♬ Cold Wind

1.3K 241 61
                                    

Ayi menghentikan langkahnya, tepat saat Brian didepannya juga menghentikan langkah. Mereka berpapasan ditengah pintu akses dapur. Yang satu ingin jalan masuk, sedang yang satunya ingin jalan keluar.

Beberapa kali Ayi dan Brian mengganti jalur dan berkali pula kaki mereka bergerak kearah yang sama.

"Lo kanan, gue kiri." putus Brian singkat.

Namun ketika Brian bergeser ke kiri, Ayi lagi-lagi mengikuti arah yang sama. Wira yang melihat itu dari samping dispenser hanya menghela napas dalam. Semenjak kejadian di hari jum'at dan sabtu itu, suasana di kosan lantai dua tidak lagi terasa hangat.

"Bangsat masih belum cukup ya lo ngajak berantem dari kemaren?!" suara Brian meninggi. Maniknya memandang Ayi penuh amarah.

Ayi pun balas menantang pandangan Brian tak kalah sengit, "Gue nggak pernah ngajak berantem siapapun. Dan ini hak gue mau milih kanan atau kiri."

Brian langsung mendesak lengannya ke dada Ayi. Mendorong lelaki itu hingga punggung Ayi terhempas kuat ke tepi pintu. Menyadari sinyal bahaya, Wira bergegas menghampiri mereka.

"Bri, Yi. Udahlah!"

"Lo sama Leo nggak ada bedanya, Yi. Sama-sama bajingan egois." tutup Brian lalu menyentakkan lengannya dan berlalu pergi dari tempat itu.

Brian mencapai kamarnya kemudian menghempaskan pintu dibelakangnya dengan kuat. Setelah itu ia terduduk ke atas ranjang sambil mengacak rambutnya frustasi.

Tak lama Wira melongokkan kepalanya tepat setelah Brian selesai memaki. Mereka berpandangan sebentar.

"Apa?"

"Bri, gue boleh masuk nggak?"

"Terserah lo."

Wira menipiskan bibirnya. Perlahan ia berderap memasuki kamar Brian. Lalu duduk disebelah lelaki itu.

"Lo masih kesel banget ya sama Ayi Leo?"

"Don't mention any bastard name, please."

Wira menghela napasnya kemudian menyanggah tangannya dibelakang tubuh, "Kenapa kita jadi kayak gini sih?"

Brian tidak menjawab. Kepalanya terasa berdenyut.

"Keluarga harusnya bisa saling mengerti kan?"

"Enggak ada yang namanya keluarga disini, Wir. Selama manusia-manusia egois itu masih ada."

"Lo juga egois, Bri." Wira menoleh pada Brian, "Lo bahkan belum denger alasan Leo maupun Ayi. Kita bertiga, lo, gue, Gian, ada di posisi yang sama. Tapi gue sama Gian mau kok nunggu. Seenggaknya sampai Leo sama Ayi kasih kejelasan soal sikap mereka."

"Oh, trus lo mau bilang cuma gue yang terlalu berlebihan?? Gue egois juga karena ngerasa kecewa setelah dibohongi seseorang yang udah gue anggep keluarga sendiri???"

"Bukan gi—"

"Lo mending keluar aja, Wir. Gue gak jamin bisa nahan emosi kalau lo lebih lama lagi disini."

Tinjuan Brian sudah terkepal, meremat sprei dengan kencang. Membuat Wira mendesah kecil. Lelaki itu terpaksa mengalah. Ia lantas menepuk pundak Brian sekilas sebelum benar-benar keluar dari kamar itu.

Sepertinya masing-masing dari mereka masih butuh waktu untuk sendiri.



Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
[✔️] Soundtrack : ResoundTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang