satu
Seperti datangnya mentari membawa harapan baru,
kuharap, kehadiranmu mengusir langit gelapku.• • •
SINAR mentari mengusir gelap malam. Semburat jingga di ufuk timur mulai terlihat. Perumahan asri di pinggiran kota nampak menyejukkan mata. Perkampungan elite dengan harga selangit itu mengusung suasana tenang meski berada di ibu kota. Terlihat masih banyak lahan kosong yang ditumbuhi tanaman liar di antara rumah satu dengan yang lain. Pohon tinggi menjulang berjajar di sepanjang jalan.
Jika pagi hari, udara masih terasa segar. Letaknya yang agak jauh dari tengah kota, ditambah banyak pepohonan, serta sepi kendaraan bermotor membuat udara cukup terjaga. Jangan lupakan keamanan dan fasilitas yang terjamin, membuat kalangan orang berduit memilih tinggal di perumahan ini. Privat dan asri.
Di sepanjang jalanan beraspal terlihat rumah megah berdiri kokoh. Angkasa sudah terang; lampu jalan pun dimatikan. Sedikit demi sedikit penghuni rumah mulai beraktivitas santai. Melalui celah kecil dari gerbang tinggi rumah, terlihat satpam yang sedang membersihkan pos atau peregangan ringan di halaman, tukang kebun menyiram tanaman, dan juga sopir yang membersihkan kendaraan. Sementara beberapa tuan rumah sedang membaca di teras sembari menenggak secangkir kopi. Rutinitas di akhir pekan.
Gadis berlesung pipi salah satu penghuni perumahan menengadahkan kepala. Satu jam yang lalu, ia sengaja pergi ke pinggir danau yang menjadi tempat kesukaannya. Menanti datangnya pagi; berharap kesedihannya pergi. Di tanah berumput, ia duduk dengan kedua lutut ditekuk.
Hari baru, semoga ada kebahagiaan tak semu.
Ia menarik napas dalam sebelum akhirnya bangkit. Kaki jenjangnya melangkah menuju jalanan aspal. Setelah itu, ia meletakkan skateboard kesayangannya tepat di kakinya. Dengan sekali kayuh, papan luncur itu bergerak membawa dirinya menjauh dari area danau.
Di sepanjang jalan ia menyapa orang-orang yang berpapasan sambil mengayuh papan luncur. Kebanyakan mereka merupakan petugas keamanan atau kebersihan yang ada di tiap blok. Gadis itu menampakkan wajah ramah—berbeda sekali dengan ekspersinya saat duduk diam di danau tadi.
"Selamat makan, Pak Jo!" ucapnya bersemangat ketika melewati pos satpam di dekat taman sambil melambaikan tangan. Senyumnya lebar, memperlihatkan lesung pipi di salah satu pipinya. Sedikit memelankan laju skateboard-nya saat ia melewati taman.
"Iya, Non Lisa. Hati-hati!" balas penjaga taman dengan nada medok khas Jawa sambil mengangkat tangannya.
Kedua matanya menatap gadis bernama Aleysia (baca:Aliysha) yang terus melaju di atas skateboard. Lalu barulah membuka nasi bungkus setelah gadis itu tak terlihat di pertigaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerita Tentang Kaleysia
Teen FictionSempurna. Satu kata yang terlintas tatkala melihat kehidupan seorang Aleysia Janey Hilary. Berparas cantik, penuh prestasi, hidup berkelimpahan, dan dikelilingi oleh sahabat yang begitu menyayanginya. Hari-harinya terlihat tanpa beban. Tak heran, se...