8. Le Marais

230 70 39
                                    

Satu kata untuk Le Marais yang terlintas di pikiranku saat pertama kali menjejakkan kaki pada jalannya adalah hidup. Dibandingkan dengan Chinnon dan Paris, aku lebih menyukai tempat ini. Tempat yang mengingatkanku pada masa lalu yang menyenangkan, tanpa beban dan minim rasa takut. Masa di mana aku belum mengetahui keberadaan kutukan jarum pemintal dan alasan kenapa aku harus diasingkan ke tengah hutan bersama Flora, Fauna, dan Merryweather. Aku selalu merindukan masa-masa itu.

Sama seperti masa lalu, energi yang mengaliriku begitu turun dari mobil Beaufort adalah energi kehidupan. Dengan langkah gegas, aku menapaki jalanan paving, meninggalkan pemuda pirang yang beberapa kali meneriakkan namaku seraya berlari menyusulku. Aku melesat seumpama anak panah yang dilepas dari busur demi melihat keindahan yang hidup di hadapanku itu. Sebuah keindahan yang perlahan-lahan menarikku pada kenangan masa lalu.

Untuk beberapa saat lamanya, aku merasa aku bukan berada di jalanan Le Marais. Akan tetapi, aku berada pada sebuah padang rumput terbuka yang berada di halaman belakang gubuk Flora, Fauna, dan Merryweather di tengah hutan. Aku mengingat hari-hari yang aku jalani dengan bermain bersama para hewan liar di hutan, menyentuh keindahan kelopak bunga liar sembari bersenandung riang tanpa beban. Tubuh rampingku menyelinap di sela-sela ilalang tinggi dalam sebuah gerakan tari yang diiringi irama desau angin dan untuk kedua kalinya aku merasakan sensasi itu dalam sepanjang hidupku ketika berlarian di jalanan Le Marais.

Aku menelengkan kepala dan mendapati diriku kembali berpijak ke Le Marais setelah lamunan tadi. Di saat bersamaan, distrik itu juga membangunkan kembali kerinduanku pada istana. Bangunan antik serupa kastel dan rumah-rumah kaum bangsawan yang tampak familier berdiri berderet-deret, berhadap-hadapan di sepanjang jalanan distrik menyambut pemandangan untuk pertama kali. Jalanan paving saling terhubung melintasi seluruh distrik mirip jalanan di dalam benteng Forbidden Kingdom yang selalu kuingat. Sebagai tambahan, taman-taman indah mirip labirin yang terawat juga berada di beberapa sudut kota, mengingatkanku pada taman di tempatku bermain di istana.

Menurut keterangan Beaufort, Le Marais adalah salah satu distrik yang berada di Kota Paris, kota yang kami datangi setelah berjam-jam berkendara dari Chinon. Kota itu juga dijuluki kota tua dengan banyaknya bangunan bernilai sejarah yang masih berdiri kokoh di sana. Masih menurut pemuda itu, dahulu kala saat Napoleon sempat berkuasa--- aku masih mengingat-ingat siapa sosok ini, banyak bangunan yang dipugar menjadi lebih modern, tetapi sebagian besar bangunan yang serupa kastel di Le Marais luput dari pemugaran tersebut. Beaufort menyebut jika bangunan yang dimiliki distrik itu kebanyakan berasal dari abad ke-18. Seketika, aku jadi memahami mengapa bangunan-bangunan itu terlihat familier di mataku.

Aku rasa, aku dapat menapaki jalanan Le Marais seharian tanpa merasa lelah sedikit pun, meski harus tertatih dengan sepatu berhak tinggi yang menyakitkan ini. Seluruh pemandangan kota benar-benar memanjakanku dan mengobati sedikit kerinduanku akan rumah. Beaufort agaknya memahami apa yang kurasakan saat itu, sehingga ia membiarkanku menikmati sepuasnya keindahan itu.

Sebagai tambahan, di beberapa sudut jalanan, beberapa orang tampak bernyanyi, memainkan alat musik, menari, bahkan melukis. Sementara, beberapa orang lain berkumpul untuk menonton para seniman jalanan yang sedang beraksi. Musik ceria yang menghentak dan nyanyian merdu penuh semangat itu refleks membuat tubuhku bergerak mengikuti irama dan bibirku bersenandung. Beberapa pengunjung juga melakukan hal yang sama. Pada suatu kesempatan, aku menarik Beaufort, mengajaknya larut menikmati musik. Kami tergelak kala gerakan yang kami lakukan justru tidak padu dan bahkan membuat tubuh kami saling menubruk satu sama lain. Akan tetapi, itu semua bukan masalah.

Beberapa pengunjung lain memilih untuk menjadi pengamat dan penikmat dengan mengarahkan ponsel atau kamera mereka demi mengambil gambar momen yang mereka anggap menarik. Aku baru mengetahui kecanggihan benda tersebut dari penjelasan sekilas Beaufort setelah kami menyelesaikan tarian. Benda ajaib itu mampu merekam kejadian dalam bentuk gambar ataupun adegan bergerak hanya dengan memencet tombol tertentu. Sihir benar-benar tidak ada apa-apanya di jaman ini.

The Awakened Beauty (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang