o 7. Seakan Kamu Tahu o

19 8 0
                                    

"Tak ternilai ketika sudah menghilang."

Maydea Anggraini

┌o┌o┌o┘

May masih penasaran siapa yang mengantarkan sepupunya pulang, sekaligus bersikap seakan melupakan kalau hari ini adalah Senin dan bukan saat yang tepat untuk jalan-jalan. Dia menghela napas berat, semoga waktu mempertemukannya dengan orang itu agar niat menghadiahkan ceramah segera terlaksana. Bingkai kecil di sudut meja—sosok pria di sana—membuat fokusnya teralihkan. May mengusap sudut mata yang mulai berair, rindu tak hingga kembali menelusup.

"Maaf ...." Seberapa banyak May mengucapkan kata, rasa bersalah itu senantiasa memenuhi hati. Setelah Ayah dan Bunda, hanya ada Hanan Anggara, tetapi sikap semaunya itu terlalu tinggi. Bermimpi semua akan selalu ada, menjaganya dan memberikan semua damba. Dia hanya lupa. Ketika waktu tak berhenti, maka kedekatan itu merenggang. Sangat pelan ... hingga tak tampak di muka bumi.

"May, cuci piring dulu, ya, sebelum tidur. Abang ada janji sama temen."

"May udah bangun? Bisa bantu Abang beres-beres?"

"May, boleh minta tolong beliin obat di toko depan? Kayaknya Abang demam."

Pandangannya menerawang. Andai kabar datang lebih awal, maka May akan melakukan permintaan Hanan, mendengarkan ucapannya, dan mengiyakan semua keinginan. Dia merasa marah pada kelakuannya waktu itu ... yang memilih menarik selimut dan pura-pura tertidur. Lalu, entah terjadi apa di luar sana, Hanan tiba-tiba menjauhinya, begitu tak tergapai, selama-lamanya.

May lekas mengusap bekas air mata di pipi tatkala mendengar suara ketukan pada pintu. Dia mendapati Bibi masuk dengan raut tak biasa. Tulisan 'SMA Wirastri' pada kertas yang Bibi bawa membuatnya membeku.

"May," panggil Bibi seraya mendekat dan mengangkat kertas itu, "bisa cerita tentang ini?"

May terdiam. Tidak mengerti mengapa banyak hal terjadi akibat dia berangkat lebih pagi. Apakah salah? Dia hanya ingin menghindari keburukan. Tanpa sadar, tangannya mengepal, Vera ... gadis itu pasti sedang merayakan kemenangannya.

"Bibi ngerasa gagal."

┌o┌o┌o┘

Sorot kecewa Bibi sukar May singkirkan dari pikiran sampai-sampai mata baru terpejam tatkala jam pendek menyentuh angka sepuluh. Kebiasaan tidur lebih awal membuatnya terlambat bangun. Hal itu menyadarkannya pada satu hal, bahwa Bibi selalu menjadi alarm sepulas apapun tidurnya, tetapi hari ini ... Bibi tak membangunkannya.

Setelah memastikan uang saku masih cukup, May bergegas mengencangkan tali sepatunya dan berangkat tanpa mengisi perut. Dia tahu Bibi tak menunggunya di meja makan—seperti biasa—atau memberikan senyuman lembut itu. Jika pagi ini, rasanya sudah begitu nyeri. Bagaimana jika ada pagi-pagi lainnya?

"Jah, beliin gue HVS lima lembar, buruan!" Kaki May belum menginjak lantai kelas, tetapi Vera sudah memerintah saja. Dia hendak menggeleng, tetapi gadis itu kembali mengeluarkan ancaman. "Kalau lo nggak mau, bangku lo bakal gue patahin!"

Semua orang tahu, tanpa Eron ancaman Vera hanya gertakan yang bisa dianggap angin lalu. Lagi pula, gadis itu tak akan mampu mematahkan bangku dengan tangan kurusnya. Apalagi guru BK seakan mempunyai telinga di mana-mana. Tak menunggu semenit, berita pasti akan sampai pada beliau dan segera, Vera mendapatkan hukuman. Namun, May memilih mengalah.

Gajah Maydea (New Version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang