Bagian 6 : No Choice

1.2K 182 41
                                    

Yeonjin menggigit buku telunjuk. Sejak tadi dia terus kepikiran tentang penjelasan Jennie tentang Satan. Yeonjin tidak menyangka kalau jimat yang dia pakai saat ini tidak akan berpengaruh saat Satan datang padanya untuk mengambil hidupnya.

Tidak ada cara bagi Yeonjin agar bisa bebas. Mencari Lucifer bukanlah perkara yang mudah.  Sementara Yeonjin jauh lebih sadar kalau dia tidak punya waktu sebelum Jisoo datang padanya untuk menuntut balas.

Apa yang harus Yeonjin lakukan?

Yeonjin melihat pada Jisoo yang dipisahkan dua meja dari kanannya, ia sedang mendengarkan penjelasan guru dengan saksama. Sesekali Jisoo mencatat.

Satu-satunya cara agar Yeonjin bisa selamat, adalah dengan membunuh Jisoo.  Tapi, bagaimana dia bisa melakukannya? Sekali pun berhasil membunuh Jisoo, Yeonjin tidak akan bebas dari jeratan hukum.

Berbeda dengan kejadian di villa, membunuh Jisoo sekarang benar-benar memberikan resiko besar.

Pelan-pelan Jisoo menoleh. Jisoo dan Yeonjin saling menatap. Jisoo mengulum senyuman kosong sambil memiringkan kepala. Yeonjin merinding ngeri. Dia
cepat-cepat meluruskan pandangan, menatap guru yang sedang menjelaskan materi.

Sebaiknya, Yeonjin memang mendiskusikan hal ini dengan temannya yang lain.

.

"Kita harus bunuh Jisoo." Perkataan Yeonjin kontan membuat seluruh temannya terperangah. Lagi-lagi mereka berkumpul di gudang, memanfaatkan jam istirahat kedua.  "Gue denger dari Jennie, katanya kalau mau bebas sama orang yang ngejalin kesepakatan, kita harus bunuh pemuja itu."

"Sinting lo." Soojoo menggeleng tidak habis pikir. "Gak cukup bunuh Jisoo sekali, lo ngasih usul buat bunuh Jisoo lagi? Otak lo gak ada?!"

"Kita gak punya cara lain." Yeonjin mengingatkan. "Emangnya lo mau mati?"

"Semua orang pasti mati."

"Tapi gak sekarang juga!" Yeonjin menggebrak meja lapuk yang dia duduki. Soojoo menatapnya dengan sorot humor, dia menggeleng sambil terkekeh geli.

"Gue pass" Soojoo berdiri. Tidak tertarik mengikuti diskusi teman sekelas mereka lagi. Cukup satu kali Soojoo mengambil keputusan yang selalu dia sesali sampai hari ini. Soojoo tidak peduli Jisoo yang ada di sekitarnya sekarang memiliki dendam untuk membunuh mereka atau apa pun, pada kenyataannya sejak awal harusnya hidup Soojoo memang berakhir di villa itu.

Yang seharusnya masih bisa hidup dengan tenang justru Jisoo. Kalau saja waktu itu Soojoo tidak terpengaruh hasutan teman-temannya, dia tidak akan pernah menelpon Jisoo dan meminta gadis itu datang.

Tapi sekarang, sebanyak apa pun penyesalan yang Soojoo guman kan, tidak akan merubah fakta kalau ia lah sosok paling bajingan yang sudah menumbalkan gadis yang empat tahun berstatus sebagai pacarnya.

"Beda sama kalian, gue gak peduli kalau harus mati ditangan Jisoo." Soojoo menggedik. Dia menghempaskan tangan Miyeon yang terus menggenggamnya erat, "Bener-bener gak peduli"

"Soojoo … " Panggil Miyeon memohon. Mereka saling menatap beberapa lama.

"Jisoo itu pacar aku! Empat tahun kami pacaran, empat tahun dia ngasih aku segala kebaikan dan semua perhatian. Bahkan hari itu dia tau kalau ke villa beresiko, dia dalam kondisi sakit,  tapi tetap datang buat nyelamatin kita! Tapi apa yang aku lakuin ke dia? Kamu ingat?!" Soojoo tertawa  menyedihkan. "Aku yang dorong dia, aku lempar dia ke villa padahal dia sudah bebas! Kamu pikir aku masih pantas hidup?
Enggak!"

"Soojoo!"

"Oy, Soojoo! Lo jangan egois!"

Soojoo berdiri. Dia melangkah meninggalkan gudang. Tidak memedulikan panggilan semua temannya. Dia tidak mau lagi terlibat dengan kegilaan mereka semua.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 25, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

WayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang