"Kayaknya kita bakal kemaleman deh, Vin. Pulang aja deh," ujar Bian khawatir. Hari sudah terlalu petang sebenarnya dan Kevin masih dengan santainya mengendarai motor.
"Gue janji lu gak bakal nyesel, Bi." Kevin harus berteriak karena terkadang suaranya tidak terdengar oleh Bian akibat terpaan angin yang kencang.
"Panggil gue kakak! Gue itu kakak kelas lu disekolah sekaligus senior lu di paskib. Dan Bogor itu jauh, bangsat!" bentak Bian. Kesabarannya sudah sangat berada di ujung tanduk karena Kevin.
Kevin hanya terkekeh. Pikiran gilanya untuk membawa Bian keluar dari Jakarta adalah hal yang bagus karena dia berhasil membuat Bian terus mengumpati dirinya tanpa henti.
"Gue bilang pulang set—"
Bug!
Bibir Bian menabrak bahu Kevin secara tidak elit dan ia merasa bibirnya berdenyut nyeri.
"Kita sampe," balas Kevin cepat.
Bian segera turun dari jok motor dan menatap kagum ke sekelilingnya. "Ini bukannya Bogor, ya?"
"Iya ini Bogor. Makanya jangan sibuk ngebacot aja sampe gak merhatiin sekitar." Richard mengejek membuat Bian harus menginjak kakinya dengan segenap kekuatan.
Richard yang sedang meringis tidak lagi Bian pedulikan. Ia sibuk memandang sekitar. Hari sudah gelap namun dibatas akhir penglihatan Bian, ia melihat cahaya biru dan jingga yang menyatu. Mungkin di belahan bumi lain, itu masih sore atau kemungkinan siang.
Tiba-tiba Kevin menubruk tubuh bagian belakang Bian; memeluk tubuhnya dengan erat. "Pelecehan lu, sialan," desis Bian. Bian ingin melepaskannya tapi pelukan itu terlalu hangat untuk di tolak.
Kevin tidak mempedulikan ocehan Bian, ia malah sibuk memeluk erat perut Bian sambil sesekali mengendus leher si kakak senior.
Kevin meraih tangan Bian untuk ikut ia genggam di perut Bian. Tangan itu dingin, Richard jadi khawatir. "Lu gak kedinginan, kan?" tanya Kevin.
"Sayangnya gue kedinginan," ujar Bian.
Kevin mulai mengalami serangan kepanikan. Ia membalikkan posisi Bian agar menghadap kearahnya lalu Kevin membuka jaket hitam yang sedari tadi menemaninya berkendara dan memasangkan jaket itu pada Bian.
Bian tersenyum kecil. Ia menyatukan pangkal lehernya pada pundak; mencegah angin menerpa perpotongan lehernya. Jaket Kevin benar-benar membantu untuk dirinya si pembenci dingin tingkat akut.
"Kenapa lu ngajak gue ke Bogor sih, anjing? Udah tau Bogor dingin. Mana gue pake sweater doang lagi sialan." Umpatan dari bibir Bian seakan tidak pernah habis namun bibirnya mengulas senyum kecil untuk perhatian yang diberikan Kevin.
Melihat Bian yang tenggelam dalam jaket miliknya membuat Kevin meringis menahan gemas.
"Lu... Peluk—eum... Maksud gue, boleh gak gue peluk elu?" ujar Kevin sambil terbata-bata.
Bian mendongak dan mendapati wajah bingung dari Kevin. "Lu peka tapi lu kurang nyali. Gak perlu nanya dulu lah bego. Lu udah liat gue kedinginan gini yah peluk lah, bangke."
Astaga, Bian dan mulutnya benar-benar terburuk.
"Bacot lu bangsat banget dah," ujar Kevin terkekeh lalu memeluknya dengan segera.
Kevin menepuk bahu kakak kelasnya itu dengan gemas. "Mau pulang langsung atau mau disini? Kalo mau disini, kita makan jagung bakar. Gue tau warung jagung bakar deket sini," ujar Kevin.
Bian mengangguk dalam pelukan Kevin. Lalu Kevin dengan segera menuntun Bian dan menggenggam tangan kiri Bian untuk tetap berada disampingnya.
_♥️_
KAMU SEDANG MEMBACA
✅The Savage Kakel (ChanBaek Lokal)
Short Story[END] Apa yang terbayangkan di pikiran setelah mendengar gelar ketua Paskibra? Tinggi, keren, tegas. Mungkin itu yang akan terpikirkan. Tapi, bagaimana jika berbanding terbalik? SMA Aksara memiliki ekstrakurikuler tersebut namun dengan hal yang cuku...