02 | Seleksi

82 29 61
                                    

"Ahhh, Ibu, ayolah ... boleh, ya? Please, Alsha nggak akan minta apa-apa lagi, ya. Bolehin Alsha ikut ini, pleasee, Ibuuu," rengek Alsha seraya menggoyang-goyangkan lengan ibunya.

Sejak tadi pagi Alsha terus saja merengek meminta sang ibu untuk menandatangani formulir persetujuan orang tua untuk mengikuti acara 9GPM. Namun, si Ibu belum juga memberikan tanda tangannya dan hanya terdiam. Membuat Alsha lagi-lagi merengek seperti seorang anak kecil yang meminta permen.

"Alsha apa, sih, kamu, kayak anak kecil aja." Si Ibu tidak mempedulikan Alsha dan kembali melakukan pekerjaan rumah. Alsha kemudian terdiam, lalu menatap si Ibu dengan tatapan aneh. "Apa?" tanya si ibu sembari melirik ke arah Alsha, tangannya tidak berhenti mengelap piring yang baru selesai dicuci.

"Ibu, please, Alsha mohon, ini impian Alsha dari dulu. Alsha janji nggak akan ngecewain." Si Ibu menoleh, ia merasa cukup tertegun dengan pengakuan putrinya. Selama ini, ia belum pernah melihat gadis itu seserius ini, terlihat dari sorot mata Alsha yang benar-benar penuh tekad.

Dirinya berpikir sejenak lalu berkata, "Ibu terkejut, ini kali pertamamu bersikap serius, jika itu benar-benar impianmu, Ibu tidak bisa melarang, Ibu akan mendukungmu sepenuh hati. Tapi, kalau buat tanda tangan, coba tanya ayah, ibu nggak mau ambil keputusan tanpa persetujuan dari ayah."

Senyuman indah merekah di wajah cantik milik Alsha, ia tersenyum lepas mendengar penuturan ibunya. "Beneran? Ibuuu, aku sayang Ibuu!" teriak Alsha sembari memeluk tubuh ibunya lalu berlari menuju tempat sang ayah.

Dasar, apa pun impianmu, Ibu akan mendukungmu, semangat! batin si ibu sembari menatap punggung putrinya yang berlari. Ia merasa bangga, kagum, dan terharu dengan keputusan gadis itu. Ia merasa gadisnya sudah beranjak remaja, bukan lagi anak kecil yang manja seperti dulu.

Ah, satu bulir air mata jatuh tanpa disadari, dasar ibu-ibu, mudah sekali terharu.

***

"Ayahhh, Alsha udah dapet izin ibu, Ayah tanda tangani ini ya, Alsha pengin banget ikutan ini," ujar Alsha dengan semangat, ia segera menyodorkan selembar kertas putih yang merupakan formulir pendaftaran.

Merasa dipanggil, sang ayah menoleh lalu mengenyitkan dahinya. "Ikutan apa?" Ia mengambil kertas itu dari tangan putrinya lalu membacanya dengan perlahan. Perasaan tegang, takut, sekaligus khawatir bercampur menjadi satu dirasakan Alsha.

Tangannya mengeluarkan bulir-bulir keringat dingin. Gadis itu terus memperhatikan sang ayah yang sedang membaca. "Ini, berarti kamu diem di asrama pelatihan?" tanya sang ayah, Alsha mengangguk pelan sebagai jawaban disusul oleh ayahnya yang kembali menatap lekat selembar kertas di tangannya.

"Kamu yakin mau ikut yang gini? Nggak akan nyesel kalau kalah? Nggak akan nyesel ninggalin pelajaran sekolah selama itu?" Alsha terdiam sebentar setelah mendengar pertanyaan itu dilontarkan pria paruh baya di hadapannya.

"Iya, aku siap apa pun hasilnya nanti," balas Alsha dengan penuh tekad. Membuat pria di hadapannya tersenyum simpul. "Mana pulpen, sini mau ayah tanda tangan." Penuturan sang ayah yang cukup simple itu membuat Alsha tersenyum manis, dengan segera ia memberikan sebuah pulpen yang ada di saku pakaiannya.

"Ini, ayah kasih kepercayaan, kalau kamu yakin mau ikut ini, ayah setuju. Asal kamu enggak ngelupain kewajiban kamu." Alsha mengangguk pelan lalu tersenyum, sorot matanya terlihat benar-benar bahagia. Membuat sang ayah yang melihatnya ikut tersenyum bahagia, ia berharap kelak putrinya dapat meraih impiannya, ia benar-benar menyukai tekad putrinya.

****

Alsha telah siap dengan pakaian terbaiknya, serta dengan koper besar berwarna merah muda di belakanggnya. Benar, besok adalah hari seleksi, Alsha harus bersiap sehari sebelum seleksi dimulai karena jarak dari rumahnya ke asrama pelatihan 9GPM cukup jauh. Ia berencana menginap di hotel malam ini bersama kedua sahabatnya dan juga kakaknya yang mengantar.

"Ayah, Ibu, Alsha berangkat, tolong doain Alsha," pamit Alsha seraya menyalami tangan kedua orang tuanya lalu masuk ke dalam mobil. Dari balik kaca jendela mobil, Alshadapat melihat kedua orang tuanya melambaikan tangan kepadanya, membuatnya merasa seperti ....

"Dek, biasa aja kali, kayak yakin aja bakal lolos sampe satu bulan," celetuk Rio—kakak laki-laki Alsha. Alsha hanya menanggapi ocehan kakaknya dengan tatapan sinis dari matanya.

"Adeknya mau berjuang semangatin kek," celetuk Ahwa yang mendapat acungan jempol dari Alsha.

"VALID NO DEBAT ASLI!" teriak Alsha heboh.

"Nggak jadi bela, salah ngomong," celetuk Ahwa lagi.

****

Hari seleksi sudah tiba, Alsha bangun satu jam lebih awal hari ini, harapanya untuk lolos dan menjadi bagian dari GPM Publisher benar-benar besar. Ia beranjak dari ranjangnya lalu menuju kamar mandi dan membasuh wajahnya perlahan.

Setelahnya ia menatap dirinya dari pantulan cermin, "Aku harus bisa!" gumamnya pelan. Namun, sepertinya gumaman itu terlalu keras bagi Ahwa dan Rifa, terbukti mereka langsung terbangun setelah mendengar suata Alsha.

"Duh, ada apa, sih, Sa?" racau Ahwa seraya mengucek-ngucek matanya, suaranya sayu khas orang baru bangun tidur. Jangan lupakan rambutnya yang sangat berantakan layaknya Anna yang kala itu baru bangun tidur dalam film Frozen.

"Nggak apa-apa, ehe, aku mau mandi dulu, babay." Alsha berucap dengan cengiran bodohnya lalu beralih masuk ke kamar mandi. Setelah terdambeberapa saat, tepatnya mengumpulkan kesadaran. Ahwa menyadari sesuatu.

"ALSHAAAAA! AWAS AJA, KELUAR DARI SANA AKU TAMPOL!" teriak Ahwa karena merasa terganggu tidurnya karena kebisingan Alsha tadi. Walaupun ... sebenarnya, ia lebih bising saat teriak tadi.

****

"Baik, tadi itu adalah penjelasan singkat mengenai GPM Publisher dan sususan acara kali ini, serta timeline cara 9GPM yang akan sama-sama kita laukan. Untuk kalian yang berada di sini, otomatis kalian sudah terdaftar sebagai calon peserta dan harus menyelesaikan seleksi yang akan saya berikan."

Alsha mendengarkan dan memperhatikan dengan seksama, pandangannya terfokus pada Mamih F yang sedang menjelaskan sistem, aturan dan lain-lain yang berkaitan dengan 9GPM. Ia benar-benar terkagum dengan sosok wanita yang sedang berdiri di hadapannya saat ini.

Wanita itu terlihat sangat muda, suaranya lembut, tetapi tetap memiliki nada yang tegas. Setiap penjelasannya benar-benar terasa jelas dan mudah dipahami, tidak berbelit. "Sampai sini paham?" tanya Mamih F kepada semua orang yang berada di dalam ruangan.

"Paham, Mih!" balas seluruh calon peserta di dalam ruagan dengan semangat.

Membuat Mamih F tersenyum lalu berkata, "Baik, kalau begitu saya akan mulai seleksinya, peserta dengan nomor urut 001 silakan ikut saya."

"001, itu aku?" gumam Alsha terkejut.

"Ayo, sana," bisik Ahwa di sampingnya, membuat Alsha tersenyum dan mengangguk.

****

"Baik, silakan mempekenalkan dirimu," titah Mamih F seraya memainkan pulpen yang berada di tangan kanan, tatapan matanya tidak lepas dari Alsha. Membuat gadis itu dengan susah payah berusaha menghilangkan kegugupan yang dirasakan.

Ia menarik napas panjang lalu mulai memperkenalkan diri. "Bersinar layaknya seorang bintang, menjadi terbaik dari yang baik, itulah aku. Alsha Nur Fadillah si Gadis Kecil dengan penuh semangat!"

Ungkapan perkenalan diri dari Alsha membuat Mamih F tersenyum simpul. Gadis ini lucu, benar-benar ceria, batin Mamih F memandang Alsha. Pertanyaan demi pertayaan telah ia lontarkan, dan dengan cepat serta tepat Alsha menjawab ssetiap pertanyaan itu.

"Baik, terima kasih, silakan keluar. Good luck!" seru Mamih F tersenyum manis, membuat Alsha lagi-lagi terkagum. Ia berjalan menuju pintu keluar ruang seleksi itu dengan perasaan bercampur aduk.

Aku telah selesai diseleksi, semoga hasilnya seperti yang aku harapkan, batin Alsha.

9GPMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang