o 6. Tujuan Luna o

67 19 10
                                    

"Tujuan gue itu, ya uang. Gue bisa dapat banyak hal dan kaya. Apa yang lebih seru dari itu?"

-Luna Calisteo

┌o┌o┌o┘

"Dasar bocah gila! Kembalikan benda itu!"

Seru-seruan masih terdengar walau Luna merasa sudah berlari semaksimal mungkin. Dengan tersengal-sengal, dia berusaha menyembunyikan diri di balik reruntuhan bangunan. Kelelahan seakan berkurang begitu terpaku pada sebuah batu di telapak tangan, keberhasilan mengambil benda ini membuat bibir mengembang bangga. Akan tetapi, sebuah kebodohan nyaris membunuhnya.

Meskipun Luna sudah melepas topeng saat masih di sekitar target, keuntungan masih berpihak padanya, pria itu tak melihat wajahnya. Dia bersungguh-sungguh akan membalas orang yang hampir memecahkan kepalanya. Sungguh, pergelangan tangannya masih nyeri akibat menampik genting tadi. Kemarahan dalam hati kembali naik ke permukaan. Dia mengumpat, "Dasar, Pak Tua! Ketemu lagi, gue bunuh lo!"

"But yang pasti, gue bisa jual ini benda. Enggak bakal lagi tuh pakai baju lusuh." Luna mengingat sang ibu yang selalu menolak permintaannya agar dibelikan baju tren di kalangan teman-teman sekolah. Dia tersenyum miring, satu per satu kehendaknya akan segera terwujud.

"Cari lagi!" Perintah itu terdengar begitu dekat dengan persembunyian. Bahkan, Luna tak sadar malah menampakkan diri dan menemukan pria yang dihindarinya tengah menyeringai, "tangkap dia!"

Luna terpaksa berlari kembali, mau tak mau harus menghindar dari mereka. Dia masih mengganggap kalau perbuatannya bukan kesalahan besar. Hanya satu batu yang menghilang, pria itu masih bisa membeli lagi karena memiliki banyak uang. Seakan memenangkan lotre, hati girang bukan kepalang saat menemukan toko emas di seberang jalan. Dia menyeberang tanpa memerhatikan lalu lalang kendaraan membuat hingga tercipta kerusuhan antarpengendara.

"Woi, nyebrang yang bener!"

"Dasar nggak tau aturan!"

Keramaian sesaat itu segera berakhir. Jalan kembali lenggang membuat para pengejar yang sempat menghentikan langkah kembali berlari. Satu dari mereka berempat mengatakan kalau gadis incaran mereka memasuki toko emas. Mereka terkekeh geli, anak itu salah mengambil langkah. Dia akan mudah ditemukan karena akses toko emas ini hanya satu, pintu depan.

Luna celingukan dengan tangan terkepal sambil mencerca Pak Tua dalam hati, mengingat kematian nyaris di depan mata. Memang belum diketahui seberapa banyak pundi-pundi uang yang bisa dihasilkan hanya dengan menjualnya. Namun, dia sempat melihat Pak Tua menciumi batu itu-mengingat itu membuat Luna bergidik-hingga muncul sebuah keyakinan, dia akan kaya hanya dengan satu batu sialan yang sayangnya berharga.

Luna menggeleng, menepis keinginan untuk menjualnya di toko ini. Kalau sampai terjadi, Pak Tua dan orang-orangnya akan mudah menemukan dan menghancurkan dirinya. Ah, hasratnya adalah kehidupan mewah dengan harta, bukannya sengsara di penjara.

"Ada yang bisa saya bantu, Nak?"

Luna tersentak begitu mendapati wanita paruh baya memandanginya. Dia meringis, melupakan fakta tengah bersembunyi di toko emas, sudah tentu ada yang menjaganya. Melihat penampilan di depannya: rok hitam di bawah lutut, kemeja ungu kebesaran, dan kacamata kuno membuatnya mendapat satu kesimpulan, orang ini adalah penjaga toko. Gadis itu berdeham, lalu memasang wajah menyedihkan. Dia akan memanfaatkan wanita yang tampak mudah luluh ini. Di saat orang lain akan menuduhnya pencuri-ya walau benar adanya, tetapi wanita itu tampak bingung. Untuk sesaat, iri melingkupi hati akan kecantikan si wanita yang seakan tak sirna meski sudah bukan remaja.

Gajah Maydea (New Version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang