Bab 10 - Dear Diary part II

2.7K 120 2
                                    

Jarak antara ruang musik dengan ruang serba guna memang terpaut jauh. Aku harus menuruni tangga dan berbelok ke kanan dari ruang tadi aku berada. Dengan riang aku memasuki ruangan, tapi langkahku terhenti ketika mendengar suara aneh yang berasal dari ruang musik. Nggak mungkin hantu kan? Pikirku sambil bergidik ngeri.

Tapi apa yang aku bayangkan sama sekali tidak seperti kenyataanya. Aku melihat bayangan Deja membelakangi pintu masuk. "Deja? Lo ngapain disi......"

Aku terkesiap. Apa yang aku lihat saat ini... sungguh, aku tidak percaya. Aku melihat Deja sedang... berciuman? DI SEKOLAH??? Aku mundur beberapa langkah.

"Hai, Lin...mau latihan ya?"

Sepertinya Deja tidak menyadari gelagatku. namu, sejurus kemudian Deja terlihat mematung dan langsung beringsut jauh dari perempuan itu. "Lin..."

Aku tak langsung menjawab pertanyaan Deja. Karena, jujur saja aku terkejut melihat siapa yang dengan santainya bergelayutan di sisi Deja. Baik kalau hanya bergelayutan. Tapi ini... what the...?

Oh... shit, holy shit!

Perempuan itu. Kalau tidak salah namanya Lola. Lola—Lola— Siapa ya... seperti familiar di telingaku. Ah aku baru ingat, dia kan Lola mantannya Deja. Oh, God!

Bodohnya aku masih saja tetap berada di depan pintu. Kenapa tadi aku tidak langsung kabur saja? Yaaaa lagian siapa gue ini cuma butiran nutrisari yang ketiup angin langsung ilang...

"Lin... gue..." Deja menarik lenganku. Wajahnya tidak terbaca. Tapi aku langsung melepaskan tangan yang menarikku. Untuk apa coba dia berlagak sok merasa bersalah gitu. aku aja yang sial hari ini. Haha, poor me.

"Deja... Sorry... gue nggak tau kalo kalian ada disini. Maaf banget. Permisi..." kataku sambil bergegas meninggalkan tempat itu.

Berlari sejauh mungkin agar tidak ditemukan oleh siapapun. Air mataku kali ini benar-benar mengalir tanpa tau kapan akan berhenti. Biarlah...

Sakit. Hatiku sakit sekali.

***

Oh, God! Aku tidak pantas menangis seperti ini. Apa yang aku lihat barusan seharusnya wajar karena mungkin mereka masih saling mencintai. Aku tidak pantas langsung pergi ketika Deja menarikku dan mengajakku berbicara.

Tapi apa yang harus dibicarakan? Sanggupkah aku jika yang dikatakan Deja membuat aku sedih? Relakah aku jika pernyataan yang dia buat tidak membuat aku bahagia?

Apa aku harus menghilang saja dari kehidupannya? Karena memang tidak mungkin bagiku untuk bisa mendapatkan hati dan cintanya Deja.

Lola sangat berbeda denganku yang cengeng ini. Lola populer di kalangan murid laki-laki di sekolah. Lola bisa mendapatkan Deja. Bahkan saat mereka sudah putus pun, mereka berciuman. Sedangkan aku? Entah lah... aku hanya hembusan angin yang tidak dapat dilihat keberadaannya. Aku hanya butiran debu. Aku hanya... haha.. sial.. hiks...hiks...

Dejaku. Sangat ahli dalam segala hal yang berhubungan dengan patah hati.

Tuhan... aku tidak kuat untuk tidak menangis...

---------------------------------------------------------------------

[Author POV]

"Renz... Kalin mana?" tanya Kesha sambil mengemasi barang-barangnya bergegas untuk pulang.

"Mungkin masih di ruang musik."

"Udah waktunya pulang gini dia masih di ruang musik? Rajin bener. Hahaha. Oke, lo mau ikutan gue samperin Kalin nggak nih?"

"Hehehe. Sorry, Sha. Gue udah ditungguin Izzy nih di parkiran. Gue duluan ya... Bye."

My Enemy is My PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang