4. DAVID

236 26 0
                                    

Suatu ketika kembali dari makan siang, belum sempat Lora duduk, interkom di mejanya berbunyi, "Lora, ke ruanganku."
Sebenarnya gadis itu merasa perlu menambahkan bedak dan lipstik, tapi tak berani berlambat-lambat.

"Sini."
Dayan melambai begitu gadis itu menutup pintu. Dikiranya akan memberikan tugas, Lora mendekat, ternyata lelaki itu menariknya duduk miring di pangkuannya.
"Pak!" serunya terkejut.
Namun bibirnya langsung dilumat. Lora berusaha melepaskan diri, tapi satu tangan lelaki itu memeluknya, satu lagi menggerayangi paha, naik ke atas. Gadis itu menggeliat, pagutannya lepas. Ciuman Dayan pindah, mencium dadanya.
"Paaakk ...."

Saat itu pintu terbuka, Darren masuk, terkejut.
"Ough. Aku mengganggu?"
"Ada apa?" tanya Dayan dingin, melepaskan Lora.
Gadis itu cepat berdiri, merapikan pakaiannya, lalu melarikan diri keluar ruangan, menabrak David. Hampir saja ia jatuh bila pemuda itu tak sempat meraihnya, dan sejenak waktu terasa berhenti berputar.
"Ma ... maaf," katanya, mendorong tubuh yang memeluknya.
David tersadar dan melepaskannya, tapi matanya masih terpana memandang Lora, sementara si kecil menggeliat.

Gadis itu duduk di kursinya, menenangkan deburan jantungnya. Diambilnya bedak dan lipstik, memperbaiki riasan wajahnya.
"Ada yang bisa dibantu, Pak?" tanyanya, karena ketika ia mengangkat wajah David masih tak berhenti menatapnya.
Pemuda itu memutar tubuhnya, masuk ke ruang Dayan tanpa menjawab pertanyaannya.

*

"Kenapa tadi lama sekali menyusul masuk?" tanya Darren begitu menutup pintu ruangan Dayan.
David tidak menjawab, matanya terpaku kepada pantat Lora yang bulat. Gadis itu sedang membelakangi mereka, membungkuk memilih berkas di filing cabinet terbawah.
Darren menepuk pantat itu, tak memperdulikan ada yang menatapnya tak suka.
"Apa-apaan sih?" protes gadis itu, lalu tertawa melihat siapa yang melakukannya.
"Kalau laci bawah, ambil sambil duduk di kursi," balas pemuda itu, "atau ... memang mau mengundang tangan iseng."
"Tanganmu!" Lora memonyongkan bibirnya.
"Kaupikir, Dayan tak akan melakukan lebih dari itu?"
"Terima kasih."
Pipi gadis itu memerah.
"Untuk?"
"Menyelamatkanku tadi."
"Ia sering melakukannya?"
Lora mengangguk, Darren tertawa sambil mengedipkan mata, "udah ngebet sih."

"Apa maksudmu Dayan ngebet?" tanya David ketika mereka hanya berdua di lift.
"Lora adalah calon istri mudanya. Kau tidak tahu?"
David menggeleng.
"Kau tertarik kepadanya?"
Yang ditanya tidak menjawab, tapi Darren sudah bisa menduganya.

*

Jumat Darren mengajak Lora makan malam sepulang kerja, kebetulan Dayan tidak mengajaknya pergi.
"Tidak membawa mobil?" tanya gadis itu ketika sang pemuda mengajaknya ke drop off lobby.
"Hari ini pakai sopir," jawabnya tertawa.
Ternyata sopirnya David, pemuda itu membukakan pintu depan untuknya.
"Cloud Nine," kata Darren, menepuk pundak si pengemudi.
Yang ditodong tidak suka, tapi hatinya berbunga melihat Lora, dan kakaknya selalu punya rencana luar biasa.

Di klab malam itu mereka bertiga masuk ke sebuah ruang VIP yang sudah dipesan Darren. Seorang pramusaji menyodorkan daftar menu makan malam. Ketika mereka sedang memilih, ponsel sang kakak berdering.
"Kalian lanjut berdua, aku ada urusan," katanya meninggalkan mereka.
Berdua di ruangan tertutup, sepasang anak manusia itu terdiam, tak tahu bagaimana mengurai kata. Makan dalam senyap sampai selesai.

"Kudengar, kau calon istri Dayan," akhirnya tercetus juga kata-kata dari bibir David, tak ingin segera berpisah dengan Lora.
"Ya."
"Kau tak tahu ia sudah menikah dan punya anak?"
"Tahu."
"Mengapa mau jadi pelakor?"
"Aku tak berdaya menolak."

Ada pelayan yang membereskan meja makan kecil itu, David mengajaknya pindah duduk di sofa. Mereka memilih lagu, tapi tidak memilih mode karaoke.
"Apakah kita pernah bertemu sebelumnya?" tanya Lora.
"Sebelum di kantor? Kurasa tidak. Mengapa?"
"Rasanya seperti telah lama mengenalmu."
David memandang gadis itu dalam remang ruangan, petugas tadi mematikan lampu besar. Ia menggeser duduknya mendekat, ada dorongan bermesraan dengan Lora, si kecil menggeliat.

Pemuda itu menarik si gadis ke pelukannya, tak ada penolakan. Begitu juga ketika ia mendekatkankan wajahnya, mencium bibirnya lembut. Dan ciumannya berubah menjadi penuh nafsu ketika Lora membalas, bahkan jemarinya menjelajah tubuhnya.
Gadis itu merasakan hal yang berbeda dengan ciuman Dayan. David membuatnya mendesah, ingin membalas.

Keduanya lupa diri, melepaskan semua busana yang melekat. Lora mendesis kesakitan ketika David mendesak masuk, tapi tak lama, desis itu berubah menjadi erang kenikmatan.
Pemuda itu terkapar di sampingnya, badannya basah penuh peluh.
"Kau tidak menyesal?" bisiknya menggigit telinganya pelan.
Gadis itu menggeleng, menyusupkan kepala di dada pemuda itu. Gesekan tubuh keduanya membangkitkan lagi gairah yang sama, dan sekali lagi mereka memadu cinta. Kali ini tak ada rasa sakit, hanya kenikmatan.
Mereka tidur berpelukan, dan di tengah malam, bangun untuk mengulang lagi, berkali-kali, sampai pagi.

*

Lora bangun di tempat tidur di kamarnya, dengan pakaian lengkap. Tak ada tanda-tanda kehadiran David, berarti ... hanya mimpi? Terasa begitu nyata, sekujur badannya pegal-pegal.

Diingatnya lagi yang terjadi kemarin, setelah makan malam duduk berdua di sofa, dan David menciumnya. Lalu ia lupa diri, pemuda itu menindihnya, pakaian mereka berantakan, walaupun tidak terlepas.
Lampu besar menyala, dalam kagetnya pemuda itu berusaha melindunginya, menutupi dengan tubuhnya yang kekar.
"Dave!" seru Darren, tak kalah terkejutnya, "apa yang kaulakukan?"

David berdiri merapikan pakaiannya, menghalangi pandangan kakaknya ke tubuh Lora yang terbuka.
"Kau tahu, dia calon istri Dayan! Kau mau mati?"
"Aku yang salah, telah merayunya."
Gadis itu telah merapikan pakaian, menyela di antara kakak beradik itu.
"Bukan salahmu, Lora! Aku yang berinisiatif menciummu."

Di kantor tadi Darren melihat gadis itu berusaha menolak ciuman Dayan, tak mungkin ia perempuan murahan yang merayu David. Namun aneh juga melihatnya tidak berontak digerayangi adiknya. Lebih aneh lagi, adiknya yang impoten hampir meniduri gadis itu.
"Antarkanlah Lora pulang," suruhnya, "PULANG!"

Surabaya, 26 Agustus 2020
#NWR

MENGEJAR CINTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang