o 4. Ada Cerita dari Dia o

71 22 5
                                    

"Pada hal yang berlalu kadang tersemat luka dan jika orang lain mengetahuinya, bukan selalu menjadi masalah."

-Raseo Bais

┌o┌o┌o┘

"Ne-nenek kamu?" tanya May dengan nada keterkejutan yang tak bisa disembunyikan. Jadi, cucu Nek Ima yang di kota itu ....

Seo mengerutkan dahi, fokusnya beralih pada penampilan May yang sangat jauh dari kebanyakan gadis. Era sekarang, sudah banyak pakaian-pakaian yang tren dan indah dalam waktu bersamaan, tetapi May berbeda. Perempuan itu hanya mengenakan kaos pink mencolok-yang terlihat lebih besar dari ukuran bajunya sendiri-dengan celana hitam panjang kedodoran pula. Apakah gadis ini tak mengerti fashion?

"Loh, kamu udah datang. Sini-sini, dadar gulungnya udah Nenek siapin di meja makan."

Mereka menoleh pada Nek Ima yang tersenyum lebar di ambang pintu. Wanita tua itu menarik tangan cucunya sembari melirik May, seakan mengatakan kalau gadis itu harus ikut masuk juga. May meneguk ludah, pikirannya mendadak kacau. Dia lebih baik menyetrika di rumah daripada harus semeja makan dengan pemuda itu. Akan tetapi, rasanya terlalu sungkan untuk menolak keinginan beliau yang amat baik itu.

"Hmm ...." May justru bergumam tak jelas.

"Udah, masuk aja."

May terbelalak tak menyangka. Dia ingin memastikan ucapan Seo dengan menatap matanya, tetapi tak sampai dua detik, dipalingkan muka. Pemuda itu terlalu menyeramkan. Seo mendengkus, lantas menyuruh neneknya ke dalam terlebih dahulu. Nek Ima sempat memicingkan mata serta mengingatkan agar Seo tak bertindak macam-macam pada May.

Seo mengangguk saja. Lagi pula siapa yang hendak bermacam-macam dengan gadis gempal itu. Setelah Nek Ima menjauh, dia menatap May tajam membuat gadis itu tersentak. "Sejak kapan lo kenal dengan nenek gue?"

"Sejak ... sejak lama," lirih May.

Seo menghela napas berat. "Gue bakal selalu awasi lo, kalau sampai nenek gue kenapa-kenapa!"

May menunduk dengan mata memanas. Memangnya apa salahnya sampai-sampai harus diperingatkan seperti itu? Dia pun tak berniat jahat pada Nek Ima atau tetangganya yang lain. Sebelum setetes membasahi pipi, May bergegas menarik napas panjang. Menahan kemungkinan hujan turun dari mata.

Seo menatap gadis itu sekilas dengan tatapan yang aneh, bagi May. Dia langsung masuk ke rumah, meninggalkan si gadis yang masih termangu di teras hingga sebuah seruan membuatnya cepat-cepat melangkah. Mungkin jika Seo tak menahan tangannya. May akan terjerembab di keramik.

"Dasar ceroboh!" Seo sampai memberikan julukan lain, selain pengecut. Sepertinya hidup May tak lebih baik dari sebelumnya.

┌o┌o┌o┘

Seo memandang gadis yang asik bersenda gurau dengan neneknya. Sudah lama kebahagiaan seperti itu tak nampak di matanya. Mungkin hampir setahun atau lebih. Seo belum berniat mengingat kenangan pahit itu. Dia memilih mengalihkan perhatian pada pot-pot bunga yang berjejer di halaman sang nenek.

"Kamu ... cucu kesayangan Nek Ima, ya?"

Seo berdeham sebagai jawaban. Meski belum lama dia pindah ke sini, tetapi suara May mudah dihafal. Selain itu, di rumah ini hanya ada mereka bertiga, tentu saja dia bisa mengingatnya. Tanpa sadar, dia bergeser saat May hendak menarik kursi di sebelahnya. Mau apa gadis itu?

"Nek Ima yang cerita." Seo mengangkat sebelah alisnya, menunggu kelanjutan ucapan menggantung itu, "tapi bukannya kamu tinggal jauh dari sini? Kenapa pindahnya baru sekarang? Apa nggak ... kasihan sama nenek kamu? Beliau jadi sendirian ...."

Seo menggeleng. "Lo nggak tau apa-apa, nggak usah banyak bicara."

"Maksudnya?"

Seo menjatuhkan tatapan pada luar jendela. Memperhatikan angin menerpa pohon kelapa dan menerbangkan dedaunan kering. Dia tersenyum masam saat bayangan masa kecil mendadak berkeliaran di halaman itu. May ikut mencari apa yang Seo perhatikan, tetapi dia tak menemukan apa-apa selain kekosongan di halaman-selain rumput yang mulai mengering di sana.

Seo membuka percakapan dengan kisah yang sebenarnya tak ingin dia ungkit. Akan tetapi, saat May menanyakan, entah mengapa hadir keinginan untuk bercerita. Di kediaman yang sekarang Nek Ima tempati, begitu melimpah kenangan mengenai orang tuanya. Ketika berusia enam tahun, Seo pernah terjatuh dari pohon mangga di depan rumah. Dia menunjuk tunggul yang tersisa. Tangannya patah menyebabkan sang mama menangis hampir tiap pagi.

Sejatinya, ingatan itu bukan hal yang patut dia kenang kembali. Namun, bersama mama tak banyak yang teringat dan tak begitu ada waktu yang dihabiskan antara mereka. Dia tersenyum tipis. "Mama gue sakit."

May terhenyak, merasa ikut terluka dengan cerita Seo. Bahkan tanpa sadar, tangannya sudah mengusap punggung tangan pemuda itu. Seo membiarkannya membuat May bertanya dengan nada ragu, "Kenapa kamu cerita itu ... ke aku?"

"Cuma pengin."

┌o┌o┌o┘What's Up, ZUERS!Bagaimana dengan bab 4?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

┌o┌o┌o┘
What's Up, ZUERS!
Bagaimana dengan bab 4?

Aaa, maaf. Akhirnya aku ingkar sama ucapan aku di bab sebelumnya. Ya, memang aku udah buat jadwal, but di rumah habis ada acara. Jadi, belum sempat ngetik walau sehuruf pun. Hari Jum'at ini, berhubung tanggal merah. Aku mau double update, niatnya. Ini hampir tengah malam. Mungkin bab yang satu, besok(?).

Semoga cerita ini bisa selesai bulan April 😭 aku punya banyak draft yang pengen ku-update tahun ini🤣

Aku bakal selesaiin ini dulu, kok. 🤣 Tenang aja.

\(^o^)/

Semoga suka. Kalau ada yang dirasa aneh atau catlog, coba komen. 🙋

Ini part-nya lebih pendek karena aku pengen up hari ini juga. Mungkin ... besok bakal lebih panjang. Tungguin aja, ya. Luv 🌼

Tandai jika ada typo, ya. 🥰

Salam simalakama,
AZURE IIPS
Trenggalek, 15 April 2022

Gajah Maydea (New Version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang